Indonesia menjadi tuan rumah pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) IX yang akan berlangsung Desember mendatang, segenap prioritas pembangunan dalam kerja pemerintah Tahun 2013 di bidang perekonomian jelang konferensi tersebut sudah di rencanakan. Semua biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas panitia nasional dibebankan pada kementerian perdagangan. “jika kita tengok lagi pembentukan panitia nasional penyelenggaraan konferensi bertaraf internasional ini semua biaya sebagian besar dibebankan di Kementerian Perdagangan” ungkap Direktur Research Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yeni Sucipto dalam Konferensi Persnya bersama koalisi APBN dari Indonesia For Global Justice (IGJ) dan Koalisi Anti Utang (KAU) di Kantor Sekretariat Nasional FITRA Minggu (24/11).
Dalam Konferensi Persnya Direktur IGJ Riza Damanik juga menambahkan bahwa secara subtantif pertemuan WTO yang akan berlangsung di Bali mendatang tidak memberi keuntungan bagi Negara-negara berkembang termasuk Indonesia “tidak memberi keuntungan apapun untuk Negara berkembang bahkan negara yang kurang berkembang termasuk Indonesia karena berbagai subsidi spesifik seperti pangan, pupuk, benih, minyak goreng, kedelai dan kredit program rakyat miskin cenderung mengalami penurunan” terangnya. ditambahkannya lagi penurunan tersebut dapat dilihat pada alokasi subsidi non energi dari 4,67% (Rp 57,4 triliun) pada tahun 2011 menjadi 2,84% (Rp 40,3 triliun) pada tahun 2012. Bahkan saat pemerintah mencabut subsidi BBM 2008, yang seharusnya dikompensasi dengan naiknya subsidi non energi, justru alokasinya ikut mengalami penurunan dari 5,3% menjadi 4,64%. “Kenaikan subsidi non energi hanya terjadi di tahun 2010 sebesar 5,5%, setelah itu terus mengalami penurunan” ungkap Yenny menambahkan.
Ini sangat berkorelasi dengan agenda WTO yang melakukan penghapusan terhadap subsidi domestik. Pemerintah dengan nyata melakukan beberapa pengurangan subsidi, hingga menghapus beberapa subsidi untuk rakyat dari tahun 2008. Hal ini mengakibatkan impor bahan baku seperti kedelai dan beras semakin merajalela hingga menyebabkan rapuhnya perekonomian nasional. Atas dasar itulah Koalisi untuk APBN mengecam keputusan buruk Pemerintahan Susilo Bambang Yudhono yang bersedia menjadi tuan rumah dan berkomitmen melanjutkan negosiasi perdagangan bebas multilateral dalam kerangka WTO di Bali nanti. Keputusan-keputusan buruk yang akan dihasilkan akan memberikan dampak negatif bagi rakyat Indonesia dan menjadi beban bagi pemerintahan pasca Pemilu 2014. Lebih daripada itu, pertemuan WTO di Bali jelas merupakan ancaman bagi keberlanjutan kehidupan petani, nelayan, dan menambah angka kemiskinan. Menghancurkan industri nasional, koperasi, serta usaha kecil dan menengah serta semakin memperburuk neraca perdagangan Indonesia kedepannya.
“Kami juga mengecam penggunaan uang negara yang besar dalam penyelenggaraan KTM WTO IX oleh pemerintah RI, untuk membiayai sebuah perundingan yang justru akan merugikan rakyat Indonesia” tegas Direktur Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan. Koalisi APBN dalam Konferensi Persnya juga mendesak pemerintah untuk menghentikan praktek pengurangan subsidi-subsidi rakyat dengan mengubah orientasi kebijakan anggaran negara yang lebih mencerminkan keberpihakan pada pembangunan disegala sektor.
Berikut Mata Anggaran yang diasumsikan untuk mendukung secara teknis penyelenggaran WTO di Bali, yaitu :
No |
Program/kegiatan |
Anggaran (Rp Ribu) |
1 | Laporan Hasil analisa tentang adanya indikasi importasi barang dumping/barang mengandung subsidi | 218.140 |
2 | Laporan ketentuan anti dumping yang sesuai dengan agreement WTO | 539.520 |
3 | Laporan penyelenggaraan/Keikutsertaan dalam sidang/Konfrensi Internasional di Dalam/Luar Negeri | 3.810.984 |
4 | Partisipasi sidang-sidang Fasilitasi Perdanganngan di dalam dan luar negeri | 1.416.800 |
5 | Peningkatan peran dan kemampuan diplomasi perdangangan internasional | 266.735.300 |
6 | Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis lainnya ditjen kerjasama Perdangangan Internasional | 30.124.700 |
7 | Peningkatan kerjasama di bidang perdangangan jasa | 7.840.000 |
8 | Peningkatan kerjasama dan perundingan multilateral | 9.000.000 |
Reradaksi : FITRA