Skip to main content

Menanggapi pernyataan Menteri PAN-RB, Abdullah Azwar Anas, terkait dengan alokasi anggaran pengentasan kemiskinan yang mencapai Rp 500 triliun dan banyak digunakan untuk rapat-rapat dan studi banding, berikut sikap Seknas FITRA :

  1. Bahwa persoalan ini bukan hal baru, tetapi persoalan klasik yang terjadi setiap tahun. MenPAN-RB pasti sangat tahu persoalan ini karena beliau pernah menjabat Kepala Daerah. Dalam postur APBN/APBD, Belanja Negara/Daerah dibagi menjadi tiga jenis, yakni Belanja Pegawai, Belanja Barang/Jasa atau belanja habis pakai, dan Belanja Modal. Belanja barang/jasa inilah yang digunakan untuk rapat-rapat dan studi banding dalam bentuk belanja makan/minum, perjalanan dinas, akomodasi hotel, dll. Bila dipersentasekan, belanja pegawai dan belanja barang/jasa porsinya sangat besar di setiap K/L.
  2. Belanja barang/jasa ini tersembunyi dalam nama program atau kegiatan yang seakan-akan untuk pengentasan kemiskinan. Banyak nama program/kegiatan yang bagus-bagus dan seakan-akan berpihak kepada masyarakat miskin, namun ketika kita telusuri (tracking) lebih dalam hingga ke rincian ouput atau level komponen, ujung-ujungnya untuk belanja makan/minum, perjalanan dinas, akomodasi yang sebagian besar dinikmati birokrasi. Anggaran yang betul-betul menyasar kepada masyarakat miskin dan kelompok-kelompok rentan seperti perempuan miskin, perempuan kepala keluarga miskin dan penyandang disabilitas, lansia anak yang terlantar, dst sangat minim.
  3. Akurasi data penduduk miskin atau keluarga miskin merupakan salah satu problem mendasar yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Tidak jarang setiap K/L memiliki data masing-masing, sehingga data antar K/L tidak sama bahkan sampai ketingkat Pemda bahkan Pemdes. Contoh kasus adalah belum selesainya sinkronisasi DTKS dengan data Regsosek.
  4. Strategi pengentasan kemiskinan kurang efektif. Hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis data kemiskinan Indonesia pada Sebtember 2022 sebanyak 26,36 juta orang. Justru naik 0,20 juta orang atau 0,03 persen point dibanding Maret 2022. Dengan jumlah penduduk miskin ekstrem mencapai 10,7 juta orang.

Oleh karena itu, Seknas FITRA merekomendasikan beberapa hal, sebagai berikut:

  1. Pemerintah harus jujur menyampaikan rincian atau detail informasi anggaran pengentasan kemiskinan hingga ke level rincian output dan komponen, bukan informasi glondongan. Transparansi rincian anggaran ini penting agar masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap efektivitas penggunaan anggaran pengentasan kemiskinan;
  2. Pemerintah perlu melakukan sinkronisasi program pengentasan kemiskinan dari pusat, daerah, hingga desa agar tidak terjadi tumpang tindih program antara K/L, Pemda dan Pemdes. Kelompok-kelompok rentan seperti perempuan miskin, perempuan kepala keluarga miskin, penyandang disabilitas, lansia, dan anak yang membutuhkan perlindungan khusus harus menjadi prioritas utama;
  3. Pemerintah perlu melakukan integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Regsosek dari desa sampai pusat agar tidak ada perbedaan data. Termasuk melakukan update data kemiskinan secara berkala. Upaya ini diharapkan mengatasi inclution error dan exclution error data kemiskinan yang sering kali terjadi;
  4. Melakukan pengawasan secara intensif penggunaan anggaran pengentasan kemiskinan. Pengawasan dapat dilakukan oleh APIP, BPK dan KPK dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil untuk mengantisipasi terjadinya tindak pidana korupsi.