TEMPO Interaktif, Jakarta-LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menduga adanya penggelembungan dalam alokasi anggaran kartu tanda penduduk elektronik sebesar Rp 842,2 miliar untuk enam wilayah uji petik. Dalam siaran tertulisnya, FITRA menyatakan nilai mark up data diduga mencapai Rp.122.2 miliar. FITRA juga menduga Direktorat Jenderal Administrasi dan Kependudukan Kementerian Dalam Negeri tidak transparan dalam proyek tendernya.
Dalam investigasi yang dilakukan FITRA di daerah, ditemukan beberapa indikasi kecurangan dan pemborosan. “Dari pemantauan seketaris nasional FITRA di lapangan, banyak pengusaha atau perusahaan yang mengeluh karena dimintai komisi 20-25 persen, bila ingin menang dalam tender tersebut,” kata Koordinator Investigasi dan Advokasi Sekretariat Nasional FITRA Uchok Sky Khadafi.
Selain itu alokasi anggaran pembuatan E-KTP untuk 2010 sebesar Rp 842.2 Miliar dinilai terlalu boros. Padahal menurut perhitungan FITRA, harga dasar fisik pembuatan E-KTP mencapai Rp 20.000 per lembar. Setelah melalui proses cetak, maka harganya menjadi Rp 60.000.
Jika dihitung, satu daerah penduduknya diperkirakan 2 Juta jiwa, maka untuk 6 kota penduduknya menjadi 12 Juta jiwa. Jadi, biaya untuk 12 Juta jiwa seharusnya mencapai Rp 720 Miliar.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Komisi II DPR untuk mengawasi proyek ini dan menolak tambahan anggaran sebesar Rp 358 Miliar dalam APBN 2010. Sebelumnya, anggarannya hanya mencapai 484,2 Miliar saja.
Terakhir, FITRA meminta Komisi II memanggil Kementerian Dalam Negeri. Dalam hal ini yang dimaksud adalah Ditjen Administrasi dan Kependudukan untuk menjelaskan hal ini. Mereka juga meminta Kementerian Dalam Negeri dan Ditjen Administrasi Kependudukan, terbuka dalam tender proyek Pengadaan E-KTP
Sumber: http://tempointeraktif.com/