Kita menyayangkan kebijakan anggaran pemerintah yang akan mengurangi jumlah Belanja Langsung terutama Belanja Modal pada RAPBD NTB 2013, karena pada saat yang bersamaan pemerintah memproyeksikan Pendapatan Daerah mengalami pertumbuhan 3 persen.Cara mudah untuk menilai sejauh mana komitmen dan keberpihakan pemerintah daerah kepada masyarakat banyak adalah dengan melihat porsi Belanja Modal yang dialokasikan setiap tahunnya. Belanja Modal adalah jenis belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan asset tetap lainnya.Tren pertumbuhan Belanja Modal setiap tahun cenderung mengalami penurunan yang signifikan sejak 2011, setelah sebelumnya mengalami tren positif hingga tiga digit pada tahun yang sama dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pada tahun 2011, pertumbuhan Belanja Modal sekitar 224%, dan mengalami penurunan pada 2012 (APBD-P) sebesar -10% dan pada RAPBD 2013 sebesar -30%.Berbanding 180 derajat dengan Belanja Pegawai. Belanjapegawai mengalami tren pertumbuhan positif setiap tahun. Apalagi pada tahun ini dianggarkan kenaikan Belanja Pegawai hingga 10 persen. Artinya, pada RAPBD 2013 pemerintah daerah mengalokasikan anggaran sekitar 22 persen dari total pendapatan. Lalu bagaimana jika jumlah pegawai kita terus meningkat sementara pelayanan public tidak pernah membaik. Dengan demikian, total APBD kita ke depan lebih banyak tersedot untuk biaya aparatur dibandingkan belanja yang kemanfaatannya dapat dinikmati setiap orang.Belanja Pegawai yang diproyeksikan sebesar Rp 528,09 miliar rupiah pada RAPBD NTB 2013 hanya dapat dinikmati oleh 7.595 orang PNS (Data BPS,2011), atau Rp 69,53 juta/kapita setiap tahun. Angka ini sangat berbanding terbalik dengan rasio Belanja Modal per kapita yang hanya berjumlah sebesar Rp 65,7 ribu setiap tahun.Dengan melihat data-data ini, kita tentu sepakat bahwa pemerintah tidak memiliki alasan tepat untuk mengurangi alokasi Belanja Modal, khususnya dan Kelompok Belanja Langsung pada umumnya. Pemerintah tidak boleh mengambil kesimpulan bahwa pemerintah telah mengalami keberhasilan-keberhasilan sehingga menjadi legitimasi untuk mengurangi alokasi Belanja Langsung, sebab sejauh ini IPM Provinsi NTB tidak pernah beranjak dari posisi buncit, tren penurunan angka kemiskinan yang stagnan, jumlah penderita gizi buruk yang terus mengalami peningkatan signifikan setiap tahun, dan semakin lebarnya kesenjangan pendapatan antara kelompok kaya, termasuk pejabat daerah, dengan masyarakat miskin. Apakah bisa kita dikatakan Berdaya Saing?Mataram, 09 Desember 2012TtdR A M L IDivisi Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB
Kita menyayangkan kebijakan anggaran pemerintah yang akan mengurangi jumlah Belanja Langsung terutama Belanja Modal pada RAPBD NTB 2013, karena pada saat yang bersamaan pemerintah memproyeksikan Pendapatan Daerah mengalami pertumbuhan 3 persen.Cara mudah untuk menilai sejauh mana komitmen dan keberpihakan pemerintah daerah kepada masyarakat banyak adalah dengan melihat porsi Belanja Modal yang dialokasikan setiap tahunnya. Belanja Modal adalah jenis belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan asset tetap lainnya.Tren pertumbuhan Belanja Modal setiap tahun cenderung mengalami penurunan yang signifikan sejak 2011, setelah sebelumnya mengalami tren positif hingga tiga digit pada tahun yang sama dibandingkan dua tahun sebelumnya. Pada tahun 2011, pertumbuhan Belanja Modal sekitar 224%, dan mengalami penurunan pada 2012 (APBD-P) sebesar -10% dan pada RAPBD 2013 sebesar -30%.Berbanding 180 derajat dengan Belanja Pegawai. Belanjapegawai mengalami tren pertumbuhan positif setiap tahun. Apalagi pada tahun ini dianggarkan kenaikan Belanja Pegawai hingga 10 persen. Artinya, pada RAPBD 2013 pemerintah daerah mengalokasikan anggaran sekitar 22 persen dari total pendapatan. Lalu bagaimana jika jumlah pegawai kita terus meningkat sementara pelayanan public tidak pernah membaik. Dengan demikian, total APBD kita ke depan lebih banyak tersedot untuk biaya aparatur dibandingkan belanja yang kemanfaatannya dapat dinikmati setiap orang.Belanja Pegawai yang diproyeksikan sebesar Rp 528,09 miliar rupiah pada RAPBD NTB 2013 hanya dapat dinikmati oleh 7.595 orang PNS (Data BPS,2011), atau Rp 69,53 juta/kapita setiap tahun. Angka ini sangat berbanding terbalik dengan rasio Belanja Modal per kapita yang hanya berjumlah sebesar Rp 65,7 ribu setiap tahun.Dengan melihat data-data ini, kita tentu sepakat bahwa pemerintah tidak memiliki alasan tepat untuk mengurangi alokasi Belanja Modal, khususnya dan Kelompok Belanja Langsung pada umumnya. Pemerintah tidak boleh mengambil kesimpulan bahwa pemerintah telah mengalami keberhasilan-keberhasilan sehingga menjadi legitimasi untuk mengurangi alokasi Belanja Langsung, sebab sejauh ini IPM Provinsi NTB tidak pernah beranjak dari posisi buncit, tren penurunan angka kemiskinan yang stagnan, jumlah penderita gizi buruk yang terus mengalami peningkatan signifikan setiap tahun, dan semakin lebarnya kesenjangan pendapatan antara kelompok kaya, termasuk pejabat daerah, dengan masyarakat miskin. Apakah bisa kita dikatakan Berdaya Saing?Mataram, 09 Desember 2012TtdR A M L IDivisi Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB