Tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah dengan mendekatkan pelayanan publik di daerah. Perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan konsekuensi dari desentralisasi penyerahan urusan pusat dan daerah. Prinsip money follow function yang bermakna pendanaan harus mengikuti pembagian urusan dan tanggung jawab dari masing-masing tingkat Pemerintahan. Pasca satu dasawarsa diberlakukan, paket UU otonomi daerah telah mengalami dua kali revisi.
Namun masih menjadi pertanyaan besar, apakah kebijakan perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah terkini, sudah dilakukan secara proporsional, adil, demokratis dan sesuai dengan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah?. Dalam kerangka revisi UU perimbangan keuangan Seknas FITRA melakukan riset yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan revisi UU tersebut,
Hasil riset menemukan, jenis dana perimbangan semakin banyak berkembang, di luar yang diatur dalam UU perimbangan dan berpotensi merusak sistem dana perimbangan. Dari hanya 3 jenis dana perimbangan dalam komponen dana penyesuaian pada tahun 2009, berkembang menjadi 7 jenis pada tahun 2011. Salah satu kasus yang masih hangat adalah dana penyesuaian infrasturktur, yang sarat dengan kepentingan politik dan membuka ruang praktek mafia anggaran. Bahkan terdapat 10 bidang yang sama pada dana penyesuaian juga dialokasikan pada DAK.
Skema dana perimbangan saat ini, justru memberikan insentif terhadap inefisiensi terhadap belanja pegawai dan terjadinya pemekaran daerah. Pada APBD 2011 misalnya, terdapat separuh lebih daerah (297 Kab/Kota) yang memiliki belanja pegawai di atas 50%. DAU yang sejatinya diberikan keluasaan bagi daerah mengalokasikan sesuai kebutuhan daerah, habis terserap untuk pegawai. Hal ini disebabkan formula DAU yang menjadikan belanja pegawai sebagai Alokasi Dana Dasar, termasuk menanggung belanja pegawai daerah hasil pemekaran. Pada sisi lain, besaran alokasi DAU yang seharusnya diterima daerah, selalu kurang dari yang dimandatkan UU, karena semakin banyaknya faktor pengurang dalam menentukan DAU. Tercatat, Rp.52,2 trilyun selisih DAU pada tahun 2011 seharusnya diterima oleh daerah.
Dari hasil riset FITRA, beberapa perbaikan yang perlu dilakukan dalam UU ini diantaranya; Dana Perimbangan harus sejalan dengan urusan yang didesentralisasikan. Formula dana perimbangan juga harus transparan, akuntabel dan sederhana. Seluruh data yang dipergunakan dalam formula dana perimbangan harus dapat diakses publik, disimulasikan dan mudah dipahami. Harus juga disediakan mekanisme komplain apabila dana perimbangan yang dikucurkan tidak sesuai diterima. Dana perimbangan juga harus mendorong terjadinya efisiensi dan efektifitas alokasi anggaran untuk pelayanan publik yang optimal
Penyusun:
Yuna Farhan, Yenny Sucipto, Uchok Sky Khadafi, Lukman Hakim, Eva Mulyanti, Hadi Prayitno
Peneliti:
Sigid Widagdo (Kab. Musi Banyuasin), Sabiq Al-Fauzi (Kab. Cilacap), Carolus Tuah (Kota Samarinda), Safriatna Ach (Kab. Dompu), Zulkifli (Nasional)
Data Analisis:
Ahcmad Taufik, Horst Posselt
Dukungan:
Yayasan TIFA