Oleh Badiul Hadi
Itulah yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta pada 15 Mei 2020. Pernyataan presiden mengisyaratkan bahwa masyarakat harus bisa menerima kenyataan bahwa corona ada disekitar mereka, seperti halnya penyakit lainnya. Lebih lugasnya masyarakat harus siap hidup berdampingan dengan corona sampai waktu yang tidak ditentukan, setidaknya sampai vaksin virus ditemukan. Masyarakat harus berdamai dengan corona agar tetap bertahan hidup, dengan memegang teguh protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Keteraturan dalam melaksanakan protokol kesehatan selama lebih dari dua bulan terakhir harus menjadi budaya hidup baru seluruh masyarakat. hidup yang mengedepankan kebersihan, kewaspadaan, dan saling jaga.
Meski demikian, wacana New Normal munculkan banyak tafsir. Sebagian orang berpandangan new normal bentuk kekalahan pemerintah dalam perang melawan corona, lebih dari itu new normal dianggap sebagai kegagalan pemerintah menyelamatkan negara dari corona. Sebagian lain beranggapan new normal merupakan kebijakan yang bisa diambil pemerintah untuk menyelamatkan negara dari dampak lebih parah pagebluk corona, utamanya penyelamatan dari sisi ekonomi. Banyak usaha gulung tikar, pengangguran bertambah karena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan kemiskinan baru ditengah masyarakat. Sederat persoalan itu menjadi alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan new normal . Terpenting, pemerintah harus memberikan pengetahuan dan pemahaman yang baik kepada masyarakat tentang new normal agar tidak menjadi masalah baru ditengah kepelikan hidup.
Jika menilik kebelakang tidak hanya new normal , sejak awal kebijakan pemerintah dalam penanganan pagebluk corona menimbulkan ketidakpastian. Taruhlah pada saat penetapan status kedaruratan, pemerintah seolah kehilangan arah dalam pengabilan kebijakan apakah lockdown atau pembatasan sosial bersekala besar (PSBB) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Tidak cukup itu, pemerintah mewacanakan darurat sipil yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Sontak kebijakan ini menuai pro kontra masyarakat. Dalam waktu bersamaan pemerintah dianggap lamban dalam menyikapi corona, ditambah dengan pernyataan para Menteri yang aneh-aneh, mislanya corona tidak akan masuk Indonesia karena sulitnya perizinan.
Ketegasan dan kejelasn pemerintah dalam pengambilan keputusan bisa menghadirkan keyakinan dan ketenangan masyarakat ditengah situasi serba tidak pasti. Pemerintah harus mengkoordinasikan kebijakan new normal kepada seluruh pembantunya agar tidak mengeluarkan pernyataan aneh-aneh, dan kepada seluruh kepala daerah agar tidak adalagi pernyataan disharmoni dari kepala daerah. Keberhasilan mengkoorinasikan kebijakan new normal dapat membantu keberhasilan implementasinya. Masyarakat akan mendukung kebijakan pemerintah, karena pada hakekatnya masyarakat Indonesia memiliki kepatuhan selama pemerintah mencontohkan hal yang baik. Keteladananan menjadi kunci keberhasilan kebijakan new normal
New Normal harus dibarengi dengan pembenahan pemerintahan terutama dilingkungan pembantu presiden yang kerap kali “blunder” membuat kesan buruknya kinerja pemerintah saat ini. Utamanya dalam pengambilan kebijakan penanganan pandemi. Diataranya kebijakan terkait pelaksanaan Pembatasan Sosial Bersekala Besar yang menjadi tanggungjawab Kementerian Kesehatan, jaring pengaman sosial seperti kartu pra kerja yang dikoordinasikan oleh kementerian koordinator perekonomian dan kementerian ketenagakerjaan, pembebasan bersyarat napi yang menjadi tanggungjawab kementerian hukum dan hak asasi manusia, pengelolaan anggaran negara yang menjadi tanggungjawab kementerian keuangan, termasuk kebijakan kementerian perhubungan tentang transportasi, dan masih banyaklainnya. Tidak maksimalnya performa para Menteri saat ini, menjadi keniscayaan bagi presiden untuk melakukan evaluasi kinerja para pembantunya. Satu semester berlalu, sekiranya bisa menjadi bahan evaluasi, jika perlu reshuffle.Hal ini untuk menjawab tantangan kedepan terutama pasca pagebluk corona.
Tantangan berat Indonesia adalah semakin masifnya persebaran corona dan pelambanan ekonomi. Terlebih pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 sebesar 2,97 persen, angka ini jauh dari perkiraan pemerintah yaitu sebesar 4,5 persen hingga 4,7 persen. Tantangan lain adalah meningkatnya angka pengangguran, saat ini pengangguran mencapai 6, 88 juta orang naik 60 ribu orang dari tahun 2019 sebanyak 6,82 juta orang. Indonesia juga dihadapkan pada peningkatan angka kemiskinan baru, diperkirakan angka kemiskinan Indonesia sebesar 12 persen atau sekitar 30 juta orang, angka ini mengalami kenaikan 5 juta orang dari tahun 2019 yang mencatat kemiskinan sebanyak 25 juta orang. Kebijakan penanganan kesehatan, revocusing anggaran, dan revitalisasi atau pemulihan ekonomi nasional (PEN) harus selaras dengan kebutuhan masyarakat agar semua kebijakan tepat sasaran.