Skip to main content

Oleh Dakelan

(Koordinator FITRA Jawa Timur)

Jawa Timur bergemuruh.  Penuh pergulatan dan perdebatan baik gagasan maupun tindakan. Tak lain tak bukan, penyebabnya adalah karena tahun 2018 ini merupakan tahun politik. Di dalamnya, tengah berlangsung tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di 171 daerah, termasuk Jawa Timur. Tahapan Pilkada yang sudah dilaksanakan adalah pendaftaran bakal calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. Meskipun belum ada pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) calon yang akan resmi segera berkompetisi dalam Pilkada, namun masyarakat sudah mendapat bayangan siapa kira-kira yang akan menjadi pilihannya pada saat hari pemilihan nanti.

Kalau kita lihat dinamika politik khususnya di pemilihan Gubernur Jawa Timur, terdapat dua pasangan calon yang sudah mulai gencar melakukan sosialisasi, yaitu pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak, kemudian pasangan Syaifullah Yusuf dan Puti Guntur Sukarno. Lalu, hal strategis apa yang akan didapat oleh warga Jawa Timur, selain pasti akan menghasilkan Gubernur dan Wakil Gubernur dari perhelatan Pilkada ini? Nampaknya ini pertanyaan yang serius harus dijawab, agar Pilkada tidak hanya rutinitas pemilihan pemimpin di daerah.

Secara teori, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan mekanisme demokratis untuk menentukan pemimpin yang akan menjadi nahkoda dalam menjalankan pembangunan selama 5 tahun. Oleh karenanya, memilih Gubernur dan Wakil Gubernur harus dilakukan dengan rasional. Untuk menjadi pemilih yang rasional memerlukan informasi yang cukup tentang calon yang akan dipilih. Informasi yang utama adalah soal visi dan misi dari masing-masing calon, ini sebagai salah satu pertimbangan bagi pemilih. Pentingnya mengetahui visi dan misi, karena diharapkan gubernur terpilih dapat memberikan solusi kebijakan terhadap masalah-masalah pembangunan yang dihadapi di Jawa Timur, terutama masalah-masalah sosial dan kesejahteraan warga.

Pada aspek politik dan ekonomi, Jawa Timur dipandang sebagai poros politik dan ekonomi kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta. Kinerja ekonomi makro di Jawa Timur mendapat predikat “terbaik”, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi Jawa Timur setiap tahun selalu melampaui pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional. Namun, bagaimana pertumbuhan ekonomi yang bagus tersebut dapat mendorong kesejahteraan masyarakat Jawa Timur? Di sinilah biasanya menjadi masalah penting. Sebab yang terjadi, pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi kemiskinan juga tinggi menjadi terbesar ke dua di antara provinsi di Pulau Jawa.

Berdasarkan data BPS Jawa Timur, tahun 2017 masih terdapat 4.617,01 (ribu) penduduk miskin atau 11,77 persen meskipun di saat yang sama pertumbuhan ekonomi mencapai 5,37 dimana pertumbuhan tersebut berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 5,01. Sekilas dengan melihat data tersebut, kinerja pembangunan di Jawa Timur masih menyisakan persoalan, yaitu bagaimana mendorong adanya pertumbuhan yang berkualitas. Karena dengan melihat data tersebut mengindikasikan bahwa belum terjadi pemerataan pendapatan dengan kata lain pertumbuhan ekonomi masih dinikmati oleh segelintir penduduk di Jawa Timur. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut belum dinikmati oleh sebagian besar penduduk Jawa Timur terutama yang tergolong miskin tersebut. Ini merupakan pekerjaan rumah yang berat bagi calon gubernur terpilih nantinya, mendorong pemerataan ekonomi sehingga masyarakat jawa timur memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati pembangunan.

Dengan memahami bagaimana visi dan misi calon gubernur, kita sebagai pemilih akan mendapat gambaran strategi masing-masing calon untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Selain itu, ruang-ruang diskusi Pilkada akan menjadi hidup dan strategis, tidak hanya dipenuhi intrik politik yang terkesan saling menjatuhkan masing-masing calon yang merupakan pendidikan politik yang tidak baik. Pemilih yang rasional itu tidak terpengaruh dengan latar belakang calon, terutama latar belakang keturunan, nasab dll. Tetapi, pemilih harus melihat program kerja yang ditawarkan untuk menyelesaikan problem-problem sosial dan kesejahteraan.

Sebagai pemilih, tentunya kita sangat berharap bahwa calon dan tim sukses calon dapat memfasilitasi sebanyak mungkin ruang-ruang diskusi. Ruang yang diisi dengan interaksi bersama calon pemilih bertujuan mengetahui dengan mendalam tentang rencana-rencana strategi untuk Jawa Timur 5 tahun mendatang. Manfaat diadakannya ruang-ruang diskusi tersebut, dapat mendorong partisipasi pemilih yang lebih tinggi, di mana selama ini ruang tersebut nyaris kosong dan hanya ditebari dengan kampanye-kampanye yang banyak memuat slogan-slogan atau janji tanpa ada kesempatan warga untuk menguji dan ini menjadi tanggungjawab partai politik pengusung dan tim sukses untuk membuka seluas mungkin arena dialog.

Melalui Pemilihan Gubernur yang dilakukan lima tahun sekali ini, kita sebagai pemilih dan warga Jawa Timur, berharap tidak sekedar menjadi rutinitas 5 tahunan untuk memilih pemimpin tapi lebih dari itu sebenarnya harus menjadi pintu masuk untuk perubahan untuk Jawa Timur yang lebih sejahtera. Untuk menujunya memang jalan yang cukup berat, artinya dibutuhkan peran aktif semua pihak, baik dari pemilih sendiri yang benar-benar harus menjadi pemilih yang rasional. Kemudian peran penyelenggara pilkada dalam hal ini KPUD haruslah menjadi motor untuk menjadikan pilkada ini benar-benar berkualitas. Sementara itu untuk partai pengusung dan tim sukses, harus mampu menjembatani adanya dialog yang lebih luas antara calon dengan pemilih. Hal ini dilakukan agar pemilih tidak hanya dijejali dengan informasi yang cenderung menjauhkan sebagai pemilih yang rasional.

Menjadi Pemilih Cerdas

Bagaimana masyarakat memilih dengan cerdas sehingga melahirkan pemimpin yang berkualitas? Memilih dengan cerdas, berarti memilih dengan menggunakan akal sehat dan hati nurani. Memilih dengan akal sehat, berarti kita memilih dengan menggunakan penilaian yang objektif, tanpa dipengaruhi oleh faktor uang, hubungan kekerabatan, suku, daerah, agama, dll. Memilih dengan hati nurani, berarti kita harus melihat dengan hati nurani kita, siapa sebenarnya calon yang akan kita pilih, bagaimana kualitas moralnya, kualitas intelektualnya dan keterampilan profesional yang dimilikinya.
Menurut beberapa pakar, ada lima tips supaya kita menjadi pemilih yang cerdas, yaitu:

  1. Gunakanlah hak pilih Anda. Satu suara akan sangat berguna bagi terpilihnya calon yang baik.
  2. Cermatilah visi, misi dan program kerja yang ditawarkan oleh para calon gubernur dan wakil gubernur.
  3. Cermati juga apakah dia lebih banyak mendengarkan keluhan masyarakat
  4. Selidikilah moral dan etika para calon, apakah pernah tersangkut masalah hukum seperti korupsi dll.
  5. Cermatilah hal-hal teknis dalam Pilkada. Contohnya, cara menyoblos yang benar.

Kesadaran pemilih tentang perlunya mencermati secara cerdas para kandidat adalah kunci utama terpilihnya pemimpin yang akan bisa mengatasi persoalan rakyat. Hal inilah yang seharusnya terus ditumbuhkan oleh kita semua sebagai masyarakat. Dengan menjadi pemilih yang cerdas dan sadar akan semakin mendekatkan pada terwujudnya Pilkada yang berkualitas. Tak sekadar ritual tahunan yang memakan biaya amat tinggi. Semoga!