Attorney-General’s Expensive Information Management System Yields Dearth of Information on Cases
The Attorney-General’s Department has an information management system known as SIMKARI—short for Information Management System of the Indonesian Attorney-General’s Department. It has been under development since the 1990s and now includes an online information service for the general public. It was the Department’s hope that online information provided via SIMKARI would: (1) be a comprehensive database on cases; (2) streamline administrative procedures around cases; (3) facilitate monitoring of case evolution, oversight and handling; (4) enhance transparency and accountability of case management; (5) help case controllers to plan their work and to take decisions more quickly and effectively; and (6) enable the public, if they wished, to more easily monitor case developments.
For SIMKARI’s settling in period it was decided to have pilot projects in provincial Attorney-General’s offices in North Sumatera, East Java, West Java, Special District of Jakarta, South Sulawesi, East Kalimantan, Riau, South Kalimantan, East Nusa Tenggara and South Sumatera. When Presidential decision No. 26/2010 on details of central government budgets for 2011 appeared, the Attorney-General’s Department was very much to the fore in terms of funding for computer hardware and operational support costs for SIMKARI. In fact Rp 8.4 billion was budgeted for such hardware in 2011 with a further Rp 5.3 billion in the pipeline for both the 2012 and 2013 budget years. Meanwhile SIMKARI’s operational support costs were Rp 28 billion in 2011 and will increase to Rp. 42 billion in 2012. A further Rp. 44.9 is earmarked to be spent on those costs in 2013.
All this leads Seknas FITRA to make the following observations:
- To see how SIMKARI has progressed up to now, log on to http://www.kejaksaan.go.id. It is evident that SIMKARI is not yet perfect. Thus, despite SIMKARI’s existence and the fact that people can lodge online complaints to the Attorney-General’s Department, no information on Departmental follow up action on complaints is available on SIMKARI. This is a very disappointing situation.
- Furthermore, in regard to public access to information on cases available via the online service, it is interesting to look at details of listings for the 10 provincial Attorney-General’s offices in the table below:
No | Provincial Office | No of General Cases | No of Special Cases |
1 | North Sumatera |
1 050 |
21 |
2 | East Java |
9 |
15 |
3 | West Java |
1 724 |
72 |
4 | Special District of Jakarta |
1 763 |
32 |
5 | South Sulawesi |
742 |
53 |
6 | East Kalimantan |
824 |
67 |
7 | Riau |
2 520 |
67 |
8 | South Kalimantan |
547 |
77 |
9 | East Nusa Tenggara |
278 |
26 |
10 | South Sumatera |
1591 |
33 |
Source: Data from websites of 10 provincial A-G’s offices, processed by Seknas FITRA.
- Most of the cases publicized online by the 10 provincial offices date back to 2009 or 2010. For example, of 26 special cases publicized by the East Nusa Tenggara office, only 5 occurred in 2011—the other 21 dated back to 2010 or 2009. Similarly, the South Kalimantan office published details of 77 special cases. But only 5 of them were 2011 cases. Thus the online information system is not up to date and mostly contains yesterday’s news. And the money spent on the system is largely a waste, because people wishing to obtain information on particular cases still have to go to an Attorney-General’s office to get it. This disadvantages people because it involves costs beyond the travel expenses involved. Those costs arise because “people” inside the offices treat the information they hold as a commodity—an item with a price—and thus people wanting it have to bargain to get it.
- It follows that the SIMKARI system, which costs an enormous amount to run each year, is not yet working as it should and is offering a minimal return in terms of service to the public.
The situation outlined above leads us to ask Standing Committee III of the House of Representatives (DPR) to take charge of efforts to speed up the full establishment of SIMKARI which up to now has developed extremely slowly. SIMKARI’s slow development could be a serious obstacle to bureaucratic reform within the Attorney-General’s Department—despite the very large amounts of State funding the Department is receiving to implement a reform program. As can be seen in the table below, apart from funding for supply of computer hardware and operational costs of SIMKARI, the Attorney-General’s Department is also being provided with funding for the purchase of detention vehicles, operational vehicles and ambulances.
No |
Item |
2011 |
2012 |
2013 |
1 | SIMKARI operational support |
28 743 178 000 |
42 674 397 000 |
44 935 775 000 |
2 | Supply of SIMKARI hardware |
8 422 850 000 |
5 355 225 000 |
5 355 225 000 |
3 | Supply of detention vehicles |
26 439 600 000 |
27 784 036 000 |
292 563 532 000 |
4 | Supply of operational vehicles |
6 310 600 000 |
|
|
5 | Supply of ambulances |
250 000 000 |
|
|
Source: Data from attachments 4d_0060101_005016 and 4d_0060102_005016 of Presidential decision No 26/2010 on details of central government budgets for 2011, processed by Seknas FITRTA Seknas FITRA
Uchok Sky Khadafi
Coordinator of Investigations and Advocacy
Seknas FITRA, Jakarta, 13 November 2011
Kejaksaaan Agung mempunyai sistem informasi yang dikenal dengan SIMKARI (Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan RI). SIMKARI dikembangkan dimulai sejak tahun 1990an. Dan, saat ini simkari ini diwujudkan dalan sistem Informasi (on line)untuk pelayanan publik. Dengan keberadaan sistem informasi (on line) ini, kejaksaan agung mengharapkan 1). Data perkara yang lengkap dan komprehensif dapat tersedia; 2). Proses administrasi perkara dapat dilaksanakan dengan lebih tertib; 3). Mempermudah proses monitoring status perkembangan perkara serta pengawasan atas penanganan perkara; 4). Transparansi lebih meningkat dan akuntabilitas penanganan perkara lebih terjamin; 5). Perencanaan kerja dan proses pengambilan keputusan para pimpinan dapat dilakukan dengan cepat, efektif dan efisien; dan 6). Jika diinginkan, masyarakat juga dapat memantau perkembangan perkara dengan lebih mudah
Selanjutnya, Untuk penerapan SIMKARI ini, ada Sepuluh Kejaksaan Tinggi yang ditetapkan sebagai lokasi pilot project adalah sebagai berikut : Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan. Kemudian, dalam keppres No.26 Tahun 2010 tentang Rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat tahun 2011, Kejaksaan agung “tak tangung-tangung” mempunyai alokasi anggaran untuk pengadaan perangkat keras Simkari, dan penunjang operasional Simkari.
Adapun anggaran kejaksaan agung pada tahun 2011 untuk pengadaan perangkat keras Simkari dialokasi anggaaran sebesar Rp. 8.4 milyar; pada anggaran tahun 2012 pengadaan perangkat keras simkari sebesar Rp.5.3 milyar; dan pada anggaran tahun 2013, pengadaan perangkat keras simkari sebesar Rp.5.3 milyar. sedangkan penunjang operasional simkari pada anggaran tahun 2011 sebesar Rp.28 milyar, pada anggaran tahun 2012 sebesar Rp.42 milyar, dan pada anggaran tahun 2013, dialokasi anggaran penunjang operasional simkari sebesar Rp.44.9 milyar. Dari penjelasan ini, kami dari seknas FITRA mempunyai beberapa catatan sebegai berikut:
- Kalau ingin melihat perkembangan simkari untuk saat in,tentu harus buka http://www.kejaksaan.go.id dalam sistem informasi (on line) kejaksaan agung ini ternyata belum begitu sempurna. Dimana, walaupun ada simkari, publik memang bisa melakukan pengaduan langsung melalui web site kejaksaan agung. Tetapi, hasil pengaduan dari publik kepada web site atau sistem informasi (on line) tidak ada laporan tindak lanjut dari kejaksaan agung. Ini sangat mengecewakan.
- Selain itu, publik juga bisa melihat atau mengakses “informasi perkara” dalam sistem informasi on line kejaksaan. Kalau melihat dari lokasi pilot project sistem informasi on line kejaksaan seperti Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, Maka bisa dijelaskan jumlah perkara yang dipublikasi dengan tabel berikut:
No | Kejati | Pidana Umum | Pidana Khusus |
1 | Sumut | 1050 Kasus | 21 Kasus |
2 | Jatim | 9 Kasus | 15 Kasus |
3 | Jabar | 1724 Kasus | 72 Kasus |
4 | DKI Jakarta | 1763 Kasus | 32 Kasus |
5 | Sulsel | 742 Kasus | 53 Kasus |
6 | Kaltim | 824 Kasus | 67 Kasus |
7 | Riau | 2520 Kasus | 67 Kasus |
8 | Kalsel | 547 Kasus | 77 Kasus |
9 | NTT | 278 Kasus | 26 Kasus |
10 | sumsel | 1591 Kasus | 33 Kasus |
Sumber seknas FITRA diolah dari web site 10 kejati.
- Selanjutnya, dari kasus-kasus yang dipublikasi oleh kejaksaan ini kebanyakan kasus tahun 2009 dan 2010 saja. Contohnya, kajati NTT, kasus pidana khusus yang dipublikasi sebanyak 26 kasus, dan untuk kasus tahun 2011 hanya 5 kasus saja, dan selebihnya, 21 kasus dipublikasi di NTT hanya sekitar tahun 2009 dan 2010. Begitu juga, dgn kejati kalimantan selatan, kasus untuk pidana khusus yang dipublikasi hanya 77 kasus, dan hanya sebanyak 5 kasus untuk tahun 2011 yang dipublikasi. Dengan demikian, sistem on line kejaksaan ini tidak up date alias “jadul”, dan alokasi anggaran untuk sistem on line hanya pemborosan anggaran, dan tetap saja publik kalau mau melihat info perkara harus ke kantor kejaksaan. Akibatnya, publik sangat dirugikan dan harus mengeluarkan “biaya tambahan” kalau ingin mendapat sebuah informasi perkara ke kantor kejaksaan. Hal ini disebabkan,informasi ini sudah menjadi komoditi yang “diperjual-belikan” oleh “orang-orang” kejaksaan kepada orang-orang yang membutuhkannya.
- Dengan demikian, belum sempurna sistem on line kejaksaan ini mengakibatkan anggaran untuk web siten atau simkari ini setiap tahun sangat mahal sekali, dan efeknya untuk meningkatkan pelayanan kepada publik minim sekali.
Dari persoalan diatas, kami minta kepada komisi III agar mengawasi dan mendorong mempercepat proses penerapan sistem informasi on line yang saat ini berjalan sangat lambat sekali. Dan hal ini bisa sangat menghambat reformasi birokrasi di kejaksaan. Padahal anggaran untuk reformasi birokrasi yang disediakan oleh negara untuk kejaksaan ini sangat besar. Lihat saja,selain anggaran penunjang operasional, dan pengadaan perankat keras simkari, kejaksaan agung juga memperoleh anggaran pengadaan kenderaan tahanan pada anggaran tahun 2011 sebesar Rp.26 milyar, pada anggaran tahun 2012 sebesar Rp.27 milyar, dan pada anggaran tahun 2013 sebesar Rp.292 milyar. dan juga pengadaan kendaraan operasional pada anggaran tahun 2011 sebesar Rp.6.3 milyar, dan pangadaan ambulance kejaksaan pada anggaran tahun 2011 sebesar Rp.250 juta. Dan bisa dilahat dari tabel dibawah ini:
No |
Uraian |
2011 |
2012 |
2013 |
1 | Penunjang Operasional SIMKARI |
28.743.178.000 |
42.674.397.000 |
44.935.775.000 |
2 | Pengadaan Perangkat Keras Simkari |
8.422.850.000 |
5.355.225.000 |
5.355.225.000 |
3 | Pengadaan Kendaraan Tahanan |
26.439.600.000 |
27.784.036.000 |
292.563.532.000 |
4 | Pengadaan Kendaraan Operasional |
6.310.600.000 |
||
5 | Pengadaan Ambulance Kejaksaan |
250.000.000 |
Sumber Seknas FITRA diolah dari Kepres 26 tahun 2010 tentang rincian Anggaran Belanja pemerintah Pusat Tahun anggaran 2011, Lampiran 4d_0060101_005016 dan 4d_0060102_005016
Uchok Sky Khadafi
Kordinator Invesigasi dan Advokasi FITRA