Skip to main content

Menjadikan desa yang terus berkembang dan mandiri merupakan kewajiban Pemerintah Desa dan seluruh perangkat desa. Namun demikian, Pemerintah Desa tidak bisa sendirian, tetapi harus melibatkan seluruh pihak (stakeholders) yang ada di desa, termasuk kaum muda dan anak. Di banyak desa, aktivitas kaum muda dan anak diakomodir dalam kelembagaan desa seperti karang taruna dan forum anak. Namun demikian, tidak jarang kaum muda dan anak juga aktif secara individu dan kelompok berdasarkan minat dan bakat masing-masing. Bahkan ada yang sudah terlibat dalam pembangunan desa melalui penyelesaian masalah-masalah utama yang dihadapi oleh desa.

Kiprah kaum muda dan anak semakin diakui sejak lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Apalagi Desa punya mandat yang harus dipenuhi melalui berbagai indikator penilaian seperti Indeks Desa Membangun dan Sustainable Development Goals Desa (SDGs Desa). Kaum muda dan anak banyak terlibat dalam proses pendataan SDGs Desa, ikut tergabung dalam kelompok sadar wisata (Pokdarwis), tergabung dalam kelompok kerja (Pokja) perlindungan perempuan dan anak tingkat desa, mengembangkan desa melek internet, desa ramah anak, desa bebas stunting, Desa ODF – Open Defecation Free (Stop Buang Air Besar Sembarangan), dan lain sebagainya.

Agar kiprah kaum muda dan anak semakin optimal dan menginspirasi kaum muda, anak dan warga desa yang lain, pemahaman tentang seluk beluk desa perlu ditingkatkan. Mengingat, desa saat ini semakin diakui sebagai entitas pemeritahan yang mempunyai kewenangan tersendiri dengan alokasi anggaran yang relatif besar. Sumber-sumber pendapatan Desa dapat bersumber dari APBN, APBD, Pendapatan Asli Desa (PADes), dan sumber-sumber lain yang sah. Desa juga dapat mengembangkan pendapatan desanya melalui potensi-potensi sumber daya alam yang dimiliki desa.

Anggaran yang besar tersebut menuntut desa harus semakin efektif dan efisien dalam membelanjakan anggarannya untuk meningkatkan pelayanan publik desa, memperbaiki infrastruktur desa, dan menyejahterakan warga desa. Untuk itu, dibutuhkan perencanaan desa yang betul-betul mencerminkan kebutuhan warga desa dan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan desa yang sangat mendasar, seperti minimnya akses air bersih atau air minum, tingginya kasus stunting, banyaknya anak yang tidak sekolah atau putus sekolah, tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan persoalan laten lainnya.