Asumsi ekonomi makro yang digunakan belum mencerminkan realitas sosial di masyarakat Seharusnya indikator asumsi ekonomi makro perlu mencantumkan indikator target penurunan angka kemiskinan, tingkat pengangguran dan indeks gini ratio. Asumsi pertumbuhan ekonomi yang diajukan Pemerintah tidak menceritakan realitas kesenjangan yang terjadi di daerah. Pemerintah telah mengklaim setiap satu persen pertumbuhan ekonomi akan menyerap tenaga kerja 400.000, sehingga diasumsikan akan ada 2% lapangan kerja baru setiap tahunnya Pertumbuhan ekonomi tahun 2008 misalnya, sebanyak 22 daerah berada dibawah rata‐rata pertumbuhan ekonomi Nasional. Sebanyak 14 daerah berada dibawah rata‐rata angka pengangguran tahun 2008 8,4%, bahkan angka pengangguran di Banten hampir mencapai dua kali lipat dari angka pengangguran Nasional. Pemerintah seharusnya menguraikan konstribusi pertumbuhan ekonomi makro masingmasing wilayah, sehingga pertumbuhanan ekonomi nasional juga memperlihatkan pertumbuhan ekonomi antar daerah beserta kesenjangannya.
Cerminan angka pertumbuhan ekonomi juga tidak memiliki korelasi dengan angka kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia. Pemerintah dapat mengklaim pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, namun tidak mampu mempengaruhi angka kemiskinan turun signifikan, bahkan peringkat Indeks Pembangunan Manusia kita terus terpuruk, Tahun 2006, Indonesia berada di peringkat ke‐107, merosot ke peringkat ke‐109 pada tahun 2007‐2008, dan pada 2009 menjadi peringkat ke‐111. Bahkan lebih buruk dari peringkat Palestina (110) dan Sri Lanka (102) yang sedang dilanda konflik.