Press Release
Indonesia’s 10 Potentially most Corrupt Public Institutions
President SBY has given a commitment to eradicate corruption from governments led by him. Unfortunately, this commitment has amounted to little more than a public show to enhance SBY’s popular image. Quite simply, SBY has failed to stop the hemorrhaging of the public purse resulting from irresponsible use of government funds by officials of ministries and agencies under his charge.
Analysis by the National Secretariat of the Indonesian Forum for Budget Transparency (Seknas FITRA) of national Audit Board reports on fiscal management in 83 ministries/agencies between 2008 and 2010 has identified potential losses to the public purse of Rp 16.4 trillion arising from a total of 5 870 cases of abuse. This situation has arisen because the ministries/agencies concerned have not yet rendered proper account of the funds in question by returning the assets and public money involved to State coffers.
These findings point to the existence of deviant fiscal practices within government ministries/agencies that have the potential to defraud the public purse—all on SBY’s watch. The SBY government does not have the political will to eradicate corruption of State budgets. Talk of doing so is just that: talk, aimed only at enhancing the public image of SBY as leader and as an individual.
According to FITRA’s ranking, the “top ten” potential defrauders of the public purse between 2008 and 2010 among the 83 ministries/agencies referred to above are:
Ranking |
Ministry/Agency |
Loss to State (Rp million) |
1 |
Attorney-General’s Department |
5 433 690 |
2 |
Ministry of Finance |
5 359 204 |
3 |
Ministry of Education and Culture |
3 335 643 |
4 |
Ministry of Health |
332 862 |
5 |
Ministry of Energy and Mineral Resources |
319 138 |
6 |
Ministry of Forestry |
163 506 |
7 |
Ministry of Social Affairs |
157 836 |
8 |
Ministry of Religion |
119 312 |
9 |
Ministry of Youth and Spor |
115 447 |
10 |
Ministry of Communication and Informatics |
102 481 |
Source: Summary of Semester Findings II (IHPS II), national Audit Board, processed by Seknas FITRA
To prevent the potential loss of Rp 16.4 trillion of the people’s money as a result of corrupt practices, Seknas FITRA urges that:
- President SBY should restore the integrity of State financial management plagued as it continues to be by numerous deviant management practices of public officials. The President should not just go on joy rides overseas. Rather, he should focus his attention on stopping the hemorrhaging of the public purse.
- Hemorrhaging of the public purse between 2008 and 2010 shows the lack of political will to eradicate corruption on the part of SBY’s government. Calls to eradicate corruption are just so much talk aimed simply at enhancing the public image of SBY’s government;
- The DPR should exercise its right to oversight budgetary expenditure of ministries/agencies so that it can reduce to a minimum the extent of potential losses to the public purse. The general public has been disappointed to see that, thus far, the DPR has used its budget oversight powers as a bargaining chip with the Executive to get its “share” of budget programs or funding. As a result, the DPR is basically “cashing in” its budget oversight powers in return for projects or budget money. The result: unavoidable hemorrhaging of the public purse.
Jakarta, 15 July 2012
Signed
Maulana
Director of Research, Seknas FITRA
0813 8282 8670
maulkhan@gmail.com / seknas_fitra@yahoo.com
Presiden SBY telah berkomitmen untuk memberantas korupsi dalam pemerintahan yang dipimpinnya. Sayangnya, komitmen itu hanya sebuah pemanis bibir untuk membangun pencitraan diri SBY di mata rakyatnya. Karena, kepemimpinan SBY gagal memusnahkan terjadinya kerugiankerugian anggaran negara akibat penggunaan anggaran APBN yang tidak bertanggungjawab oleh para pejabat-pejabat Kementerian/ Lembaga (K/L) yang dipimpin SBY. Analisis Seknas FITRA terhadap hasil pemeriksaan anggaran negara yang dilakukan oleh BPK RI terhadap pengelolaan anggaran di 83 K/L selama periode 2008 sampai 2010, menunjukan adanya anggaran negara sebesar 16,4 Triliun dengan 5.870 kasus yang berpotensi menjadi kerugian negara. Hal ini terjadi karena K/L tidak mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran negara tersebut sesuai dengan rekomendasi tindak lanjut BPK, yakni dengan mengembalikan aset dan uang negara ke kas negara. Temuan tersebut mengindikasikan adanya praktek penyimpangan anggaran, dan berpotensi adanya korupsi anggaran rakyat di lingkungan K/L selama masa kepemimpinan SBY. Pemerintahan SBY tidak memiliki “political will” memberantas korupsi anggaran rakyat. Pemberatasan korupsi anggaran rakyat hanya jargon untuk pencitraan kepemimpinan dan pribadi SBY semata…! Dari 83 K/L tersebut, Seknas FITRA merangking 10 K/L yang berpotensi paling korup dalam menggunakan anggaran tahun 2008-2010,
Yaitu: Rangking Kementerian/Lembaga Kerugian negara
- Kejaksaan Republik Indonesia 5.433.690
- Kementerian Keuangan 5.359.204
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 3.335.643
- Kementerian Kesehatan 332.862
- Kementerian ESDM 319.138
- Kementerian Kehutanan 163.506
- Kementerian Sosial 157.836
- Kementerian Agama 119.312
- Kementerian Pemuda dan Olahraga 115.447
- Kementerian Komunikasi dan Informatika 102.481
Sumber: IHPS II BPK, diolah Seknas FITRA (Dalam Juta Rupiah)
Untuk menyelamatkan 16,4 Triliun anggaran negara -yang dibayar oleh rakyat- dari potensi korupsi, maka Seknas FITRA menuntut :
- Presiden SBY untuk memperbaiki Keuangan negara yang masih banyak penyimpangan dalam pengelolaan oleh para pejabat publik. Jangan jalan-jalan Plesiran melulu ke luar negeri..! SBY harus lebih fokus memperbaiki banyaknya kebocoran uang negara..!
- Kebocoran uang negara pada tahun anggaran 2008, 2009, dan 2010, memperlihatkan tidak adanya “Polical Will” Pemerintah SBY dalam pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi hanya jargon untuk pencitraan Pemerintah SBY semata…!
- DPR menggunakan Hak Pengawasan mereka terhadap realisasi anggaran di kementerian/Lembaga negara, agar kebocoran anggaran bisa diminimalkan. Selama ini, Publik kecewa karena DPR menggunakan Hak pengawasannya sebagai barter DPR meminta “jatah” program atau anggaran kepada Eksekutif…! Sehingga fungsi “pengawasan” ditukar jadi materi atau anggaran yang berakibat kepada kebocoran anggaran yang tidak bisa dihindari.
Jakarta, 15 Juli 2012
Muhammad Maulana