Jakarta, 18 Agustus 2021 – Langkah pemerintah memangkas anggaran Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial menuai sorotan. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Misbah Hasan, mengungkapkan, hal itu menunjukkan sikap pemerintah yang terlalu optimistis dalam mengalokasikan anggaran, sehingga berpotensi meleset serta mempengaruhi postur anggaran.
Misbah mengatakan kondisi tersebut kontras dengan alokasi anggaran untuk kementerian/lembaga yang tak masuk dalam bidang prioritas kala pandemi, seperti Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang nilainya justru dinaikkan. Postur ini belum mencerminkan realitas kondisi sekarang. Pemerintah bersikap seakan-akan pandemi bisa segera ditangani dan cenderung meremehkan kemungkinan adanya gelombang ketiga, katanya.Mengutip Buku Nota Keuangan terkait Rancangan APBN 2022, Kementerian Kesehatan mengalami pemangkasan anggaran terbanyak, yaitu sebesar 45,4 persen dari Rp 175,9 triliun pada 2021 menjadi Rp 96,1 triliun. Berikutnya, anggaran Kementerian Sosial turun 26 persen dari Rp 105,9 triliun menjadi Rp 78,3 triliun. Pemangkasan tersebut kontras dengan alokasi anggaran untuk kementerian/lembaga yang tak terkait langsung dengan penanganan dampak pandemi Covid-19, yakni Kementerian Pertahanan yang anggarannya justru naik 13,3 persen dari Rp 118,2 triliun pada 2021 menjadi Rp 133,9 triliun pada 2022. Selanjutnya, anggaran Polri bertambah 14,6 persen dari Rp 96,9 triliun menjadi Rp 111 triliun.
Secara total, anggaran belanja negara tahun depan dialokasikan sebesar Rp 2.708 triliun. Belanja tersebut terdiri atas pemerintah pusat Rp 1.938 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 770 triliun. Di dalam pos belanja pemerintah pusat terdapat alokasi anggaran belanja 87 kementerian/lembaga sebesar Rp 940,6 triliun, menurun dibanding belanja pada 2021 yang sebesar Rp 1.059,4 triliun. Adapun alokasi belanja Kementerian Pertahanan mencatatkan porsi terbesar, yaitu 14,2 persen dari total anggaran belanja kementerian/lembaga. Ini masih proses pembahasan dan perubahannya sangat dinamis sebelum ditetapkan menjadi UU APBN pada akhir Oktober 2021, sehingga pemerintah diharapkan dapat meninjau kembali anggaran yang ditetapkan, ucap Misbah.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Tauhid Ahmad, berujar, belanja kementerian/lembaga terkait dengan penanganan pandemi yang turun drastis menggambarkan kurangnya tingkat kepekaan pemerintah terhadap situasi saat ini. Pemerintah menggunakan asumsi normal sebelum pandemi, di mana memang biasanya anggaran Kementerian Pertahanan dan Polri naik setiap tahun, tapi sangat disayangkan belanja kementerian/lembaga yang diandalkan selama masa pandemi justru turun drastis, katanya.
Secara umum, tema fiskal yang diambil pemerintah untuk RAPBN 2022, menurut Tauhid, tak banyak berubah dengan tahun ini, yaitu pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Pemulihan ekonomi memang betul masih akan terjadi, tapi tahun depan harusnya sudah tidak lagi pada tahap reformasi struktural, katanya.
Kebijakan 2022 juga diharapkan dapat lebih ekspansif untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mempercepat penanganan wabah. Ekspansifnya sekarang tampak masih setengah hati karena pemerintah terganjal target defisit anggaran 4,85 persen dari produk domestik bruto (PDB), ucapnya. Pasalnya, 2022 akan menjadi tahun terakhir dari defisit yang diperbolehkan di atas 3 persen dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meski anggaran yang dialokasikan untuk bidang kesehatan dan perlindungan sosial menyusut, pemerintah memastikan akan tetap responsif menambah anggaran jika memang dibutuhkan seiring dengan perkembangan penanggulangan pandemi. Refocusing dan realokasi akan dilakukan secara otomatis supaya tidak terjadi disrupsi jika ada lonjakan angka kasus Covid-19, ujarnya.
Skenario adanya lonjakan angka kasus bakal menyebabkan pembatasan mobilitas dan aktivitas perekonomian, sehingga akan ada anggaran tambahan yang dibutuhkan untuk mendukung program kesehatan dan perlindungan sosial masyarakat. Harus ada program-program kementerian/lembaga yang dialihkan kalau angka kasus Covid-19 kembali melonjak. Tapi, kalau tidak, ya, kita bisa terus lanjutkan upaya pemulihan, katanya.
Sri Mulyani menambahkan, secara khusus alokasi perlindungan sosial dalam Rancangan APBN sebagai antisipasi ketidakpastian perkembangan penanggulangan pandemi tahun depan sebesar Rp 153,7 triliun. Alokasi itu mencakup perlindungan sosial regular, seperti Program Keluarga Harapan, kartu sembako, dan Kartu Prakerja. Berikutnya, tambahan perlindungan sosial berupa bantuan sosial tunai, kartu sembako PPKM, dan bantuan kuota Internet jika dibutuhkan. Kami akan coba stabil di kisaran belanja Rp 2.700 triliun, dan akan melihat dengan teliti setiap komponen belanja yang krusial, seperti untuk kebutuhan sektor kesehatan.
Sumber: https://koran.tempo.co/read/berita-utama/467221/anggaran-jumbo-kebutuhan-non-pandemi