Skip to main content
FITRA di Media

FITRA:Anggaran Pemberantasan Korupsi Hanya Rp 346 Miliar

By October 15, 2012No Comments7 min read


Alokasi anggaran pemberantasan korupsi untuk tahun 2013 masih buram. Dalam himpunan RKA-KL (Rencana Kerja Anggaran Kementerian/ Lembaga) mengalokasi anggaran untuk pemberantasan tiga lembaga seperti KPK, Kejaksaan, kepolisan hanya sebesar Rp 346 miliar untuk tahun anggaran 2013.

Artinya, anggaran pemberantasan korupsi untuk tahun 2012 ke tahun anggaran 2013 mengalami kenaikan sebesar Rp.176.7 miliar. Dimana alokasi anggaran untuk pemberantasan korupsi pada tahun 2012 sebesar Rp.169 miliar.

Akan tetapi menurut Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi alokasi anggaran pemberantasan tersebut masih minim,prihatin, dan alokasi anggaran ini mengkonfirmasikan kepada publik bahwa pemberantasan korupsi selama satu tahun ke depan masih berwajah buram.

“Pemerintah dan DPR, lebih mengutamakan alokasi anggaran seperti kebutuhaan anggaran OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebesar Rp.1.6 triliun daripada pemberantasan korupsi dari 3 lembaga yang hanya diberikan sebesar Rp.346 miliar. Padahal OJK masih sebagai lembaga baru yang belum jelas kinerjanya, dan belum jelas kontribusi buat publik, tapi sudah dimanja sekali dengan akan mendapat alokasi anggaran yang besar amat sekali,”kata Uchok dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Senin(15/10/2012).

Uchok membandingkan dengan alokasi anggaran KPK, dimana secara total alokasi anggaran KPK hanya sebesar Rp 720.7 miliar untuk tahun 2013, dan alokasi anggaran OJK sudah sampai kepada 1.6 triliun.

“Demi rasa keadilan, dan masih ada waktu karena APBN 2013 belum disahkan, lebih baik alokasi anggaran OJK ini dipotong 85 persen saja. Kalau ingin dapat alokasi anggaran yang besar, bukti dulu mereka bekerja dengan serius. Selanjutnya kembalikan ke alokasi anggaran pemberantasan korupsi seperti Kejaksaan,KPK, dan Polri,”kata Uchok.

Menurut Uchok, dari tiga lembaga penegak hukum, Kejaksaan Agung memiliki anggaran terbesar pemberantasan korupsi.

Total alokasi anggaran sebesar Rp 295.9 miliar untuk tahun anggaran 2013, dan sebesar Rp 145.7 miliar untuk tahun 2012.

“Jadi, alokasi anggaran kejaksaan untuk pemberantasan korupsi mengalami kenaikan sebesar Rp 150.2 miliar,”ujar Uchok.

Alokasi anggaran untuk kejaksaan agung pada tahun 2012 sebesar Rp 14.5 miliar, dan pada tahun 2013 mengajukan anggaran sebesar Rp 18.2 miliar. Jadi kenaikan alokasi anggaran dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar Rp 3.7 miliar.

Sedangkan jumlah kasus yang ditangani mulai dari tahap penyelidikan,penyidikan,pra penuntutan,dan penuntutan atau lebih ringkas namanya sampai penuntutan saja sebanyak 12 kasus, dimana untuk satu kasus dihargai sebesar Rp 469 juta juga untuk tahun 2012.

Sedangkan untuk tahun 2013 diajukan sebanyak 45 kasus dengan harga per kasus sebesar Rp 193 juta juga perkasus.

“Jadi, pemberantasan korupsi pada tingkat kejaksaan agung, kasusnya akan ditangani bertambah banyak, tapi alokasi anggaran perkasus mengalami penurunan,”kata Uchok.

Kemudian, ada juga yang namanya ‘Program Peningkatan Upaya Hukum,Eksekusi dan Eksaminasi’ untuk tahun 2013 sebesar Rp 3.4 miliar untuk sebanyak 208 kasus, dimana rata -rata akan mendapatkan harga perkasus sebesar Rp 16 juta.

Sedangkan untuk tahun 2012,alokasi anggarannya sebesar Rp.3.2 miliar untuk 273 kasus, dimana rata-rata perkasus sebesar Rp.11 juta.

Uchok menambahkan, alokasi anggaran untuk kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia untuk tahun 2013 sebesar Rp 14.9 miliar, dan untuk tahun 2012 sebesar Rp 31.4 miliar. Jadi alokasi anggaran untuk tingkat kejaksaan Tinggi mengalami penurunan yang amat drastis sekali,sebesar Rp.16.4 miliar.

Selanjutnya, jumlah kasus yang ditangani mulai dari tahap penyelidikan,penyidikan,pra penuntutan,dan penuntutan atau lebih ringkas namanya sampai penuntutan saja sebanyak 127 kasus, dengan harga perkasus sebesar Rp 79 juta untuk tahun 2013.

Sedangkan untuk tahun 2012, kasus yang ditangani sebanyak 267 buah, dimana rata-rata harga perkasus sebesar Rp 115 juta perkasus. Jadi bila dibandingkan dari tahun 2012 ke 2013, kemungkinan kasus korupsi pada tingkat kejaksaan tinggi mengalami penurunan baik dari segi jumlah kasus maupun dari segi harga rata-rata perkasus.

“Berarti hal ini akan membuat koruptor yang belum tertangkap akan bertepuk tangan dengan senang hati, dan semakin banyak uang negara yang dicuri krn jumlah kasus untuk tahun 2013 semakin menurun drastis sekali,”jelasnya.

Sementara untuk alokasi anggaran untuk kejaksaan negeri untuk seluruh Indonesia untuk tahun 2013 sebesar Rp 262.6 miliar, dan untuk tahun 2012 mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 99.7 miliar. Dengan demikian, alokasi anggaran untuk pemberantasan korupsi pada level kejaksaan negeri mengalami kenaikan sebesar Rp 162.8 miliar.

Selanjutnya, jumlah kasus yang ditangani mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, prapenuntutan, dan penuntutan atau lebih ringkas namanya sampai penuntutan saja sebanyak 1179 kasus, dengan total anggaran sebesar Rp 262.6 miliar, berarti untuk satu kasus dihargai rata-rata sebesar Rp 225 juta saja.

Sedangkan pada tahun 2012, jumlah kasus yang akan sampai pada penuntutan sebanyak 1048 kasus, dimana harga rata-rata perkasus sebesar Rp 98 juta perkasus.

Lebih jauh Uchok menjelaskan alokasi anggaran untuk pemberantasan korupsi di KPK untuk tahun 2013 sebesar Rp 33.3 miliar, dan pada tahun 2012 dialokasikan sebesar Rp 21.8 miliar. Jadi,alokasi anggaran untuk pemberantasan korupsi dari tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar Rp 11.5 miliar. Akan tetapi, jumlah kasus yang akan ditangani oleh KPK untuk tahun 2013 hanya sebanyak 12 kasus, dengan jumlah total sebesar Rp. 16 miliar.

“Jadi harga rata-rata perkasus sebesar Rp 1.3 miliar. Sedangkan jumlah kasus yang ditangani pada tahun 2012 sebanyak 40 kasus dengan jumlah total anggaran sebesar Rp 19.9 miliar. Dimana harga rata-rata perkasus sebesar Rp 491 juta perkasus,”kata Uchok.

Kemudian, ada alokasi anggaran untuk pidana badan terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht) pada tahun 2012 sebesar Rp 1.8 miliar, dengan jumlah kasus sebanyak 50 kasus. Dimana, harga rata-rata perkasus sebesar Rp 36 juta untuk tahun 2012.

Sedangkan untuk tahun 2013, alokasi anggarannya sebesar Rp 17.2 miliar untuk 12 kasus saja. Jadi,harga rata-rata untuk perkasus sebesar Rp 1.4 miliar untuk satu kasus.

Dengan demikian,alokasi anggaran untuk pemberantasan korupsi di KPK dari tahun 2012 ke tahun anggaran 2013 mengalami alokasi anggarannya naik begitu drastis,tapi jumlahnya kasus yang akan ditangani menurun sangat tajam sekali.

Semoga,alokasi anggaran naik, dan jumlah kasus menurun, sebagai sinyal bahwa KPK akan menangani kasus-kasus besar,dengan politik risiko tinggi seperti Hambalang,Wisma Atlet, dan Bank Century.

Terakhir untuk alokasi anggaran Polri untuk penindakan tindakan pidana korupsi pada tahun 2012 sebesar Rp 2,1 miliar, dan pada tahun 2013, meminta anggaran sebesar Rp 17,1 miliar.

Jadi dari tahun 2012 ke 2013 mengalami kenaikan yang cukup tinggi, yakni sebesar Rp 15 miliar. Kemudian, pada tahun 2012,dengan alokasi anggaran sebesar Rp 2.1 miliar, akan membongkar kasus sebanyak 44 kasus.

Dengan demikian, untuk satu kasus, harga rata-rata sebesar Rp 47 juta untuk satu kasus. Tapi untuk 2013, alokasi anggarannya menjadi Rp 17.1 miliar,namun dalam dokumennya tidak dikasih tahu berapa kasus yang mau dibongkar.

“Inilah tabiat Polri tidak punya akuntabilitas dalam pengelolaan manajemen keuangan mereka. Padahal anggaran yang mereka kelolaa adalah anggaran pajak rakyat, dan buat mereka hanya amanah untuk dititipkan saja,”kata Uchok.

Dari gambaran diatas, Fitra meminta kepada komisi III untuk tidak menaikan alokasi anggaran untuk penyidik Polri oleh karena, sesuai dengan hasil uji petik audit BPK,semester I tahun 2012 terhadap pendapatan Pamobvit (Pendapatan Pengamanan Objek Vital) sebesar Rp. 64.673.419.816 yang belum dilaporkan dan digunakan langsung tanpa melalui mekanismenya APBN.

Dan rinciannya sebagaiberikut: 1). Polda Aceh sebesar Rp.19.7 miliar; 2). Polda Jawa Timur sebesar Rp.5.2 miliar; 3). Polda Banten sebesar Rp.2.6 miliar; 4). Polda Sumsel sebesar Rp.3.9 miliar; 5). Polda kalimantan tengah sebesar Rp.4.3 miliar; 6). Polda Kalimantan Timur sebesar Rp.1.2 miliar; 7). Polda Maluku utara sebesar Rp.3.3 miliar ; 8). Polda Jawa Barat sebesar Rp.355 juta; 9).

Polda metro Jaya sebesar Rp.1.4 miliar; 10). Polda Jawa tengah sebesar Rp.1.1 miliar; 11). Polda Sumut sebesar Rp.144 juta ; 12). Polda Sumbar sebesar Rp.48 juta; 13). Polda DIY sebesar Rp.340 juta; 14). Polda Lampung sebesar Rp.160 juta; 15). Polda jambi sebesar Rp.822 juta; 16). Polda Riau sebesar Rp.711 juta ; 17). Polda Bangka belitung sebesar Rp.289 juta; 18). Polda Bengkulu sebesar Rp.872 juta; 19). Polda Papua sebesar Rp.15.6 miliar; 20). Baharkam Polri sebesar Rp.709 juta. 21). Korbrimob Polri sebesar Rp.1.4 miliar.

“Jadi, sebetulnya, kalau komisi kenaikan alokasi anggaran penyelidikan atau penyidikan, lebih baik diambil dari alokasi anggaran Pamobvit, dan meminta kepada komisi III untuk menertibkan pendapatan Polri tp terus mereka gunakan tanpa melalui mekanismenya APBN atau mekanis pembahasan di komisi III,” tutup Uchok.

 

Sumber: Tribun News

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.