Anggaran diakui sebagai salah satu instrumen dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Baik laki-laki maupun perempuan dan tanpa terkecuali. Namun demikian, eksistensi anggaran tersebut belum sepenuhnya netral gender. Masih terdapat ketimpangan program dan kegiatan yang mengakibatkan perbedaan dampak yang diterima oleh masyarakat. Seharusnya dampak sebuah program tidak ansich bagi laki-laki. Agar perempuan tidak mengalami ketertinggalan.
Hal ini melatarbelakangi gerakan advokasi gender budget di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan Kota Palu, Sulawesi Tengah. Tujuannya adalah agar penyusunan dan penganggaran APBD di dua wilayah tersebut memperhatikan kepentingan perempuan, atau dengan kata lain anggaran yang responsif gender.
Buku ini memang tidak mengulas secara mendalam kenapa menjadikan dua wilayah tersebut sebagai wilayah advokasi. Mungkin karena penulis menyesuaikan dengan tema bukunya, yaitu studi dampak advokasi anggaran yang responsif gender. Atau, penulis memang ingin mengajak para pembaca untuk langsung masuk dan mengetahui berbagai dampak advokasi yang telah dilaksanakan.
Secara umum, buku yang terdiri dari dua bagian ini mencoba untuk mendokumentasikan gerakan advokasi anggaran responsif gender di dua wilayah tersebut. Bagian pertama buku ini menceritakan gerakan advokasi di Kabupaten Polewali Mandar, sementara di bagian kedua Kota Palu yang dijadikan objek pembahasan.
Dengan sistematika bahasan yang tidak berbeda, penulis menginformasikan potret dua wilayah tersebut. Kemudian, penulis menceritakan bagaimana Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) di Kabupaten Polewali Mandar, dan Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) di Kota Palu bergerak secara massif mengintervensi anggaran responsif gender. Di bagian ini pembaca akan mengetahui strategi-strategi advokasi yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut serta tantangan yang mereka hadapi.
Setelah melewati dua uraian tersebut, di bagian selanjutnya penulis baru mengemukakan dampak-dampak advokasi anggaran responsif gender di keduanya. Pembaca disajikan informasi perubahan kebijakan dan mekanisme penyusunan anggaran.
Secara garis besar, perubahan yang terjadi di dua daerah tersebut dapat dikategorikan menjadi dua point penting. Pertama, perubahan di ranah penyusunan dan kebijakan anggaran. Dan kedua, perubahan di ranah partisipasi masyarakat.
Di ranah penyusunan dan kebijakan anggaran, pemerintah dua daerah tersebut telah menaikan alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan, bahkan meniadakan biaya pelayanan kesehatan yang selama ini menjadi paranoid masyarakat miskin. Sementara di ranah di ranah partisipasi masyarakat terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Masyarakat, khususnya kaum perempuan lebih ”agresif” mengikuti forum Musrebang dan berani menyampaikan aspirasi untuk kaum hawa. Selain itu, masih banyak lagi perubahan yang diungkap dalm buku ini.
Pembaca tidak akan merasakan bad mood saat membaca buku ini. Selain penggunaan bahasa yang sangat simpel, layout buku yang penuh warna juga menjamin mata pembaca tidak akan lelah. Meskipun sesekali disuguhkan beberapa grafik angka-angka. (m.m)
”Dengan Adanya Buku ini kami berharapkan dapat menjadi stimulus setiap elemen yang peduli terhadap kerja-kerja advokasi anggaran responsif gender”
(Hana A. Satriyo, Direktur Program Gender dan Partisipasi Perempuan TAF)