Skip to main content

engerjaan kereta cepat Indonesia China di tunel 1 inlet sepanjang 1467 meter di kawasan Halim

Jakarta, 12 Oktober 2021 – Pengucuran anggaran negara dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kemungkinan bakal berlangsung hingga armada canggih itu beroperasi. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan, mengatakan ada kekhawatiran jika anggaran negara tak hanya dipakai untuk menambal kekurangan modal saat pembangunan, tapi juga untuk menutupi biaya operasi kereta cepat tersebut.

Belum lagi nanti minta semacam subsidi dari anggaran negara saat kereta cepat ini beroperasi untuk menekan harga tiket. Beban anggaran akan semakin berat,” kata Misbah kepada Tempo.

Pemerintah mengubah skema pendanaan kereta cepat Jakarta-Bandung melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021. Aturan ini membuka opsi pengucuran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai kereta cepat, yang masuk daftar proyek strategis nasional (PSN).

Melalui perpres baru ini, pemerintah menetapkan dua jenis pembiayaan APBN. Skema pembiayaan pertama adalah penyertaan modal negara (PMN) kepada konsorsium badan usaha milik negara (BUMN) yang menggarap proyek ini. PMN diberikan untuk memenuhi kekurangan kewajiban penyetoran modal dasar pada perusahaan patungan dan untuk memenuhi kewajiban perusahaan patungan akibat pembengkakan biaya proyek (cost overrun).

Skema kedua adalah penjaminan kewajiban pemimpin konsorsium BUMN bila membutuhkan pinjaman untuk menambah modal akibat pembengkakan biaya. Pemimpin konsorsium yang bisa menerima kucuran APBN adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Sumber Tempo di pemerintahan menyebutkan cost overrun bukan satu-satunya masalah yang menjerat PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang menggarap proyek ini. Melarnya biaya investasi dari skenario awal, kata dia, bakal menimbulkan defisit biaya saat kereta cepat mulai beroperasi. Sebab, asumsi harga tiket dan jumlah penumpang yang disusun pada tahap perencanaan dipastikan tak akan bisa menutupi biaya investasi dan operasi.

Saat meluncur pada Desember 2022, kereta cepat Jakarta-Bandung ditargetkan mengangkut 601 penumpang pada setiap perjalanan. Dengan asumsi jumlah penumpang 31-32 ribu orang per hari, tarif tiketnya Rp 250-350 ribu. Namun penghitungan yang disusun pada 2016 ini buyar karena ada pembengkakan biaya proyek. Biaya membengkak dari US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 86,52 triliun menjadi US$ 8 miliar atau Rp 122,58 triliun.

Walhasil, kata sumber tersebut, KCIC menghadapi opsi yang sempit agar bisa tetap mengoperasikan kereta cepat dengan skala keekonomian. Opsi itu adalah menaikkan harga tiket, menggali sumber pendapatan baru di luar penjualan tiket, atau dibantu oleh negara. Awalnya penyelesaian masalah defisit operasi akan dibicarakan dengan konsorsium perusahaan Cina yang juga menjadi pemegang saham KCIC. Namun sampai saat ini belum ada kejelasan pembahasan soal itu. Hitungan defisit operasi belum selesai. Kalau ada selisih mungkin harus didukung subsidi, kata sumber Tempo.

Saat dimintai tanggapan soal ini, Direktur Utama KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, mengatakan hal itu masih diperhitungkan bersama konsultan dari Pusat Pengujian, Pengukuran, Pelatihan, Observasi, dan Layanan Rekayasa (Polar) Universitas Indonesia. Semua aspek dilihat, termasuk soal proyeksi permintaan penumpang dan pricing strategy, ucap dia kepada Tempo, kemarin.

Dwiyana mengatakan KCIC menguji coba berbagai opsi untuk menekan kebutuhan biaya pada awal pengoperasian kereta cepat. Opsi yang mengemuka untuk menutup biaya operasi adalah non-fare box revenue atau pendapatan non-tiket. Kami mencari sumber pendapatan lain dari properti, misalnya, ujar dia. Untuk diketahui, KCIC berniat membangun transit oriented development (TOD) atau hunian yang terintegrasi dengan stasiun kereta cepat. TOD itu antara lain berada di dekat Stasiun Walini, Bandung Barat.

Untuk menyelesaikan persoalan cost overrun, kata Dwiyana, KCIC akan melakukan efisiensi biaya. Menurut dia, efisiensi akan membantu perusahaan mengurangi defisit saat operasi. Salah satu caranya adalah memperbanyak pegawai yang berpengalaman dibanding tenaga baru atau fresh graduate demi memangkas biaya pelatihan. Pelatihan masinis yang awalnya akan digelar di Cina pun dipindahkan ke Indonesia. Efisiensi operational and maintenance readiness juga bisa mengurangi defisit, kata dia.

Sekretaris Perusahaan KCIC, Mirza Soraya, mengatakan urusan pendanaan kereta cepat, termasuk penggunaan APBN, menjadi ranah pemerintah dan konsorsium BUMN yang merupakan pemilik proyek.

Dalam rapat bersama Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat pada awal September lalu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI, Salusra Wijaya, mengatakan negosiasi dengan konsorsium kontraktor terus berjalan untuk menekan cost overrun. Efisiensi pun dibarengi dengan upaya restrukturisasi fisik proyek.

Sedangkan Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan keputusan memakai APBN diambil karena keuangan BUMN sponsor kereta cepat terganggu akibat pandemi Covid-19. Ini kondisi mau tidak mau, supaya kereta cepat segera terlaksana, katanya.

Kepala Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menyarankan kelayakan proyek kereta cepat yang seharusnya tak memakai uang negara ini dikaji ulang. Kalau secara bisnis proyeknya layak, pasti pendanaan tetap dalam rencana awal, yaitu business to business.

Sumber: https://koran.tempo.co/read/berita-utama/468655/opsi-subsidi-operasi-kereta-cepat-lewat-apbn-mengemuka