Sejumlah lembaga negara seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kompak ‘teriak’ minta tambahan dana anggaran 2024 ke DPR RI.
BNPT mengusulkan anggarannya dinaikkan dua kali lipat dari yang awalnya Rp430 M menjadi Rp886 M. Kemudian, BNN yang mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp1.950.077.985.416, KPK senilai hampir Rp250 miliar, dan PPATK sebesar Rp84,3 miliar.
Alasan keempat lembaga negara meminta tambahan anggaran tersebut juga beragam. BNPT berdalih tambahan anggaran untuk melancarkan sejumlah program, seperti deradikalisasi hingga pembuatan perwakilan di daerah dan luar negeri.
Sementara itu, BNN berdalih tambahan dana untuk Advokasi ketahanan keluarga antinarkoba berbasis sumber daya desa dan SMP-SMA, hingga layanan rehabilitasi serta uji sertifikasi dan uji kompetensi jabatan fungsional petugas rehabilitasi.
Di sisi lain, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan ide tambahan dana tersebut terinspirasi dari KPK China. KPK mengaku akan menertibkan partai politik, penyelenggara negara, dan BUMN. Ada pun PPATK tambahan anggaran untuk pengawalan Pemilu 2024.
Menanggapi itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Lucius Karus menilai DPR harus mengedepankan fungsi budgeting yang melekat pada mereka.
Dalam membahas anggaran tahun selanjutnya, ia meminta DPR jangan hanya menyoroti tingkat serapan anggaran di tahun sebelumnya, melainkan harus juga menilik kualitas dari penggunaan anggaran di kementerian/lembaga (K/L) negara tersebut
“Saya kira itu yang harus selalu kita tuntut dari pelaksanaan fungsi anggaran DPR. Memastikan bahwa pengawasan mereka terhadap K/L itu tidak saja kemudian, terpaku pada berapa serapan anggaran yang dilakukan, tapi mempertanyakan setiap program atau kebijakan K/L,” kata Lucius kepada CNNIndonesia.com, Kamis (8/6).
Kualitas serapan anggaran kurang pengawasan
Lucius menganggap pengawasan itulah yang selama ini masih belum optimal dilakukan oleh DPR ke kementerian dan lembaga. Ia menilai DPR kerapkali ‘terbius’ dengan angka penyerapan anggaran yang tinggi, namun di sisi lain kualitas dari serapan anggaran itu luput dari pengawasan.
“Jadi, semuanya hanya terpukau dengan penyerapan anggaran, tapi kemudian tidak mendalami lebih jauh seberapa kemudian kualitas serap anggaran yang dilakukan K/L itu,” ucapnya.
Padahal, tutur Lucius, banyak instrumen atau alat yang bisa digunakan DPR untuk mempertimbangkan penentuan anggaran kementerian dan lembaga.
Salah satunya, laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang idealnya dijadikan acuan utama dalam mempertimbangkan pengusulan anggaran yang diajukan K/L.
Namun, Lucius menilai laporan BPK itu tidak pernah dijadikan acuan serius oleh DPR dalam menentukan anggaran kementerian dan lembaga.
“Itu tidak pernah jadi hal serius yang dipertanyakan oleh DPR ke K/L sekaligus jadi pertimbangan dalam menyetujui atau menolak usulan yang diajukan K/L,” ujar dia.
Ia pun menilai setiap lembaga tiap tahunnya memiliki kecenderungan untuk meminta kenaikan anggaran.
Namun menurutnya, kini proses yang tengah berjalan di DPR itu masih pada tahapan awal. DPR masih akan menggali dan mendalami lagi terkait anggaran yang diajukan oleh kementerian dan lembaga itu.
“Digali lagi, diperdalam lagi sampai kemudian menemukan angka yang tepat sesuai kinerja masing-masing,” katanya.
Senada, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan juga menilai DPR harus menyoroti tingkat dan kualitas serapan anggaran K/L dalam menentukan anggaran tahun selanjutnya.
Menurutnya DPR harus awas terhadap laporan dan sistem akuntabilitas masing-masing K/L.
“DPR harus membaca dan menganalisis LAKIP dan SAKIP masing-masing K/L, termasuk juga mengecek hasil kinerja anggaran K/L tersebut di lapangan,” ucap Misbah.
Menurutnya DPR juga memiliki berbagai alat yang bisa digunakan untuk mengawasi hal tersebut.
“DPR kan punya instrumen reses, yang selain digunakan untuk serap aspirasi, juga bisa digunakan untuk melakukan monitoring hasil pelaksanaan anggaran K/L,” tegas dia.
Kendati begitu, ia menyebut soal usul kenaikan anggaran tetap merupakan hak yang dimiliki oleh masing-masing kementerian dan lembaga.