WOW… UNTUK BIKIN SOFTWARE RKA-KL 2011-2013
MENELAN 16,7 MILYAR UANG RAKYAT
BUANG-BUANG ANGGARAN UNTUK TUJUAN PROYEK,
BIKIN SUSAH K/L MENYUSUN ANGGARAN, TIDAK BERMANFAAT BAGI PUBLIK, MENGHAMBAT KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
Perencanaan anggaran di semua kementerian dan lembaga dilakukan dengan menggunakan Sistem Aplikasi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian–Lembaga (RKA-KL). Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan adalah yang bertanggung jawab membuat sistem aplikasi ini. Anehnya, anggaran untuk membuat sistem aplikasi ini dianggarkan setiap tahun oleh Dirjen Anggaran dengan menelah uang rakyat yang tidak sedikit. Catatan FITRA menunjukan bahwa untuk membuat satu sistem aplikasi RKA-KL selama tiga tahun (2011-2013), Dirjen Anggaran menghabiskan anggaran sampai Rp 16,7 milyar. Tahun 2011 dianggarkan sebesar Rp 8,8 milyar, 2012 sebesar Rp 4,2 milyar, dan di tahun 2013 ini dianggarkan Rp 3,8 milyar.
Dengan dalih pengembangan dan perbaikan sistem penganggaran, Dirjen Anggaran sebenarnya telah menggunakan uang rakyat secara tidak efektif. Kenapa pembuatan sistem aplikasi RKA-KL harus dilakukan setiap tahun dengan menghabiskan milyaran rupiah uang rakyat…!!
Perubahan sistem aplikasi anggaran ini ternyata mempersulit para pejabat perencanaan anggaran di kementerian dan lembaga negara, bahkan di internal kementerian keuangan sendiri. Karena Dirjen Anggaran setiap tahunnya selalu merubah format RKA-KL. Biasanya perubahan sistem aplikasi RKA-KL dilakukan dengan
mengutak-atik kode rekening, kode komponen, dan sub komopnen. Jelas, Dirjen Anggaran membuat sistem informasi anggaran yang menghambat informasi. Permintaan informasi yang diajukan Seknas FITRA untuk RKA-KL dan DIPA seluruh KL justru ditunjukkan Keppres penjabaran APBN yg informasinya semakin tertutup dibandingkan 2012, tidak ada lampiran IV yang memuat informasi harga satuan setiap output kegiatan yang dilaksanakan kementerian lembaga. Ini adalah Indikasi informasi anggaran makin ditutup oleh Dirjen anggaran sebagai penanggung jawab buat anggaran.
Alasan Dirjen Anggaran untuk penyatuan RKA dan DIPA di Dirjen Anggaran justru membuat format Keppres penjabaran APBN menjadi berbeda dan tidak bisa dibandingkan secara serial. Rencana kerja dan anggaran yang disusun tahun ini oleh kementerian lembaga tidak dapat dibandingkan dengan rencana kerja dan anggaran yang disusun di tahun sebelumnya.
Selain itu, Kementerian lembaga juga dipaksa untuk bekerja tiga kali dalam menyusun perencanaan anggaran. Hal ini disebabkan karena tidak terintegrasinya sistem perencanaan dan penganggaran. Rencana kerja disusun dengan sistem aplikasi yang disusun oleh Bappenas. Penyusunan RKA-KL dan DIPA menggunakan format Dirjen Anggaran. Dan, laporan pertanggungjawban anggaran menggunakan format aplikasi Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu. Sehingga, antara perencanaan pembangunan dan anggaran yang disusun seringkali tidak sinkron.
Hasil studi Bappenas tahun 2012 menunjukan bahwa tidak semua indikator output kegiatan yang telah disusun dalam RKP (Rencana Kerja Pemerintah) dapat ditemukan dalam indikator output dalam RKA-KL. Output anggaran yang disusun dalam RKA-KL tidak sesuai dengan ouput prioritas pembangunan yang disusun Bappenas dalam Rencana Kerja Pemerintah. Hasil study Bappenas ini juga menunjukan bahwa kenaikan anggaran tidak selalu diikuti kenaikan output kegiatan. Begitu juga sebaliknya. Kenaikan ouput tida selalu diikuti kenaikan anggaran. Hal ini mengindikasikan anggaran yang disusun tidak berbasis pada rencana, tetapi berbasis pada proyek saja.
Bappenas, Dirjen Anggaran, dan Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu seperti raja-raja kecil dalam pengelolaan keuangan negara. Karena semua kementerian lembaga harus tunduk dan patuh pada aplikasi yang mereka buat. Jika tidak, kementerian lembaga tidak akan dapat jatah anggaran. Konsekwensinya sangat jelas.
Perubahan sistem aplikasi RKA-KL tidak memberikan manfaat bagi rakyat. Karena rakyat butuh program-kegiatan yang riil yang dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan. Bukan dengan membuat sistem aplikasi. Seharusnya, sistem aplikasi yang sudah dbuat di tahun sebelumnya dapat digunakan lagi. Tanpa harus menganggarkan untuk sistem aplikasi yang baru. Meskipun itu hanya sedikit modifikasi atau perubahan.
Fakta ini menunjukan bahwa kinerja Dirjen Anggaran hanya buang-buang anggaran saja dengan membuat pekerjaan rutin yang tidak bermanfaat bagi rakyat. Dan terkesan hanya untuk kepetingan proyek di Dirjen Anggaran Kemenkeu.
Jika anggaran untuk aplikasi RKA-KL di dirjen anggaran ini direalokasi untuk pengentasan gizi buruk yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, maka anggaran tersebut akan jauh lebih efektif. Hasil simulasi pehitungan FITRA, untuk mengentaskan gizi buruk dibutuhkan anggaran sebesar Rp 400.000 per jiwa per bulan yang dapat digunakan untuk pemberian multi vitamin, suplemen, susu, serta pemeriksaan dan perawatan dokter. Untuk memperbaiki tingkat kesehatan penderita gizi buruk dibutuhkan waktu selama tiga tahun. Artinya, anggaran yang dibutuhkan untuk pengentasan satu orang penderita gizi buruk selama tiga tahun adalah Rp 14,4 juta. Dengan demikian, dengan anggaran yang dibuang-buang oleh Dirjen anggaran sebesar Rp 16,7 milyar selama tiga tahun ini, jika direalokasi, dapat mengentaskan 1.163 jiwa penderita gizi buruhk yang saat ini jumlahnya pada kisaran 4,1 juta jiwa.
Oleh karena itu, FITRA menuntut :
- Dirjen Anggaran Kemenkeu untuk membatalkan anggaran untuk sistem aplikasi RKA-KL tahun 2013 ini dan merealokasinya untuk anggaran kesehatan yang lebih berpihak pada rakyat. Dirjen Anggaran Kemenkeu cukup menggunakan sistem aplikasi RK-KL tahun sebelumnya untuk menyusun RKA-KL TA. 2014. Jangan buang-buang uang rakyat untuk kepentingan yang tidak bermanfaat bagi rakyat.
- Menuntut Komisi XI DPR RI untuk membatalkan anggaran sistem aplikasi ini. Jika tidak, ini mengindikasikan bahwa komisi XI tidak mengerti dan buta soal penganggaran.
- Menuntut Presiden SBY untuk segera Mengintegrasikan sistem perencanaan dan penganggaran. Pemisahan sistem perencanaan penganggaran hanya buang-buang uang rakyat untuk kepentingan proyek para birokrat dan tidak bermanfaat bagi rakyat.
Jakarta, 10 Maret 2013
Ttd
Maulana
Koord. Advokasi FITRA
081382828670 / maulana@seknasfitra.org