Skip to main content
Pilpres 2024, PPP Berharap Capres Lebih dari Dua Orang - Kabar24 Bisnis.com

Oleh: Misbah Hasan dan Ervyn Kaffah

Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 12 April 2019 Pukul 12.00 WIB merilis Laporan Harta Kekayaan Pejabat (LHKPN) pasangan calon presiden dan Wakil presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dalam laporan tersebut kekayaan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo sebesar Rp 50.248.349.788 dan Ma’ruf Amin sebesar Rp 12.303.135.325 miliar sedangkan total harta kekayaan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo sebesar Rp 1.952.013.493.659 triliun dan Sandiaga Uno Rp 5,09 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan, berpendapat bahwa pengumuman LHKPN pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk transparansi calon penyelenggara negara sekaligus menjadi uji integritas pasangan calon. LHKPN sendiri diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi, dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Misbah Hasan mengapresiasi calon pasangan presiden dan calon wakil presiden yang telah memenuhi kewajiban melaporkan LHKPN dengan baik karena “Harta kekayaan pasangan calon harus bisa dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan percayaan publik terhadap calon penyelenggara negara. Laporan tersebut tentu bisa menjadi bahan penilaian masyarakat dalam pemilihan presiden.  Jika terjadi peningkatan kekayaan, apakah berasal dari sumber-sumber yang legal. Itu harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik,”

Misbah hasan juga berpendapat bukan hanya LHKPN pasangan calon presiden dan wakil presiden yang perlu dicermati oleh masyarakat, LHKPN anggota DPR/D yang tergabung dalam koalisi dan menjadi pejabat negara juga harus menjadi perhatian publik. “Bukan hanya kekayaan calon presiden saja yang perlu dicermati, masyarakat kami himbau juga mencermati laporan kekayaan anggota DPR/D yang berasal dari parpol koalisi pendukung setiap Capres,” imbaunya.

Menurut Ervyn Kaffah selaku manager advokasi Fitra, tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN per 25 Maret 2019 dari total 553 orang anggota DPR wajib lapor, baru 99 orang atau 17,9 persen yang melapor. Untuk anggota DPRD dari wajib lapor 16.798 orang, hannya 4.360 atau 25,96 persen yang melapor. Sedangkan tingkat kepatuhan DPD dalam melapor LHKPN mencapai 63,16 persen. Alasan sulitnya pengisian formulir LHKPN tidak bisa dijadikan alasan karena sudah menjadi konsekuensi, tutup Ervyn Kaffah.

Terakhir, Misbah Hasan juga menyarankan adanya punishment yang tegas terhadap pejabat negara yang tidak patuh dalam membuat LHKPN. “Hukumannya tidak cukup hanya sanksi administrasi, tetapi harus lebih tegas. FITRA juga mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan investigasi terhadap kebenaran laporan LHKPN Capres/Cawapres tersebut,” tegasnya.