Skip to main content
BeritaFITRA di Media

Waspadai Bancakan APBD Jelang Pilkada (2/2)

By March 6, 2018No Comments3 min read

quote fino

Peneliti Fitra Gulfino C mengatakan, korupsi pemilu lebih rentan dilakukan calon kepala daerah petahana. Pasalnya petahana masih memiliki wewenang dan kekuasaan atas pengelolaan anggaran. “Dengan kekuasaan tersebut, peluangnya lebih besar bila dibandingkan dengan calon lain,” ujarnya.

Menurut Gulfino, ada sejumlah faktor yang mendorong petahana melakukan penyalahgunaan APBD demi pemenangan pilkada. Di antaranya biaya rekomendasi yang tinggi memaksa petahana mencari pun dipundi. Rekomendasi penting untuk mendapatkan dukungan. “Beberapa waktu lalu sempat terjadi kegaduhan bahwa mahar menjadi lazim dalam proses pemilu. Tidak hanya pilkada, tetapi juga pemilu legislatif (pileg). Mahar dijadikan sebagai sarana mempermudah rekomendasi dari elite partai,” katanya.

Kemudian biaya survei untuk melihat keterpilihan juga tidaklah murah. Dia menyebut, survei pilkada tingkat kabupaten/kota di Pulau Jawa dengan responden 400 orang dan margin error sekitar 5% berbiaya sekitar Rp100 juta-150 juta. “Provinsi dengan jumlah responden 800 orang dan margin error 3,506% ongkosnya Rp250 juta sampai Rp300 juta,” ungkapnya.

Selanjutnya biaya kampanye pemilu juga tidak sedikit. Sering kali, menurutnya, pelaksanaan teknis kampanye melibatkan cara-cara yang kotor dan merusak demokrasi. Salah satunya melalui politik uang. “Biaya memobilisasi konstituen tidaklah sedikit. Ada relawan-relawan sebagai mesin pemenangan yang harus diperhatikan agar terus bergerak. Terakhir adalah adanya pembelian suara, tidak saja suara pemilih, tapi juga penyelenggara,” tandasnya.

Peneliti Fitra lainnya, Gurnadi R, mengatakan, modus-modus penyalahgunaan APBD untuk kepentingan pilkada mulai terlihat. Dia mencontohkan untuk penurunan PAD pun mulai tergambar jelas di beberapa daerah. Bahkan untuk tataran provinsi rata-rata mengalami penurunan PAD mencapai 7% dari total belanja pada 2017.

“Berdasarkan nilai penurunan itu, Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah merupakan provinsi yang memiliki nilai penurunan terbesar rata-rata mencapai Rp7,2 miliar,” ungkapnya.

Kemudian terdapat sembilan daerah yang mengalami peningkatan pos anggaran hibah/bansos. Daerah tersebut antara lain Kabupaten Barito Kuala, Donggala, Garut, Parigi Moutong, Deiyai, Bondowoso, Kubu Raya, Majalengka, dan Kabupaten Kuningan. “Rata-rata peningkatan belanja hibah/bansos 2017 di sembilan daerah tersebut 35,4%,” katanya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sudah memperingatkan daerah baik kepala daerah ataupun DPRD untuk tidak main-main dalam mengelola APBD. Tjahjo mengatakan, baik DPRD atau pun jajaran kepala daerah harus memperhatikan kepentingan publik dalam pembahasan RAPBD. Terutama merealisasi janji-janji kampanye dan melaksanakan program-program strategis nasional.

“Dana hibah/bansos ini tidak bisa seenaknya, termasuk juga yang mau maju lagi bupati/wali kota. Jangan menggelembungkan dana bansos dan dana hibah ataupun memanfaatkan APBD untuk hal-hal yang tidak perlu seperti kepentingan pilkada,” tandasnya.

(amm)
(2/2)
 
https://nasional.sindonews.com/read/1284279/12/waspadai-bancakan-apbd-jelang-pilkada-1519286317/13

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.