Skip to main content

Jakarta, 30 Desember 2021

BADAN Urusan Rumah Tangga (BURT) sebagai pengelola anggaran DPR tidak memberi akses leluasa kepada publik untuk mendapatkan informasi. Akibatnya terdapat banyak ruang untuk wakil rakyat terjerembab dalam lumpur tindak pidana korupsi.”Pemantauan IBC, BURT belum menjalankan prinsip-prinsip penganggaran dan pengawasan yang transparan dan akuntabel. Bentuknya seperti tidak adanya publikasi dokumen kebijakan tata kelola keuangan dan RKA DPR oleh BURT,” ujar Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) Badiul Hadi pada webinar bertajuk Catatan Akhir Tahun Kinerja Fungsi Anggaran DPR: Transparansi vs Ketertutupan, Kamis (30/12).Pada kesempatan itu hadir Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salamdan Peneliti Senior FORMAPPI M. Djadijono.Badiul mengatakan catatan merah terhadap DPR dalam pengelolaan keuangan itu disokong juga akibat lemahnya pengawasan dan akuntabilitas penggunaan anggaran. Misalnya mengenai penggunaan dana reses anggota DPR yang tidak terpublikasi.

Padahal, kata dia DPR telah meratifikasi ketentuan transparansi keuangan dengan 180 lembaga serupa di dunia. Sejatinya DPR memberikan informasi yang lebih baik ke publik untuk seluruh kegiatan, produk legislasi berikut anggaran.”Sehingga semangat open parliament bisa lebih maksimal tidak hanya formalitas semata,” katanya.Kondisi tersebut, kata Badiul, memberikan kesempatan bagi oknum DPR untuk lebih leluasa melakukan tindak pidana korupsi. “Misalnya eks Ketua DPR Setya Novanto, bekas Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, dan juga Aziz Syamsudin. Dalam kurun waktu 2015-2020 lebih dari 25 kasus melibatkan Anggota DPR RI, terutama terkait alokasi dana perimbangan,” pungkasnya.

Sumber: https://m.mediaindonesia.com/infografis/detail_infografis/461312-anggaran-dpr-belum-akuntable-jadi-habitat-korupsi