Skip to main content

Kasus COVID-19 yang merebak sejak bulan Maret 2020 di Indonesia, kian hari semakin bertambah dan belum memperlihatkan kurva melandai. Hingga 12 Januari 2021, akumulasi kasus positif COVID-19 sudah mencapai 846.765 orang, dengan kasus aktif yang tercatat mencapai 126.313 (14,9%) dari pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19. Selain itu, tercatat kasus sembuh 698.807 (82,2%), dan kasus meninggal akibat COVID-19 mencapai 24.645 (3%).
Semakin bertambahnya kasus positif COVID-19 di Indonesia, sedikit menggambarkan bahwa penyebaran COVID-19 di Indonesia semakin tidak terkendali. Bahkan, per tanggal 11 januari 2021, persentase positivity rate atau rasio positif kasus covid-tercatat sebesar 31,1 persen atau lebih enam kali lipat standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

WHO menetapkan ambang batas positivity rate secara global yakni 5 persen. Positivity rate berguna untuk mengukur sejauh mana sebaran atau penularan COVID-19 di sebuah daerah berdasarkan pemeriksaan. Angka positivity rate yang tinggi menunjukkan semakin banyak pula potensi penularan yang mungkin terjadi.

Tak dipungkiri, pandemi Covid-19 meng-akibatkan efek domino multisektoral khususnya pada sektor kesehatan, social, dan ekonomi. Penyebaran COVID-19 yang sangat masif mendorong pemerintah untuk melakukan pembatasan social, khususnya membatasi kegiatan ekonomi tatap muka. Hal tersebut mengakibatkan melemahnya aktivitas ekonomi yang berimbas pada menurunnya pendapatan masyarakat, meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan di masyarakat hingga menyebabkan diubahnya arah pembangunan di tingkat pusat maupun daerah.

Guna merespon hal tersebut, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan, diawali dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 tahun 2020 yang pada akhirnya ditetapkan sebagai UU No. 2 tahun 2020, serta beberapa kebijakan lanjutan yang mengatur tentang kebijakan fiskal dan mekanisme penganggaran untuk penanganan COVID-19 baik di tingkat pusat, Provinsi, Kabupaten/kota, bahkan sampai tingkat desa. Kebijakan tersebut meliputi mekanisme penggunaan dana transfer kepada daerah, refocusing dan realokasi anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, realokasi Dana Desa untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta terkait kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan.

Kebijakan anggaran untuk penanganan COVID-19 di daerah diawali dengan diterbitkannya:

• Keputusan Menteri Keuangan No. 6/KMK.7/2020
• Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2020,
• Peraturan Menteri Keuangan No. 19/PMK.7/2020
• Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
• Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2020,
• Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri No. 119/2813/SJ
• Menteri Keuangan No. 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020

Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), Serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat Dan Perekonomian Nasional.

Pandemi COVID-19, memang menguji kesiapan dan ketahanan negara dalam menghadapi bencana non alam di berbagai cakupan dan sektor. Selain menguji system kesehatan, system perlindungan social, dan ketahanan ekonomi, pandemic COVID-19 juga menguji konsistensi negara untuk tetap mengelola anggarannya secara transparan dan akuntabel pada saat menghadapi pandemic, dan hal ini lah yang lebih lanjut coba dilihat melalui kajian ini.