Skip to main content


Maraknya beberapa oknum anggota dewan yang terbukti terlibat kasus hukum, khususnya korupsi ternyata masih memiliki hak untuk mendapatkan dana pensiun. Padahal seharusnya mereka tak layak membebebani anggaran negara dengan mendapat dana pensiun. Direktur Advokasi & Investigasi FITRA Uchok Sky Khadafi memaparkan seharusnya pada pasal-pasal UU MD3 (MPR, DPR, DPD, DPRD) orang yang melakukan kejahatan dalam bentuk korupsi dipecat dengan tidak terhormat dengan begitu tidak mendapat apapun yang pernah menjadi haknya termasuk dana pensiun “Seharusnya dicantumkan di pasal-pasal dalam UU MD3 orang yang melakukan kejahatan dalam bentuk korupsi dipecat dengan tidak terhormat dengan begitu tidak dapat apa-apa. Kalau perlu tidak usah diberikan dana pensiun!” ujar Uchok.

Menurut Uchok anggota dewan yang hanya menjabat 5 tahun, bahkan kurang, mendapatkan dana pensiunan layaknya pegawai negeri sipil (PNS). Hal ini dinilai tidak pantas karena membebani uang negara, namun kerja tak maksimal. “Dana pensiun ini kan memberatkan negara. Mereka baru kerja 5 tahun saja sudah dapat untuk seumur hidup. Sedangkan PNS harus bekerja puluhan tahun baru dapat dana pensiun,” terang Uchok. Karena diamanahkan sebagai wakil rakyat di DPR, sudah seharusnya anggota dewan bekerja sepenuh hati dan hanya menerima gaji selama masa jabatannya saja. Bukannya menerima dana pensiun seumur hidup padahal hanya menjabat selama 5 tahun. “Sebetulnya tidak usah ada dana pensiun, mereka kan politisi. Mereka tidak perlu gaji karena sudah tugas mereka sebagai wakil rakyat yang melayani masyarakat,” lanjutnya.

Setidaknya ada 7 anggota dewan yang terlibat kasus korupsi namun masih mendapatkan hak dana pensiun salah satunya yakni Nazaruddin, yang tersangkut pada kasus Wisma Atlet.
“Kalau masih dapat dana pensiun berarti secara kelembagaan DPR masih menghormati para koruptor,” tegas Uchok.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.