Skip to main content

Oleh: Yenti Nurhidayat dan Rizka Fitriyani

Pembangunan Inklusif disabilitas merupakan sebuah langkah untuk menjamin seluruh kelompok masyarakat, khususnya Penyandang Disabilitas, dapat terlibat dalam seluruh proses pembangunan, baik pada proses perencanaan pembangunan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, maupun evaluasi pembangunan yang bertujuan untuk mencapai masyarakat inklusif yang dapat mengakomodasi perbedaan dan menghargai keberagaman masyarakat.

Akan tetapi, pada kenyataannya peran penyandang disabilitas di dalam masyarakat masih terstigma, masih terpinggirkan dan belum sepenuhnya dilihat sebagai individu yang memiliki hak yang sama untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan. Stigma dan diskriminasi menjadi penghambat utama yang meminggirkan para penyandang disabilitas dari peran-peran sosial. Berikut adalah beberapa catatan FITRA atas implementasi kebijakan dan anggaran untuk disabilitas pasca disahkannya UU Disabilitas tahun 2016.

Kebijakan anggaran untuk disabilitas masih memakai paradigma charity-base. Paradigma charity base ini kemudian menyebabkan struktur anggaran disabilitas masih didominasi oleh program dan kegiatan yang bersifat bantuan sosial.

Sumber : Pepres APBN 2018 – 2020 Perubahan, diolah oleh FITRA

Alokasi anggaran terbesar untuk disabilitas terdapat di Kementrian Sosial terutama untuk kegiatan rehabilitasi sosial.  Alokasi anggaran ini cenderung menurun setiap tahun. Hal ini tentu menjadi pertanyaan mengenai keseriusan pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang inklusi bagi  penyandang disabiltas.

Hingga saat ini penyandang disabilitas kerap mengalami hambatan dalam memperoleh kesempatan bekerja, serta mengalami perlakuan yang berbeda dari para pemberi kerja.

Sumber : BPS, Indikator Kesejahteraan Rakyat 2020, diolah oleh FITRA

Data BPS menunjukkan terjadi ketimpangan yang cukup besar antara pekerja penyandang disabilitas dengan pekerja nondisabilitas. Dalam kurun waktu 2016 – 2019 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penyandang disabilitas semakin menurun dan hal ini menjelaskan kondisi dan  kesulitan bagi para penyandang disabilitas untuk mengakses dunia kerja.

Tak hanya itu, TAPK bagi para penyandang disabilitas perempuan jauh lebih rendah dibandingkan laki – laki. Pada tahun 2019, TPAK bagi penyandang disabilitas perempuan hanya sebesar 33,96 persen, dan TPAK bagi penyandang disabilitas laki-laki sebesar 60,06 persen.[1]

Sebanyak 1,37 Juta orang atau sekitar 72% penyandang disabilitas bekerja pada sektor informal. Kondisi ini menyebabkan tingkat kerentanan sosial dan ekonomi yang sangat tinggi bagi para penyandang disabilitas. Persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan persentase masyarakat non-disabilitas yang bekerja di sektor informal.

Sumber: Bappenas, 2020

Selain itu, penyandang disabilitas juga mengalami diskriminasi dalam pengupahan. Keterbatasan ruang bekerja bagi disabilitas  sangat berpengaruh terhadap kesempatan pemenuhan hak lainnya bagi penyandang disabilitas, seperti hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, dll.

Rekomendasi

Empat tahun sejak Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas disahkan, beberapa regulasi turunan telah pula dikeluarkan untuk memastikan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas melalui konsep pembangunan inklusif disabilitas. Untuk menjadikan inklusif disabilitas ini dapat menjadi mainstreaming dalam pembangunan, maka tidak cukup hanya komitmen semata. beberapa rekomendasi sebagai prasyarat yang harus penuhi oleh pemerintah, antara lain:

  1. Regulasi yang mendukung, berkeadilan dengan melibatan partisipasi aktif para penyandang disabilitas (perempuan dan laki-laki) dalam proses penyusunannya;
  2. Perbaikan sistem data kependudukan secara umum, dan data disabilitas secara khusus;
  3. Ketersediaan anggaran yang cukup dengan perubahan paradigma charity base menjadi human right base di semua sektor, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ekonomi, sosial, dan politik ;
  4. Penguatan kapasitas dan persfektif aparatur dalam memahami isu-isu dan persoalan disabilitas.

Paling tidak, beberapa prasyarat ini akan membantu memastikan tidak ada satu orangpun yang ditinggalkan dalam pembangunan.

Selamat Hari Disabilitas Internasional


[1] Sumber :  badan pusat statistik, indikator kesejahteraan rakyat 2020, 2020