Pemerintah diminta berhati-hati dalam menghitung besaran insentif yang akan diberikan kepada aparatur sipil negara (ASN) yang bakal pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Musababnya, biaya pemindahan pegawai pelat merah ini dapat menjadi beban tambahan proyek Nusantara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di samping kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur.
“Prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran harus dikedepankan pemerintah agar keuangan negara tidak semakin terbebani oleh pembangunan IKN dan kegiatan-kegiatan penunjang lainnya, termasuk pemindahan ASN,”
Badiul Hadi, Manager Divisi Pelayanan Dasar dan GEDSI
Hingga saat ini, pemerintah belum menyampaikan secara resmi anggaran yang disiapkan untuk memindahkan pegawai pelat merah dari Jakarta ke Nusantara. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 hanya memuat pagu indikatif pembangunan IKN sebesar Rp 466 triliun dengan tiga sumber pendanaan, yakni APBN Rp 90,4 triliun, badan usaha atau swasta Rp 123,2 triliun, serta kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) Rp 252,5 triliun.
“Insentif untuk pemindahan ASN, jika dilihat dari skemanya, berada di luar pagu yang sudah ditetapkan sehingga ini menjadi pos anggaran yang berbeda dengan infrastruktur,” kata Badiul. Padahal pagu untuk pembangunan infrastruktur pun masih mungkin berubah, terutama lantaran penarikan investor masuk ke IKN yang kurang optimal. “Pasti skenario cadangannya pakai APBN.”
Badiul yakin pemerintah akan tetap mengalokasikan anggaran untuk memuluskan proyek pemindahan ibu kota ini meskipun ruang fiskal kian terbatas. Ia mewanti-wanti bahwa APBN semestinya diprioritaskan untuk kesejahteraan masyarakat, terutama 25,9 juta penduduk miskin. Terlebih alokasi anggaran untuk pemindahan ASN tidak terlalu signifikan menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional.
Guru besar Institut Pertanian Bogor, Didin S. Damanhuri, turut menyoroti potensi beban APBN dari keseluruhan kebutuhan pemindahan ibu kota. Sebab, pemerintah mulanya belum menghitung insentif bagi ASN agar mau pindah. Akibatnya, berbagai tunjangan bagi pegawai pelat merah masuk ke biaya tidak terduga. “Ini jelas tambahan beban bagi APBN. Padahal semua pembangunan infrastruktur dasar akan ada jeda untuk berdampak pada pertumbuhan.”
Menurut Didin, pemerintah semestinya membuat rencana secara rasional dan tenggat waktu yang tidak terburu-buru. Misalnya, kalau targetnya 2045, proses pemindahan seharusnya dilakukan bertahap dari pemerintah ke pemerintah. “Pemerintahan Jokowi cukup meletakkan dasarnya, tidak perlu memaksakan diri seolah-olah 2024 akhir kekuasaannya harus lengkap semua,” tuturnya. Apabila dipaksakan, APBN akan terbebani dan berpotensi menambah berat utang Indonesia.
Rencana pemberian insentif bagi ASN yang akan dipindahkan ke IKN beberapa kali disampaikan Presiden Joko Widodo. Salah satunya dalam rapat koordinasi nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) pada Oktober lalu. Kala itu, ia meminta ASN bersedia ditempatkan di IKN. “Sudah disiapkan insentif. Kalau enggak ada, ini alot pasti. Tapi, kalau ada insentif, kan beda.”
Insentif yang dijanjikan Jokowi antara lain adanya hunian yang disediakan pemerintah. Selain itu, akan ada tunjangan suami-istri hingga tunjangan kemahalan. Berdasarkan simulasi rencana pemindahan ASN ke IKN, pada tahap pertama, jumlah pegawai pelat merah yang akan diboyong sebanyak 1.200-3.200 orang. Namun pemindahan tersebut bergantung pada rampungnya pembangunan gedung pemerintahan di sana. Nantinya semua ASN yang pindah ke IKN bisa mencapai 16.900 orang, termasuk aparat pertahanan dan keamanan.
Hingga kemarin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas belum bisa menyebutkan besaran anggaran yang diperlukan untuk pemindahan ASN ke IKN. Alasannya, Kementerian masih merumuskan berbagai biaya tersebut, dari biaya pemindahan, biaya kemahalan, hingga tunjangan lain untuk keluarga. Namun Anas mengatakan insentif yang tengah dikaji saat ini hanya akan diberikan kepada ASN yang pindah pada tahap pertama. “Kamu kalau pindah pertama, pasti kebutuhan lebih besar. Yang kedua (pindah tahap kedua) tinggal enak saja,” ujarnya.
Di luar berbagai duit tersebut, ia menuturkan, insentif yang diberikan pemerintah juga berupa pendidikan untuk anak-anak ASN. Karena itu, pemerintah menyiapkan fasilitas pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas. Adanya sekolah tersebut diharapkan bakal menjadi sistem pendukung agar ASN yang pindah lebih betah.
Insentif lainnya adalah kebutuhan dari instansi untuk melaksanakan tugas sementara di IKN. Bentuknya antara lain ongkos pindah, biaya selama tinggal di IKN, dan biaya membawa keluarga. “Sedang dihitung dan disimulasikan insentifnya,” ujar Anas. Kendati mengatakan pemerintah sudah menyiapkan alokasi untuk insentif tersebut dalam APBN 2024, ia masih belum mau menyebutkan nominalnya.
Temposudah berupaya meminta konfirmasi mengenai alokasi anggaran insentif untuk pemindahan ASN kepada Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata. Namun ia enggan menjawab pertanyaan Tempo. “No comment,” ujarnya saat ditemui di kompleks Kementerian Keuangan.
sumber: https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/485719/beban-berlapis-anggaran-pemindahan-ikn