Skip to main content

Oleh: Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI)

Jakarta, 20 Maret 2025 – Proses revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) kembali menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama terkait minimnya transparansi dan dugaan pelanggaran terhadap prosedur legislasi yang diatur dalam Tata Tertib DPR RI. Revisi yang dilakukan secara tertutup dan terburu-buru ini tidak hanya mengancam prinsip akuntabilitas publik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai kepatuhan DPR terhadap aturan internalnya sendiri.

Dalam proses legislasi, Tata Tertib DPR (Tatib) jelas mengatur bahwa setiap perubahan undang-undang harus melalui tahapan konsultasi publik yang memadai, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, serta dilakukan secara terbuka agar masyarakat dapat memberikan masukan. Namun, dalam kasus revisi UU TNI, proses ini berlangsung tanpa transparansi yang memadai. Publik dan kelompok masyarakat sipil nyaris tidak diberikan ruang untuk berpartisipasi, sementara substansi perubahan yang diusulkan belum sepenuhnya terungkap ke publik.

“Kami melihat ada pola sistematis dalam revisi UU TNI ini, di mana DPR dan pemerintah justru menutup rapat diskusi dengan masyarakat. Ini adalah kemunduran serius dalam praktik demokrasi dan pengabaian terhadap prinsip keterbukaan yang seharusnya menjadi dasar dalam pembentukan kebijakan publik,” ujar Arif dari Koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI).

Selain itu, sejumlah anggota DPR yang tergabung dalam Tim Panja revisi UU TNI melakukan rapat diluar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan DPR tentang tata tertib pasal 254 ayat (1) bahwasanya rapat hanya bisa dilakukan di hari Senin sampai Jum’at namun yang terjadi Tim Panja DPR melakukan rapat diluar waktu yang telah ditetapkan. Selain itu, DPR juga melanggar pasal 254 ayat (2) bahwa rapat DPR harus di dalam gedung DPR.

Kemudian agenda revisi UU TNI tidak masuk ke dalam prolegnas prioritas tahunan. Padahal, perubahan UU TNI memiliki dampak strategis terhadap tata kelola pertahanan dan relasi sipil-militer di Indonesia. Jika proses ini terus berlanjut tanpa transparansi dan akuntabilitas, maka revisi ini berpotensi mengancam prinsip supremasi sipil serta membuka celah bagi penyalahgunaan kewenangan.

Mengingat dampaknya yang besar, kami dari Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menuntut MKD DPR untuk segera:

  • Menghentikan proses legislasi yang tidak transparan dan memastikan bahwa revisi ini dibahas secara terbuka, bukan dalam ruang tertutup yang hanya melibatkan segelintir elite politik.
  • Memastikan DPR mematuhi Tata Tertib dan aturan perundang-undangan dalam setiap tahapan legislasi, sehingga tidak ada preseden buruk bagi proses demokrasi ke depan.
  • Memecat anggota DPR yang tergabung dalam Panja revisi UU TNI, dikarenakan tidak taat terhadap peraturan DPR tentang tata tertib pembahasan revisi UU TNI.

Jika DPR tetap memaksakan revisi ini tanpa transparansi dan tanpa melibatkan publik, maka ini bukan hanya pelecehan terhadap prinsip demokrasi, tetapi juga pembangkangan terhadap aturan yang mereka buat sendiri. Revisi UU TNI harus berjalan dengan prinsip good governance; bukan menjadi contoh buruk dari praktik legislasi yang elitis dan mengabaikan kepentingan rakyat.

Saat ini, koalisi FOINI sedang berupaya melaporkan seluruh anggota Panja Revisi UU TNI ke MKD. Akan tetapi akses masuk ke DPR pada tanggal 20 maret 2025 ditutup. Sehingga pelaporan ke MKD terhalangi.