Mukadimah Perjuangan untuk memperkuat rakyat atas sumber-sumber kehidupan rakyat sebagai bagian dari upaya mewujudkan rakyat yang adil, harus dilakukan secara arif dan berkelanjutan oleh berbagai kelompok masyarakat yang tersebar di Indonesia. Disadari bahwa perjuangan tersebut dihadapkan dengan tantangan yang berat, terutama semakin kukuhnya dominasi dan peneterasi rezim kapitalisme global, sementara rakyat masih banyak yang belum terlibat aktif dalam proses penyusunan anggaran yang berpihak kepada rakyat. Dominasi dan penetrasi tersebut telah memposisikan negara menjadi perpanjangan tangan kapitalisme global. Akibatnya kebijakan sosial, ekonomi, politik pun diwarnai oleh semangat liberalisasi dan privatisasi yang memudahkan ekspansi modal dan globalisasi pasar. Watak kebijakan negara pada akhirnya membuka jalan bagi perampasan secara sistematis hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya rakyat. Perebutan akses sumber daya tersebut tercemin dalam politik anggaran publik di berbagai kebijakan pemerintahan. Selama ini penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan anggaran dilakukan secara tertutup hanya melibatkan segelintir orang dan tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Selain itu, anggaran negara dianggap sebagai domain pemerintah, sehingga rakyat diposisikan hanya sebagai objek. Hal itu menyebabkan terjadinya anggaran negara yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat. Untuk menjamin politik anggaran yang pro rakyat dengan prinsip akuntabel dan partisipatif, maka transparansi menjadi strategi perjuangan. Atas dasar itu, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) didirikan dalam rangka menuntut dipenuhinya hak-hak rakyat untuk terlibat dalam seluruh proses penganggaran, mulai dari proses penyusunan, pembahasan, pelaksanaan anggaran sampai pada evaluasinya. FITRA bersama seluruh komponen rakyat membangun gerakan transparansi anggaran hingga terciptanya anggaran negara yang memenuhi kesejahteraan dan keadilan rakyat. Perjuangan FITRA atas anggaran ditunjukan untuk pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, budaya dan politik. Dengan pilihan posisi seperti itu, FITRA sesungguhnya hendak menegaskan kepada pembuat kebijakan dan pengambilan keputusan negara, PBB, organisasi internasional, lembaga keuangan internasional, perusahaan multinasional maupun kelompok lain yang potensial merusak Transparansi Anggaran dan sumber-sumber kehidupan rakyat, bahwa rakyatlah pemilik kedaulatan atas anggaran dan sumber-sumber kehidupan rakyat. FITRA memainkan peran menggalang sinergi kekuatan antara organisasai pemerintah, organisasai non-pemerintah, dan organisasai rakyat yang berorientasi pada nilai-nilai: (1) Transparansi, (2) Partisipasi rakyat, (3) Akuntabilitas, (4) Tegaknya Supremasi. |
BAB I ORGANISASI |
Pasal 1 Nama, Bentuk dan Kedudukan |
(1) Organisasi ini bernama Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, disingkat FITRA. (2) Organisasi ini berbentuk Perkumpulan berbadan hukum. (3) Organisasi FITRA di tingkat nasional berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia dan di tingkat daerah di propinsi dan atau Kabupaten/Kota. |
Pasal 2 Visi |
Terwujudnya kedaulatan rakyat atas anggaran |
Pasal 3 MISI |
Untuk mewujudkan visi tersebut, FITRA mengemban misi:(1) Membangun kapasitas rakyat melalui pendidikan, kajian dan pendampingan.
(2) Memperjuangkan perubahan sistem dan kebijakan anggaran agar lebih berpihak pada rakyat miskin, perempuan, anak, kelompok termarjinalkan dan ramah lingkungan. (3) Mengembangkan pusat pembelajaran (resource centre) anggaran di berbagai wilayah di Indonesia. (4) Mengembangkan dan memperkuat jaringan advokasi anggaran sebagai gerakan sosial yang solid. (5) Menjadi acuan bagi gerakan transparansi anggaran dan pemangku kepentingan di Indonesia. |
Pasal 4 Sifat dan Tujuan |
(1) Sifat organisasi FITRA adalah inklusif, berpihak pada rakyat, sensitif gender dan independen.(2) FITRA bertujuan mewujudkan transformasi sosial menuju tatanan yang demokratis guna terwujudnya kedaulatan rakyat dalam pengelolaan sumber-sumber kehidupan rakyat melalui advokasi transparansi anggaran publik. |
Pasal 5 Stategi dan Kegiatan |
(1) Strategi FITRA meliputi:
(2) Program FITRA meliputi:
|
BAB II RAPAT – RAPAT |
Pasal 6 Rapat Pengambilan Keputusan |
Pengambilan keputusan dalam kelembagaan FITRA dilakukan melalui rapat-rapat yang terdiri dari:
|
Pasal 7 Musyawarah Nasional (Munas) |
(1) Musyawarah Nasional Transparansi Anggaran merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi yang dilaksanakan sekali dalam 3 (tiga) tahun untuk:
(2) Peserta Musyawarah Nasional terdiri dari Sekretaris Nasional, Dewan Nasional, dan Anggota. (3) Sekretaris Nasional dan Anggota mempunyai hak bicara dan suara. (4) Sekretaris Nasional dan Anggota masing-masing mempunyai hak 1 suara. (5) Dewan Nasional mempunyai hak bicara dalam (6) Anggota FITRA dan undangan lainnya dimungkinkan menghadiri Pernas dengan status sebagai peninjau. (7) Musyawarah Nasional dianggap sah bilamana dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari anggota yang terdaftar sebagai peserta. (8) Keputusan Musyawarah Nasional dianggap sah jika disetujui oleh suara terbanyak dari anggota yang hadir. (9) Penetapan tempat dan waktu pelaksanaan Munas ditentukan dalam Mu (10) Dalam keadaan tertentu waktu dan tempat Munas ditentukan oleh rapat Dewan Nasional atau Sekretaris Nasional. (11) Jumlah peserta, panitia pengarah dan panitia pelaksana Munas serta kriteria Sekretaris Nasional ditentukan dalam Munas terakhir. |
Pasal 8 Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) |
(1) Musyawarah Nasional Luar Biasa merupakan forum pengambilan keputusan yang diselenggarakan apabila:
(2) Penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa yang dikarenakan pelanggaran Statuta oleh Sekretaris Nasional diajukan oleh Dewan Nasional dan harus mendapat persetujuan sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah anggota FITRA. (3) Penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa yang dikarenakan pelanggaran Statuta Dewan Nasional diajukan oleh Sekretaris Nasional dan harus mendapat persetujuan sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah anggota FITRA. (4) Penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa yang dikarenakan oleh pengunduran diri Sekretaris nasional dilakukan oleh Dewan Nasional. (5) Penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa yang dikarenakan oleh pengunduran diri Dewan Nasional dilakukan oleh Sekretaris Nasional. (6) Musyawarah Nasional Luar Biasa mengambil keputusan tentang:
(7) Ketentuan dan tata cara penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa diatur di dalam Peraturan Pelaksana Statuta. |
Pasal 9 Kehilangan Keanggotaan |
(1) Pertemuan Nasional merupakan forum pengambilan keputusan yang dilakukan 1 (satu) tahun sekali untuk:
(2) Peserta Pernas adalah Dewan Nasional, Sekretaris Nasional, Anggota dan individu sebagai peninjau. (3) Pernas dianggap sah, jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu peserta yang telah terdaftar sebagai peserta. (4) Keputusan Pernas dianggap sah jika disetujui oleh suara terbanyak dari anggota yang hadir. (5) Penanggungjawab pelaksanaan Pernas adalah Sekretaris Nasional. (6) Tempat dan waktu pelaksanaan Pernas diusulkan oleh Anggota dan ditetapkan dalam rapat Dewan Nasional dan Sekretaris Nasional. |
Pasal 10 Rapat Pleno Dewan Nasional |
(1) Rapat Pleno Dewan Nasional merupakan forum pengambilan keputusan yang diadakan sekurang-kurangnya tiga kali dalam setahun atau mengikuti kebutuhan untuk:
(2) Rapat Dewan Nasional dianggap sah jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah tambah satu anggota Dewan Nasional. (3) Keputusan Rapat Dewan Nasional dianggap sah bilamana disetujui oleh suara terbanyak anggota Dewan Nasional yang hadir. |
Pasal 11 Rapat Kerja Sekretariat Nasional |
Tata cara dan mekanisme rapat Sekretatiat Nasional diatur tersendiri dalam sebuah SOP (Standar Operasional Prosedur) yang ditetapkan oleh Sekretaris Nasional. |
Pasal 12 Rapat Kerja Simpul Jaringan |
(1) Rapat Kerja Anggota adalah Rapat Kerja untuk evaluasi dan perencanaan program, personalia serta keuangan.
(2) Tata cara dan mekanisme rapat anggota diatur tersendiri dalam sebuah SOP yang ditetapkan oleh mekanisme internal anggota. |
BAB III KEANGGOTAAN Pasal 13 |
(1) Anggota FITRA adalah Simpul Jaringan FITRA yang sudah terbentuk dan diakui pada Pertemuan Nasional dan/atau Musyawarah Nasional. (2) Simpul Jaringan yang dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
Pasal 14 |
(1) Simpul Jaringan melaksanakan Renstra yang telah ditetapkan dalam Pernas dan Munas. (2) Nama, bentuk, susunan dan struktur organisasi dan mekanisme kerja Simpul Jaringan ditetapkan dan disusun oleh anggota Simpul Jaringan. (3) Simpul Jaringan dipimpin oleh Koordinator atau dengan sebutan lain yang dipilih sesuai dengan aturan simpul jaringan masing-masing. |
Pasal 15 Tugas, Wewenang dan Hak Koordinator Simpul Jaringan |
(1) Koordinator Simpul Jaringan memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
(2) Koordinator Simpul Jaringan memiliki wewenang sebagai berikut:
(3) Koordinator Simpul Jaringan dan Staff memiliki hak-hak sebagai berikut:
|
Pasal 16 Syarat Keanggotaan |
(1) Calon Anggota FITRA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(2) Bisnis/Korporasi yang dimaksud pada ayat (1) adalah Bisnis/Korporasi yang tidak bertentangan dengan visi dan misi FITRA. (3) Mengenai Pendidikan Ke-FITRA-an yang dimaksud pada ayat (1) Huruf e diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pelaksanan Statuta. |
Pasal 17 Hak dan Kewajiban Anggota |
(1) Anggota FITRA mempunyai hak-hak sebagai berikut:
(2) Anggota FITRA memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
|
Pasal 18 Mekanisme Penerimaan Anggota |
(1) Mengajukan surat permohonan menjadi anggota FITRA kepada anggota Simpul Jaringan dengan melampirkan:
(2) Calon anggota yang memenuhi persyaratan akan diverifikasi oleh Tim Dewan N (3) Anggota yang memenuhi syarat disahkan di dalam Munas dan/atau Pernas |
Pasal 19 Kehilangan Keanggotaan |
(1) Anggota FITRA kehilangan keanggotaannya apabila:
(2) Kehilangan keanggotaan disahkan dalam Munas dan/atau Pernas |
Pasal 20 Pemberhentian Anggota |
(1) Anggota FITRA dapat diberhentikan apabila melakukan pelanggaran Statuta. (2) Pemberhentian anggota sebagaimana ayat satu diajukan oleh Dewan Nasional berdasarkan hasil investigasi dan verfikasi (3) Anggota yang dinilai melanggar statuta dan kode etik diberikan kesempatan membela diri di dalam forum Pernas dan Munas. |
BAB IV KELEMBAGAAN Pasal 21 |
Kelembagaan di dalam organisasi FITRA terdiri dari Anggota, Dewan Nasional dan Sekretariat Nasional. |
Bagian Kesatu Pasal 22 Sekretariat Nasional |
(1) Sekretariat Nasional melaksanakan kebijakan organisasi, program kerja dan keuangan tingkat nasional yang telah ditetapkan dalam Pernas dan Munas. (2) Sekretariat Nasional dipimpin oleh Sekretaris Jenderal; yang dipilih langsung melalui Munas. (3) Masa jabatan Sekretaris Jenderal selama tiga (3) tahun untuk satu periode dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu periode berikutnya. |
Pasal 23 Tugas, Wewenang dan Hak Sekretaris Jenderal |
(1) Sekretaris Jenderal memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
(2) Sekretaris jendral memiliki wewenang sebagai berikut:
(3) Sekretaris Jendral memiliki hak-hak sebagai berikut:
|
Pasal 24 Pemberhentian Sekretaris Jenderal |
(1) Sekretaris Jenderal diberhentikan karena:
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diberhentikan melalui Munas dan Munas Luar Biasa.
|
Bagian Kedua DEWAN NASIONAL |
Pasal 25 Keanggotaan |
(1) Dewan Nasional adalah kelembagaan yang terdiri dari individu-individu yang dipilih dan disahkan dalam Munas. (2) Anggota Dewan Nasional berjumlah 7 (tujuh) orang yang terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan anggotan (3) Keanggotan Dewan Nasional yang dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mewakili dari dua (2) Simpul Jaringan. (4) Masa jabatan Dewan Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu periode berikutnya dapat dipilih.
|
Pasal 26 Tugas, Wewenang dan Hak Dewan Nasional |
(1) Dewan Nasional memiliki tugas sebagai berikut:
(2) Dewan Nasional memiliki kewenangan sebagai berikut:
(3) Dewan Nasional memiliki hak-hak sebagai berikut:
|
Pasal 27 Pemberhentian Dewan Nasional |
Dewan nasional diberhentikan karena:
|
BAB V MEKANISME PENJARINGAN DAN PEMILIHAN SEKRETARIS JENDERAL DAN DEWAN NASIONAL Pasal 28 |
(1) Penjaringan Calon Sekretaris Jenderal dan Dewan Nasional oleh Tim SC. (2) Tim SC yang dimaksud pada ayat (1) dibentuk pada kesepakatan Pernas. (3) Tata cara proses pemilihan Sekretaris Jenderal dan Dewan Nasional lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pelaksana Statuta. |
BAB VI PERGANTIAN ANTAR WAKTU FUNGSIONARIS Pasal 29 Pergantian Antarwaktu Sekretaris Jenderal |
(1) Apabila Sekretaris Nasional berhalangan tetap atau mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya, dilakukan penunjukan Pejabat Sementara Sekretaris Jenderal oleh Dewan Nasional dengan tugas menyelenggarakan Munas Luar Biasa. (2) Masa jabatan Pejabat Sementara Sekretaris Nasional berlaku sampai dengan terselenggaranya Munas Luar Biasa selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah penunjukan. (3) Sekretaris Nasional baru yang terpilih di dalam Munas Luar Biasa hanya boleh menjabat sampai dengan berakhirnya masa jabatan Sekretaris Jenderal yang berhalangan tetap atau mengundurkan diri. |
Pasal 30 Pergantian Antar Waktu Dewan Nasional |
(1) Apabila anggota Dewan Nasional berhalangan tetap atau mengundurkan diri sebelum habis masa baktinya, dilakukan pengangkatan dan pengesahan anggota Dewan Nasional pengganti antar waktu dalam Rapat Pleno Dewan Nasional. (2) Dalam hal anggota Dewan Nasional tidak menghadiri rapat Dewan Nasional dua (2) kali dan satu kali Munas, maka dapat dilakukan penggantian antar waktu kepada anggota yang bersangkutan oleh Rapat Pleno Dewan Nasional. (3) Pergantian antar waktu juga dapat dilakukan dalam hal anggota Dewan Nasional melakukan aktivitas yang bertentangan dengan visi, misi dan nilai-nilai FITRA. (4) Anggota Dewan Nasional pengganti antar waktu diangkat dari nomor urut teratas dalam daftar pemilihan Munas terakhir. (5) Dalam hal tidak terpenuhinya ketentuan pada ayat (4), maka penggantian antar waktu dilakukan pada Munas. (6) Dalam hal pergantian anggota Dewan Nasional antar waktu terjadi antara Munas terakhir dan Pernas, maka proses pergantian antar waktu ditentukan oleh anggota Dewan Nasional yang tersisa. |
BAB VII SUMBER DANA Pasal 31 Sumber Dana |
(1) Sumber Dana FITRA diperoleh dari:
(2) Tata cara pengelolaan dana iuran dan sumbangan diatur dalam Peraturan Pelaksanaan Statuta. |
BAB VIII SANKSI |
Pasal 32 Bentuk dan Mekanisme Sanksi |
(1) Setiap pelanggaran terhadap Statuta FITRA dapat dijatuhkan sanksi berupa:
(2) Sanksi dapat ditentukan dalam forum Munas, Munaslub dan (3) Sanksi dijatuhkan setelah terlebih dahulu dilakukan verifikasi dan pemberian kesempatan membela diri kepada yang bersangkutan. (4) Sanksi yang telah dijatuhkan bersifat final dan mengikat. |
BAB IX ATURAN TAMBAHAN |
Pasal 33 Pembubaran FITRA |
(1) FITRA hanya dapat dibubarkan di dalam Musyawarah Nasional atau Musyawarah Nasional Luar Biasa. (2) Pembubaran organisasi FITRA dapat dibahas bila diajukan oleh 2/3 dari Anggota FITRA. (3) Keputusan pembubaran dianggap sah bila disetujui oleh 2/3 dari Anggota FITRA |
Pasal 34 Perubahan Statuta |
(1) Perubahan Statuta dapat dilakukan di dalam Musyawarah Nasional atau Musyawarah Nasional Luar Biasa yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah anggota. (2) Perubahan Statuta dinyatakan sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah anggota yang hadir |
Pasal 35 Kekayaan FITRA |
(1) Jika dibubarkan, maka segala bentuk kekayaan milik FITRA dilimpahkan kepada lembaga atau forum non-profit yang sesuai dengan visi dan misi gerakan sosial FITRA. (2) Penetapan lembaga penerima kekayaan milik FITRA, dan perhitungan aset FITRA ditentukan oleh tim yang dibentuk oleh Munas atau Munaslub yang membahas tentang pembubaran FITRA |
|
BAB X PERATURAN PERALIHAN Pasal 36 |
(1) Hal-hal yang belum diatur di dalam Statuta akan dituangkan di dalam Peraturan Pelaksanaan Statuta (PPS). (2) PPS yang ditetapkan dan disahkan oleh Pernas adalah bagian tak terpisahkan dari Statuta. (3) Dalam hal Penyusunan Peraturan Pelaksanaan Statuta (PPS) harus diatur secara konsultatif antara Sekretaris Nasional, Dewan Nasional dan Anggota Simpul Jaringan. (4) Statuta ini ditetapkan pada Pertemuan Nasional di Samarinda, pada tanggal 14 Januari 2017 dan mulai berlaku sejak ditetapkan.
|
Ditetapkan di Samarinda Tanggal 14 Januari 2017 Pukul 12.41 WITA |