Skip to main content

Nilai kekayaan pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam sepekan terakhir menjadi sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengamat menilai, baik Pemerintah Provinsi DKI maupun Komisi Pemberantasan Korupsi perlu lebih meningkatkan pengawasan atas pelaporan kekayaan aparatur sipil negara (ASN) melapor secara detail, menerapkan pembuktian terbalik, serta memberlakukan sanksi supaya pelaporan menjadi transparan.

Seperti diberitakan, dalam agenda Koordinasi Pencegahan Korupsi bersama KPK RI di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (15/12/2022), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebutkan, di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, tingkat penghasilan aparatur sipil negara (ASN) jauh di atas rata-rata. Artinya, Pemprov DKI bisa memberikan kesejahteraan. Untuk itu, ia meminta setiap ASN mengimbangi kesejahteraan diberikan dengan kinerja yang baik.

Sayangnya, ia masih sering mendengar masih ada saja yang berupaya mendapatkan tambahan penghasilan, terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa (PJB). Ia pun meminta Inspektorat DKI Jakarta untuk memberikan perhatian lebih, padahal itu yang ia nilai sebagai titik paling rawan kebocoran anggaran.

Di sisi lain, Alexander juga menyoroti kekayaan para ASN DKI Jakarta, khususnya para pejabat Pemprov DKI Jakarta. Dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), diketahui ada pejabat DKI Jakarta yang memiliki tanah hingga berpuluh bidang, juga rumah yang sampai puluhan bidang. Alexander mempertanyakan harta yang begitu banyak serta berharap harta tersebut diperoleh dari hasil yang halal.

Menilik pada LHKPN para pejabat Pemprov DKI Jakarta, ada lima pejabat dengan harta kekayaan terbanyak. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Arifin memiliki kekayaan Rp 24,597 miliar berdasarkan laporan akhir 22 Maret 2022.

Posisi kedua diisi Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) DKI Elisabeth Ratu Rante Allo dengan kekayaan senilai Rp 19,09 miliar. Kepala Dinas Bina Marga DKI Hari Nugroho ada di posisi ketiga dengan kekayaan Rp 16,27 miliar.

Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Yusmada Faizal tercatat memiliki kekayaan terbesar keempat dengan kekayaan yang dilaporkan senilai Rp 16,10 miliar. Kelima adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Andri Yansyah dengan kekayaan senilai Rp 15,58 miliar.

Arifin, saat dikonfirmasi terkait kekayaan yang dimiliki, melalui keterangan tertulis, Kamis (22/12/2022), menjelaskan, semua data yang dilaporkan merupakan hasil perolehan sejak 15 hingga 20 tahun yang lalu dengan harga yang masih terjangkau. Ia memperoleh kekayaan itu, di antaranya, saat masih menjabat lurah pada 1999, camat pada 2004, hingga menjabat sebagai wakil wali kota pada 2015.

”Artinya apa yang saya miliki jauh sebelum saya menjabat sebagai Kepala Satpol PP DKI. Jika dikonversi dengan harga saat ini, maka nilai harga tanah tersebut menjadi berbeda karena harga tanah yang meningkat setiap tahunnya,” ujarnya.

Di sisi lain, Arifin menjelaskan, ada kesalahan dalam menghitung nilai aset yang terlalu tinggi sehingga perlu dilakukan perbaikan dań validasi ulang.

Adapun Elisabeth Ratu Rante Allo, secara terpisah, menjelaskan, data kekayaan yang ia miliki tidak salah. Namun, untuk bidang tanah yang tercatat ia miliki, itu semua merupakan tanah di kampung, dari orangtuanya di Toraja.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono terkait sorotan KPK itu tidak berpendapat banyak. Ia hanya menyatakan, LHKPN itu merupakan hak warga negara untuk melaporkan.

Terpisah, pengamat kebijakan publik dari Univeritas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahadiansyah, yang dihubungi, Jumat (23/12/2022), menyatakan, kewajiban para ASN melaporkan harta kekayaan itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Menteri PAN RB kemudian menerbitkan SE Menteri PAN RB Nomor 1 Tahun 2015. Berdasarkan regulasi itu, setiap ASN baik yang menduduki jabatan pimpinan tinggi (eselon I dan II), seperti diperintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pegawai eselon III, IV, IV, bahkan para staf juga wajib mengisi LHKPN.

Namun, menurut Trubus, meski penyampaian itu bersifat wajib, tidak ada dukungan politik dalam hal ini dari gubernur yang mendorong para ASN melaporkan kekayaan mereka secara transparan. Kemudian, kata Trubus, tidak ada sanksi dalam pelaporan.

”Apabila ASN itu melanggar tidak memberikan pelaporan, itu ada sanksinya atau tidak. Selama ini tidak ada sanksi, jadi hanya formalitas saja,” ujar Trubus.

Terkait dengan transparansi tersebut, menurut Trubus, KPK sebaiknya menyusun prosedur atau mekanisme pelaporan ketika ASN melaporkan harta kekayaan, dia juga menyampaikan cara mendapatkan harta tersebut. ”Di dalam aturan KPK itu, harusnya ada aturan yang diberikan kepada mereka. Kalau mau melaporkan hartamu itu begini, jenisnya ini, asalnya dari mana, itu semua dilaporkan. Ada tanggal dan bukti-bukti yang dilampirkan,” ujar Trubus.

Jika dari warisan, menurut Trubus, juga harus dilampirkan detail kapan mendapatkan warisan dan ada bukti surat resmi. ”Kalau warisan ini sering jadi dalih, juga sama seperti punya usaha lain, bahwa yang punya usaha istrinya, anaknya,” ucap Trubus.

Kejujuran

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menjelaskan, prinsipnya LHKPN itu masih penting untuk mengukur tingkat kejujuran harta kekayaan pejabat, mulai dari saat ia masih menjabat sampai saat berakhir.

”Bisa ditelusuri kira-kira tingkat kekayaan atau kenaikannya,”

Misbah Hasan, Sekretaris Jenderal FITRA

Apabila kenaikan harta sangat signifikan, ini yang menjadi pertanyaan dan bisa ditelusuri oleh KPK. Atau seharusnya ini ada semacam pembuktian terbalik bagi pejabat itu.

Senada dengan Trubus, Misbah menyatakan, apabila kenaikan kekayaan signifikan, maka saat melaporkan atau mencantumkan kekayaan, si pelapor harus membuktikan bahwa harta itu betul diperoleh secara sah.

Untuk itu, Trubus dan Misbah mendorong KPK bisa menyusun prosedur pelaporan yang demikian. Bahkan, apabila KPK mendapati kakayaan yang naik siginifikan bisa melakukan investigasi.

Untuk Pemprov DKI Jakarta dengan APBD yang sangat besar, menurut Misbah, tetap harus dipantau karena mampu memberikan tunjangan kinerja daerah yang tinggi kepada para pejabat.

”Dengan tunjangan kinerja tinggi, ini juga harus dipantau kenaikan (hartanya),”

Misbah Hasan, Sekretaris Jenderal FITRA

Sumber: https://www.kompas.id/baca/metro/2022/12/23/kpk-soroti-kekayaan-pejabat-dki-lhpkn-alat-ukur-kejujuran-pejabat