Skip to main content

esentralisasi kekuasaan berupaya mewujudkan pembagian kewe-nangan agar tercapai penyelenggaraaan pemerintahan dengan mendekatkan layanan dasar publik kepada mayarakat.  Desentralisasi kekuasaan ini juga diikuti dengan regulasi yang mengatur fiskal dalam skema dana perimbangan pusat-daerah sehingga pembiayaan dan sumber pendanaan yang sebagian besar diperoleh dari Pemerintah Pusat dilimpahkan untuk dikelola Pemerintah Daerah sesuai kebutuhan dan kecukupan di daerah.  Namun, implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia hingga saat ini belum sepenuhnya memberikan insentif daerah dalam menyelesaikan persoalan pembangunan daerah yang berdampak pembangunan skala nasional.

Desentralisasi fiskal di Indonesia dikenal dengan skema Dana Perimbangan, yang terdiri dari Dana Alokasi Umum , Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus.  Tiga jenis dana perimbangan tersebut memiliki fungsi berbeda.  

Dana alokasi umum memiliki peran untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar daerah. Rata-rata pemerintah daerah mengalokasikan Dana Alokasi Umum mutlak untuk belanja rutin aparatur, dimana hampir 50-80 % digunakan untuk gaji pegawai (PNS) daerah.

Dana bagi hasil (DBH) merupakan dana perimbangan yang bernilai strategis bagi keuangan/ APBD daerah yang memiliki sumber penerimaan pemerintah pusat didaerah tersebut. DBH  meliputi pajak penghasilan perseorangan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan, Bea perolehan hak atas Tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam seperti gas, minyak bumi, kehutanan dan lain-lain. Perolehan bagian dana bagi hasil untuk pemerintah daerah telah ditetapkan besarannya berdasarkan rumus dan prosentase tertentu berdasarkan Undang-undang.

Dana Alokasi Khusus sebaaimana Undang-Undang nomor 25 Tahun 1999 tentang dana Perimbangan. UU ini menyebutkan bahwa DAK dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dimaksudkan untuk membuat mekanisme pemerataan yang lebih komprehensif. UU dana perimbangan ini diubah pada tahun 2004 dengan UU No. 33 Tahun 2004 yang efektif dilaksanakan pada tahun 2005.
Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis[1]. Kriteria umum ditetapkan dengan rumus tertentu berdasarkan kemampuan keuangan daerah melalui penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil. Kemampuan keuangan daerah diatas dihitung melalui indeks fiskal netto dan Pemerintahan Daerah yang memenuhi kriteria umum merupakan daerah dengan indeks fiskal netto tertentu yang ditetapkan setiap tahun [2]. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perun-dang-undangan dan karakteristik daerah. Karakteristik daerah dalam hal ini adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah terting-gal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan [3]. Sedangkan kriteria teknis yang dimaksud adalah standar kualitas /kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi indikator dalam perhitungan teknis. Daerah-daerah yang menerima DAK wajib menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10 % (sepuluh persen) dari total penerimaan DAK.

Namun terdapat pengecualian dana pendampingan bagi daerah yang memiliki kemampuan fiskal tertentu tidak wajib menyediakan dana pendamping, yaitu daerah yang selisih antara penerimaan umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif. [4]

DAK mendanai kegiatan khusus sesuai prioritas nasional di daerah. Bidang prioritas yang didanai DAK dari 8 bidang (2005) yaitu; pendidikan, kesehatan, jalan, irigasi, prasarana pemerintahan, kelautan dan perikanan, air bersih, dan pertanian. Pada tahun 2012 menjadi 19 bidang yaitu; pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, infrastrukur sanitasi, prasarana pemerintah, perikanan dan kelautan, pertanian, lingkungan hidup, keluarga berencana, kehutanan, perdagangan, sarana dan prasarana daerah tertinggal, listrik pedesaan, perumahan dan permukiman, transportasi perdesaan, sarana dan prasarana kawasan perbatasan dan keselamatan transportasi darat.


[1] Pasal 40 ayat 1 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Dana Perimbangan.

[2] Pasal 55 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang dana perimbangan.

[3] Penjelasan pasal 40 ayat 3 Undang-undangn Nomor 33 Tahun 2004 tentant dana perimbangan.

[4] Pasal 41 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Dana Perimbangan.