Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sudah terbukti beberapa kali menjadi penyelamat perekonomian nasional, terutama di masa krisis. Namun perhatian terhadap pembiayaan UMKM selama ini belum maksimal karena terlalu banyak persyaratan atau aturan.
“Sebenarnya, apa yang dilakukan pemerintah melalui skema pembiayaan sudah bagus, namun perlu ditingkatkan lagi terutama di 2023 yang disebut banyak ekonom bakal menjadi tahun resesi,” kata Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi kepada Koran Jakarta, Selasa (3/1).
Data yang dirilis pemerintah menunjukkan, sebagian besar UMKM sudah mulai beroperasi, sudah bangkit. Namun masih ada beberapa yang perlu mendapat sentuhan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan pendanaan yang bisa menolong sektor ini untuk lebih berperan besar dalan perekonomian nasional.
“Karena itu, beberapa skema pendanaan UMKM selama Covid-19 yang cukup efektif perlu ditingkatkan dan diperkuat pemerintah, misalnya skema Kredit Usaha Rakyat (KUR),” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menegaskan bahwa UMKM masih menjadi tulang punggung (backbone) perekonomian nasional sehingga semua harus semangat karena Presiden Joko Widodo sangat memperhatikan perkembangan UMKM di Indonesia.
“Ini saya semangat kalau melihat perkembangan karena UMKM Indonesia itu menjadi backbone perekonomian nasional meski sebelumnya sempat dihantam Covid-19,” kata Moeldoko ketika berkunjung ke Pekalongan, akhir Desember lalu.
Menurut dia, pada awal kasus Covid-19, para pelaku UMKM cukup merasakan dampaknya, tetapi kini dalam perkembangannya mereka memiliki daya tahan yang sangat tinggi sehingga lebih survive.
Moeldoko mengatakan pemerintah memberikan insentif untuk koperasi dan UMKM agar bisa memberikan semangat baru untuk bangkit menghadapi situasi tersebut.
Peran UMKM sangat besar terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia dengan jumlah mencapai 99 persen dari keselurahan unit usaha. Kontribusinya terhadap Produk Domesti Bruto (PDB) sebesar 60,5 persen dan terhadap penyerapan tenaga kerja 96,9 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional.
Berdasarkan data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pada 2020 terdapat sekitar 46,6 juta dari total 64 juta UMKM di Indonesia belum memiliki akses permodalan dari perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank.
Kendala pembiayaan yang dialami UMKM tersebut menjadi landasan bagi pemerintah untuk memberikan dukungan fasilitas pembiayaan seperti KUR dan lainnya.
Deputi bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM, M Rudy Salahuddin, mengatakan perkembangan kredit UMKM sendiri terus meningkat dan NPL terus terjaga stabil. Kredit UMKM terus meningkat hingga mencapai 1.275,03 triliun rupiah atau tumbuh 16,75 persen (yoy). NPL tetap terjaga pada kisaran 4 persen, di mana posisi terakhir pada April 2022 NPL tercatat mencapai 4,38 persen, lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang berada di 4,41 persen.
“Bapak Presiden meminta agar ada 30 juta UMKM yang go digital di 2024 mendatang. Ini sedang kita dorong melalui sistem klaster atau sentra karena hasil akhir yang diharapkan tak hanya mereka masuk platform digital, namun juga akan berhasil menjadi pemain global dan berorientasi ekspor,” kata Rudy Salahuddin.
Perencanaan Komprehensif
Dihubungi terpisah, Ekonom Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan wacana mengenai pemberdayaan UMKM sudah diungkapkan sejak era Soeharto, termasuk bagaimana perekonomian negara ini tertolong ketika krisis ekonomi akibat daya tahan UMKM.
Sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM kurang lebih 60 persen, namun penyerapan tenaga kerja di atas 90 persen, tingkat pendidikan pelaku dan pekerja UMKM juga sangat rendah.
Berkaitan dengan itu, beban UMKM relatif berat, pendapatan dan produktivitas rendah serta ada hambatan dalam penggunaan teknologi digital. “Jika pemberdayaan UMKM akan dilakukan secara serius maka harus ada perencanaan yang komprehensif serta pembagian tugas yang jelas di antara kementerian dan lembaga,” kata Suhartoko.
Peneliti Mubiyarto Institute Yogyakarta, Awan Santosa, mengatakan hal lain yang perlu dilakukan untuk pemberdayaan UMKM adalah fasilitasi kolaborasi dan inovasi teknologi. Kemudian juga melalui penguatan organisasi koperasi, digitalisasi usaha, dan edukasi secara sistematis yang berkelanjutan.
Hal-hal seperti ini yang bisa membantu mendorong daya saing UMKM sehingga mereka bisa berkompetisi di pasar, baik dalam maupun luar negeri saat menjajaki pasar ekspor.
Sumber: https://koran-jakarta.com/dorong-daya-saing-umkm-agar-bisa-lebih-survive?page=all