Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengalami kenaikan cukup drastis dalam beberapa tahun terakhir. Dalam Buku II Nota Keuangan 2026, alokasi anggaran untuk DPR sebesar Rp9,9 triliun atau relatif sama dengan outlook anggaran 2025 yang sebesar Rp9,964,7 triliun. DPR RI mengatakan kenaikan ini disebabkan bertambahnya jumlah kursi menjadi 580 orang, atau naik lima kursi dari periode sebelumnya. Namun, dengan selisih kenaikan yang kecil, alasan tersebut patut dipertanyakan, sebab peningkatan anggarannya justru signifikan. Namun, di balik angka triliunan ini, muncul sebuah tanda tanya besar terkait seberapa efektifkah anggaran jumbo DPR dapat menjamin kualitas legislasi, pengawasan dan penganggaran bagi rakyat yang mereka wakili?
- Fungsi Legislasi
Alokasi anggaran fungsi legislasi DPR RI tidak diimbangi dengan kinerja yang maksimal. Anggaran fungsi legislasi tahun selama 2023-2025 yang diterima DPR adalah Rp234,2 miliar; Rp235,1 miliar; dan 2025 mencapai Rp237,3 miliar untuk 11 kegiatan. Target Prolegnas sebanyak 47 RUU, di mana 41 RUU tahun 2025 dan 6 RUU dari masa sidang tahun sebelumnya. Alokasi anggaran terbesar untuk kegiatan UU Usul DPR Oleh Komisi sebesar Rp76,1 milliar. Terbesar kedua untuk kegiatan Sosialisasi UU Oleh Anggota DPR sebesar Rp38,7 milliar yang dibagi menjadi 1.160 kegiatan.
Tabel 1. Anggaran Berdasarkan Fungsi Legislasi DPR RI (Dalam Miliar Rp.)
| Fungsi Legislasi | 2025 | 2024 | 2023 | ||||||
| Total Pagu | Volume | Unit Cost | Total Pagu | Volume | Unit Cost | Total Pagu | Volume | Unit Cost | |
| UU Usul DPR oleh Komisi | 76,13 | 11 | 6,92 | 76,00 | 11 | 6,91 | 75,13 | 11 | 6,83 |
| UU Usul DPR oleh Baleg, Pansus dan Perorangan Anggota | 26,29 | 6 | 4,38 | 26,22 | 6 | 4,37 | 26,22 | 6 | 4,37 |
| UU Usul Pemerintah oleh Komisi | 35,66 | 11 | 3,24 | 35,66 | 11 | 3,24 | 35,66 | 11 | 3,24 |
| UU Usul Pemerintah oleh Baleg dan Pansus | 11,47 | 3 | 3,82 | 11,47 | 3 | 3,82 | 11,47 | 3 | 3,82 |
| RUU Kumulatif Terbuka | 17,92 | 14 | 1,28 | 17,92 | 14 | 1,28 | 17,92 | 15 | 1,19 |
| Peraturan DPR | 3,90 | 1 | 3,90 | 5,71 | 1 | 5,71 | 5,71 | 1 | 5,71 |
| Program Legislasi Nasional | 12,53 | 2 | 6,26 | 12,53 | 2 | 6,26 | 12,53 | 2 | 6,26 |
| Laporan Sosialisasi UU oleh Anggota DPR RI | 38,73 | 1.160 | 0,03 | 36,78 | 1.150 | 0,03 | 36,78 | 1.150 | 0,03 |
| Perkara di MK | 3,87 | 55 | 0,07 | 3,87 | 55 | 0,07 | 3,87 | 55 | 0,07 |
| Perkara Hukum di Dalam Maupun di Luar Pengadilan oleh Tim Kuasa DPR RI | 0,67 | 3 | 0,22 | 0,67 | 3 | 0,22 | 0,67 | 3 | 0,22 |
| Laporan Hasil Pelaksanaan dan Pemantauan Tugas Baleg Lainnya | 10,18 | 6 | 1,70 | 8,31 | 5 | 1,66 | 8,31 | 5 | 1,66 |
| Jumlah | 237,35 | 1.272 | 31,83 | 235,15 | 1.261 | 33,59 | 234,28 | 1.262 | 33,43 |
Sumber: DIPA DPR RI 2023-2025, diolah Seknas FITRA
FITRA menilai bahwa alokasi anggaran yang besar tersebut tidak diimbangi dengan kinerja yang maksimal. Di antaranya dalam fungsi legislasi per Agustus 2025, dari 47 RUU di DPR, sampai saat ini baru 4 RUU yang sudah selesai, 2 RUU masih dalam tahapan pembahasan dan penetapan usul, 5 RUU dalam tahapan penyusunan; serta 34 RUU masih dalam tahapan terdaftar. Masalah tidak berhenti pada persoalan RUU saja. Setelah ditetapkan banyak muncul permohonan Judicial Review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK). Sejak tahun 2003 sampai 2024 MK mengeluarkan putusan perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) sebanyak 1897 putusan.
Tahun 2024 terdapat 18 putusan perkara JR yang dikabulkan oleh MK. Ini mengindikasikan proses penyusunan UU tidak maksimal, dan tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dengan alokasi anggaran penyusunan UU yang besar, seharusnya DPRI bisa menghasilkan UU yang baik dan diterima oleh rakyat, sehingga tidak menimbulkan permohonan JR di MK.
Berdasarkan DIPA DPR RI Tahun 2025 untuk 11 kegiatan penyusunan UU usulan DPR oleh Komisi tahun 2025 dialokasikan anggaran Rp76,12 milliar. Maka untuk 1 volume dialokasikan anggaran sebesar Rp6.92 milliar. Untuk penyusunan UU usulan DPR oleh Baleg, Pansus dan Perorangan Anggota sebesar Rp26.29 milliar dengan 6 volume, sehingga per 1 volume mendapatkan alokasi sebesar Rp4.38 milliar. Penyusunan UU usulan Pemerintah oleh Komisi Rp35.66 milliar untuk 11 volume, sehingga 1 volumenya adalah Rp3.24 milliar. Penyusunan UU usulan Pemerintah oleh Baleg dan Pansus sebesar Rp11.47 milliar untuk 3 volume, atau Rp3.82 Milliar per volumenya. Jumlah anggaran yang besar seharusnya mampu melahirkan produk legislasi berkualitas, ditandai dengan penerimaan publik dan ketiadaan permohonan judicial review (JR) ke MK. Setiap JR yang dikabulkan berdampak langsung pada anggaran karena DPR wajib merevisi UU tersebut melalui mekanisme RUU kumulatif terbuka. Pada 2025, anggaran untuk mekanisme ini mencapai Rp17,91 miliar untuk 14 volume, atau sekitar Rp1,27 miliar per volume. Semakin banyak JR dikabulkan, semakin besar pula beban anggaran DPR yang pada akhirnya ditanggung rakyat. Padahal, dana sebesar itu lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk memberdayakan 2,38 juta penduduk miskin ekstrem di Indonesia (Susenas BPS Maret 2025).
Publik perlu mendapatkan kejelasan dan transparansi penggunaan, misalkan 1 RUU yang diusulkan oleh Komisi alokasinya Rp6,9. Dijelaskan di atas, kerap kali UU yang dihasilkan dianggap tidak mewakili rakyat, seperti UU BUMN dan UU Minerba. Lalu anggaran tersebut dipergunakan untuk apa saja yang dapat menunjang kualitas dari UU tersebut? Atau alih-alih untuk memperkuat kualitas produk legislasi, malah digunakan untuk kepentingan-kepentingan lain seperti kunjungan studi banding sampai ke luar negeri.
- Fungsi Anggaran DPR RI
Satu (1) RUU APBN anggarannya mencapai Rp 3,2 miliar. Padahal setiap tahun DPR RI menyusun RUU tersebut. Anggaran yang besar ini seharusnya menghasilkan APBN yang berpihak pada kepentingan rakyat. Salah satu indikatornya adalah persentase alokasi anggaran publik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, bukan sebaliknya. Faktanya, dari tahun ke tahun anggaran publik justru semakin kecil, sementara anggaran untuk penyelenggara negara dan pemerintah semakin besar.
Anggaran untuk fungsi budgeting dialokasikan bagi tiga pembahasan dan penetapan, yaitu RUU RAPBN, APBN-P, dan Pertanggungjawaban APBN. Selama tiga tahun berturut-turut, 2023 hingga 2025, jumlahnya mencapai sekitar Rp33 miliar. Menurut FITRA, angka-angka tersebut mencerminkan kinerja DPR yang hanya bersifat formalitas teknokratis. Hal ini terjadi karena kebutuhan riil dalam proses pembahasan anggaran setiap tahun tidak dievaluasi secara maksimal. Padahal, situasi dan tantangan setiap tahun anggaran sangat dinamis.
Pada bagian Kebijakan Pembahasan APBN dan Kebijakan Anggaran Mitra Kerja DPR oleh Komisi, volume mengalami perubahan, tetapi total pagu tetap dipertahankan. Akibatnya, unit cost membengkak ketika volume lebih kecil, dan menurun ketika volume lebih besar. Pola ini menunjukkan bahwa volume hanya dijadikan variabel penyesuaian untuk menjaga kestabilan pagu. Dampaknya, publik sulit menilai apakah biaya tersebut sepadan dengan output yang dihasilkan DPR.
Bahkan, di tengah kebijakan efisiensi sejak 2024 hingga 2025, pemangkasan justru dilakukan pada anggaran publik. Padahal anggaran tersebut seharusnya diterima masyarakat melalui layanan dasar kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar. Dalam RAPBN 2026, alokasi anggaran publik kembali diperkecil. Belanja TKD semakin berkurang, bahkan pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Hal ini jelas akan menambah beban rakyat. Dengan alokasi yang cukup besar pada fungsi penganggaran, sudah sepatutnya DPR menghasilkan APBN yang berpihak pada rakyat. Indikatornya adalah peningkatan belanja publik, sehingga dapat diterima masyarakat dan tidak lagi menimbulkan banyak penolakan seperti saat ini.
Tabel 2. Anggaran Berdasarkan Fungsi Budgeting DPR RI (dalam miliar Rp.)
| Fungsi Budgeting | 2025 | 2024 | 2023 | ||||||
| Pagu | Volume | Unit Cost | Pagu | Volume | Unit Cost | Pagu | Volume | Unit Cost | |
| RUU RAPBN | 3,25 | 1 | 3,25 | 3,25 | 1 | 3,25 | 3,25 | 1 | 3,25 |
| RUU APBN-P | 3,25 | 1 | 3,25 | 3,25 | 1 | 3,25 | 3,25 | 1 | 3,25 |
| RUU Pertanggungjawaban APBN | 2,29 | 1 | 2,29 | 2,29 | 1 | 2,29 | 2,29 | 1 | 2,29 |
| Kebijakan Pembahasan APBN | 12,28 | 5 | 2,46 | 12,19 | 4 | 3,05 | 12,19 | 4 | 3,05 |
| Kebijakan Anggaran Mitra Kerja DPR oleh Komisi | 12,05 | 48 | 0,25 | 12,05 | 44 | 0,27 | 12,05 | 44 | 0,27 |
| TOTAL | 33,12 | 56 | 11,50 | 33,04 | 51 | 12,12 | 33,04 | 51 | 12,12 |
Sumber: DIPA DPR RI 2023-2025, diolah Seknas FITRA
- Fungsi Pengawasan
Anggaran Fungsi pengawasan DPR RI tahun 2025 Rp 286,8 miliar untuk 7 kebijakan. Adapun kegiatan diantaranya Kebijakan Pengawasan terhadap Pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah oleh Komisi; Kebijakan Penanganan Kasus Spesifik Perorangan Anggota/Inspeksi Mendadak; dan Kebijakan Penanganan Kasus-Kasus Spesifik oleh Komisi.
Anggaran untuk Kebijakan Pengawasan terhadap Pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah oleh Komisi tahun 2025 sebesar Rp143 miliar untuk 12 volume kegiatan. Maka untuk 1 kegiatan mendapatkan alokasi sebesar Rp11,9 miliar. Anggaran untuk Kebijakan Penanganan Kasus Spesifik Perorangan Anggota/Inspeksi Mendadak sebesar Rp53 miliar untuk 2 volume kegiatan. Maka untuk 1 volume kegiatan mendapatkan alokasi sebesar Rp26,5 miliar.
Anggaran untuk Kebijakan Penanganan Kasus-Kasus Spesifik oleh Komisi sebesar Rp28,4 miliar untuk 11 volume kegiatan. Maka untuk 1 volume mendapatkan alokasi sebesar Rp2,5 miliar. Ironisnya, anggaran untuk Fit and Proper Test yang bersifat prosedural mendapatkan anggaran sekitar Rp4,3 miliar untuk 5 volume. Maka alokasi anggaran untuk 1 volume sekitar Rp866 juta.
Tabel 3. Anggaran Berdasarkan Fungsi Pengawasan DPR RI (dalam miliar Rp.)
| Fungsi Pengawasan | 2025 | 2024 | 2023 | ||||||
| Total Pagu | Volume | Unit Cost | Total Pagu | Volume | Unit Cost | Total Pagu | Volume | Unit Cost | |
| Kebijakan Pengawasan terhadap Pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah oleh Komisi | 143,44 | 12 | 11,95 | 142,35 | 11 | 12,94 | 146,65 | 11 | 13,33 |
| Kebijakan Pengawasan terhadap Pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah oleh Pimpinan DPR RI | 48,44 | 8 | 6,06 | 36,44 | 8 | 4,56 | 36,44 | 8 | 4,56 |
| Kebijakan Pengawasan terhadap Pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah oleh Panitia Khusus Non RUU | 1,55 | 1 | 1,55 | 1,55 | 1 | 1,55 | 1,55 | 1 | 1,55 |
| Kebijakan Fit and Proper Test | 4,33 | 5 | 0,87 | 4,95 | 6 | 0,83 | 5,20 | 6 | 0,87 |
| Kebijakan Penanganan Kasus-Kasus Spesifik oleh Komisi | 28,41 | 11 | 2,58 | 28,41 | 11 | 2,58 | 28,41 | 11 | 2,58 |
| Kebijakan Penanganan Kasus Spesifik Perorangan Anggota/Inspeksi Mendadak | 53,13 | 2 | 26,57 | 51,37 | 1 | 51,37 | 51,37 | 1 | 51,37 |
| Kebijakan Pelaksanaan Tugas Badan Akuntabilitas Keuangan | 7,58 | 6 | 1,26 | 7,55 | 5 | 1,51 | 7,55 | 5 | 1,51 |
| TOTAL | 286,88 | 45 | 50,83 | 272,63 | 43 | 75,34 | 277,17 | 43 | 75,77 |
Sumber: DIPA DPR RI 2023-2025, diolah Seknas FITRA
Selain membahas kinerja DPR berdasarkan fungsi, FITRA juga memberikan catatan mengenai gaji dan tunjangan anggota DPR RI yang menjadi sorotan publik. Di tengah situasi ekonomi nasional yang masih penuh tantangan, publik mempertanyakan urgensi penambahan fasilitas baru yang justru memperbesar beban APBN, berikut analisisnya;
- Gaji dan Tunjangan
Jika dirata-ratakan, setiap anggota berpotensi menerima sekitar Rp2,8 miliar per tahun atau lebih dari Rp230 juta per bulan. Alokasi gaji dan tunjangan anggota DPR RI berdasarkan DIPA Tahun 2025 mencapai angka fantastis, lebih dari Rp1,6 triliun untuk 580 anggota. Jika dirata-ratakan, setiap anggota menerima sekitar Rp2,8 miliar per tahun atau lebih dari Rp230 juta per bulan. Angka ini jauh melampaui pendapatan rata-rata rakyat yang mereka wakili.
Menurut FITRA, alih-alih menahan diri dan memberi teladan, DPR justru mempertahankan privilese. Gaji dan tunjangan yang stabil di atas Rp1 triliun dalam tiga tahun terakhir menegaskan bahwa fungsi representasi berubah menjadi beban fiskal rakyat. Ironisnya, saat pemerintah melakukan efisiensi besar-besaran terhadap anggaran publik pada 2024 dan 2025, anggota DPR malah memperoleh tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan per orang. Fakta ini menunjukkan DPR RI minim sense of crisis dan empati terhadap kondisi anggaran negara yang tengah tertekan.
Tabel 4. Gaji dan Tunjangan Anggota DPR RI (dalam miliar Rp.)
| Gaji dan Tunjangan | 2025 | 2024 | 2023 | ||||||
| Total Pagu | Volume | Unit Cost | Total Pagu | Volume | Unit Cost | Total Pagu | Volume | Unit Cost | |
| Gaji dan tunjangan Anggota DPR RI | 1665,62 | 580 | 2,87 | 1189,52 | 575 | 2,07 | 1200,48 | 575 | 2,09 |
Sumber: DIPA DPR RI 2023-2025, diolah Seknas FITRA
Kontroversi semakin memuncak ketika kebijakan pemberian tambahan tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan mulai diberlakukan untuk periode 2024–2029. Berdasarkan Surat Sekretariat Jenderal DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024, setiap anggota dewan berhak menerima tunjangan rumah, sehingga total penghasilan bulanan mereka langsung naik menjadi lebih dari Rp100 juta. Dengan jumlah anggota sebanyak 580 orang, negara harus menanggung biaya sekitar Rp29 miliar setiap bulan, atau setara Rp1,74 triliun selama lima tahun masa jabatan. Publik menilai kebijakan ini sangat berlebihan. DPR beralasan tunjangan rumah diperlukan agar anggotanya bisa tinggal dekat kompleks parlemen, meski faktanya tingkat kehadiran mereka dalam rapat kerap rendah. Kritik makin tajam karena kebijakan tersebut muncul saat pemerintah sedang gencar mendorong efisiensi belanja negara, sementara DPR justru menambah fasilitas baru dengan beban fiskal besar.
Ketentuan mengenai gaji pokok dan tunjangan DPR sendiri sudah diatur melalui Surat Edaran Sekjen DPR RI No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, Surat Menteri Keuangan No. S-520/MK.02/2015, serta Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2000. Besaran gaji pokok berbeda sesuai jabatan, dan jika dilihat nominalnya saja, penghasilan pokok anggota DPR relatif kecil, hampir setara dengan PNS golongan menengah. Namun, gaji pokok hanyalah sebagian kecil dari total pendapatan. Anggota dewan juga menerima berbagai tunjangan sesuai jabatan, seperti tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, serta fasilitas lain seperti uang sidang, asisten anggota, listrik, telepon, hingga tunjangan beras. Akumulasi dari seluruh komponen ini membuat pendapatan bulanan anggota DPR mencapai Rp55–66 juta.
- Tunjangan Serap Aspirasi Melalui Reses
Setiap tahun Anggota DPR RI berpotensi mendapatkan Rp 4,2 M untuk menunjang kegiatan Reses. Tertera dalam DIPA Petikan DPR RI, total pagu anggaran untuk tunjangan serap aspirasi melalui reses yang diterima oleh anggota DPR RI Tahun 2023 sd 2025 rata-rata Rp2,4 triliun. Jika dibagikan jumlah anggota DPR sebanyak Tahun 2025 sebanyak 580 orang maka setiap orangnya mendapatkan sekitar Rp4,2 miliar. Anggaran ini dilakukan melalui 4 jenis kegiatan, yaitu:
- Kunjungan Kerja di Luar Masa Reses dan Di Luar Sidang DPR (8 kali setahun);
- Kunjungan Kerja pada Masa Reses (5 kali setahun);
- Kunjungan Kerja pada Masa Reses atau pada Masa Sidang (1 kali setahun); dan
- Rumah Aspirasi Anggota DPR.
Tahun 2025, total pagu untuk empat jenis reses tersebut adalah sekitar Rp 2,4 triliun dengan rincian untuk masing-masing anggota DPR adalah Rp 1,4 miliar untuk Kunjungan Kerja di Luar Masa Reses dan Di Luar Sidang; Rp 2,3 miliar Kunjungan Kerja pada Masa Reses; Rp 242 juta untuk Kunjungan Kerja pada Masa Reses atau pada Masa Sidang; dan Rp 150 juta untuk Rumah Aspirasi.
Dengan tunjangan sebesar ini maka seharusnya DPR dapat menyerap berbagai aspirasi rakyat di setiap dapilnya. Aspirasi-aspirasi tersebut menjadi agenda utama dalam setiap rapat kerja. Sehingga rakyat benar-benar merasakan kepentingannya terwakilakan di DPR RI. Apakah anggaran sudah dipergunakan dengan maksimal untuk menyerap aspirasi masayarat. Melihat permasalahan ekonomi, pendidikan, sosial, pelayanan publik, dll yang dialami masyarakat. Jika dilihat banyaknya permohonan pengujian UU di MK maka dapat diduga tunjangan Serap Aspirasi melalui Reses belum dipergunakan secara maksimal.
Tabel 5. Tunjangan Serap Aspirasi selalui Reses DPR RI (dalam miliar Rp.)
| Tunjangan Serap Aspirasi selalui Reses | 2025 | 2024 | 2023 | |||||||
| Total Pagu | Volume | Unit Cost | Total Pagu | Volume | Unit Cost | Total Pagu | Volume | Unit Cost | ||
| Kunjungan Kerja Diluar Masa Reses dan Diluar Sidang DPR (8 Kali Setahun) | 868,49 | 580 | 1,50 | 901,16 | 575 | 1,57 | 900,25 | 575 | 1,57 | |
| Kunjungan Kerja pada Masa Reses (5 Kali Dalam Setahun) | 1370,36 | 580 | 2,36 | 1354,90 | 575 | 2,36 | 1351,76 | 575 | 2,35 | |
| Kunjungan Kerja pada Masa Reses atau pada Masa Sidang (1 Kali Satu Tahun) | 140,56 | 580 | 0,24 | 138,10 | 575 | 0,24 | 138,10 | 575 | 0,24 | |
| Rumah Aspirasi Anggota DPR | 87,00 | 580 | 0,15 | 86,25 | 575 | 0,15 | 86,25 | 575 | 0,15 | |
| TOTAL | 2466,40 | 2.320 | 4,25 | 2480,41 | 2.300 | 4,31 | 2476,36 | 2.300 | 4,31 | |
Sumber: DIPA DPR RI 2023-2025, diolah Seknas FITRA
Pada 2023, BPK memberikan catatan terkait biaya konsumsi untuk berbagai kegiatan kunjungan kerja seperti; kunjungan kerja dalam rangka penyerapan aspirasi masyarakat pada masa reses (sebagaimana tertuang dalam S- 179/MK.02/2023). Dalam laporan tersebut BPK memberikan catatan dimana belum adanya keseragaman terkait penyampaian pertanggungjawaban belanja biaya konsumsi. Dengan pemberian biaya kegiatan secara lumpsum membuat pertanggungjawaban kurang akuntabel. Sehingga BPK meminta pejabat terkait membuat sistem pengawasan dan pengendalian (membuat pedoman agar efektif dan efisien).
Rekomendasi
Atas banyaknya permasalahan di atas, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) merekomendasikan Presiden RI, DPR RI dan Menteri Keuangan untuk:
- Meninjau ulang peningkatan Anggaran DPR RI. Anggaran yang digelontorkan harus disesuaikan dengan kebutuhan riil dan kinerja yang terukur, bukan sekadar bertambah akibat penambahan jumlah kursi.
- Menghentikan penambahan fasilitas baru yang membebani APBN. Skema gaji/tunjangan perlu dikaitkan dengan kinerja dan kedisiplinan anggota DPR. Hilangkan belanja yang dinilai memboroskan keuangan negara.
- Mendorong perbaikan kinerja kinerja legislasi. Alokasi besar untuk legislasi harus menghasilkan produk hukum yang berkualitas, bukan sekadar banyaknya jumlah. Tetapi bagaimana produk legislasi yang dibuat DPR memiliki kualitas -salah satunya dapat diukur dari minimnya judicial review dan meningkatnya pelibatan publik (partisipatif).
- Mendorong akuntabilitas tunjangan reses. KPA atau Kepala Biro Umum DPR RI harus membuat standar pertanggungjawaban yang jelas dan transparan, agar belanja reses benar-benar berdampak pada penyerapan aspirasi rakyat, bukan sekedar formalitas.
- Mendorong transparansi anggaran DPR. Laporan penggunaan anggaran dan capaian kinerja DPR harus dipublikasikan secara berkala, agar publik dapat menilai langsung efektivitasnya. Sebelumnya DPR RI aktif mengkapanyekan frasa Open Parliament yang menekankan nilai transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan inovasi.




