Jakarta, 26 Maret 2019
Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau Seknas Fitra meminta pemerintah untuk mewaspadai rasio pembayaran bunga utang yang terus meningkat. Menurut catatan Seknas Fitra, rasio pembayaran bunga utang terhadap belanja pemerintah terus meningkat dari 13,2 persen pada 2014, menjadi 17,2 persen pada 2018.
“Tren peningkatan ini perlu ditangani secara cermat sehingga tidak mengorbankan alokasi anggaran untuk belanja lain yang bersifat produktif maupun belanja modal dan bantuan sosial,” kata Sekretaris Jenderal Seknas Fitra, Misbah Hasan saat memaparkan hasil kajian di Hotel Grand Cemara, Jakarta Pusat, Selasa 26 Maret 2019.
Seknas Fitra merilis hasil kajian mereka mengenai tata kelola utang pemerintah yang berjudul “Tata Kelola Utang Negara untuk Pembangunan Nasional”. Dalam kajian tersebut Fitra memaparkan dan menganalisa profil, dampak utang pemerintah, risiko serta beban utang pemerintah.
Hasil kajian Seknas Fitra tersebut juga mencatat bahwa dalam periode 2014-2018, pertumbuhan utang pemerintah terus meningkat. Pertumbuhan puncak utang terjadi pada 2015 yang tumbuh sebesar 29,8 persen sebesar Rp 323, 1 triliun. Sedangkan secara nominal pembiayaan utangsecara neto terbesar terjadi pada 2017 yang mencapai Rp 366,6 triliun.
Kajian Seknas Fitra tersebut dibenarkan oleh ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri. Menurut catatan dia, belanja pemerintah untuk membayar bunga utang meningkat sebanyak 94 persen sepanjang 2014-2018.
Sedangkan, menurut catatan Faisal, utang pemeritah terus meningkat sebesar 71 persen sejak 2014-2018. “Beban bunga itu kian membuat pemerinrah tidak leluasa untuk meningkatkan belanja lain yang penting,” kata Faisal dalam acara yang sama.
Kementerian Keuangan sebelumnya merilis data kondisi fiskal tahun berjalan 2019 lewat APBN Kita. Dalam rilis tersebut tercatat bahwa posisi utang pemerintah pada Februari 2019 sebesar Rp 4.566,26 triliun. Secara month to month posisi utang tersebut tercatat meningkat dari sebelumnya yang sebesar Rp 4.498,65 triliun.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menyayangkan anggapan bahwa kerja Kementerian Keuangan hanya melakukan penerbitan utang. “Padahal kita tidak punya Dirjen Utang, yang ada Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, karena teknisnya namanya pembiayaan,” katanya saat membuka acara kompetisi “Hackathon” di Jakarta, Jumat malam, 1 Maret 2019.
Selain itu, kata Sri Mulyani, masyarakat juga belum sepenuhnya memahami bahwa Indonesia merupakan negara kaya karena mempunyai barang milik negara. Nilai barang milik negara itu lebih dari Rp 6.000 triliun dan dikelola Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan.
“DJKN tidak pernah dilihat, yang dilihat utangnya terus. Dan kita ketakutan sama utang. Padahal aset kita yang naik tidak pernah dilihat,” kata Sri Mulyani. Berdasarkan revaluasi aset yang dilakukan pemerintah pada periode 2017-2018, nilai aset negara saat ini mencapai Rp 5.728,49 triliun, atau melonjak hingga 272,42 persen, dari Rp 1.538,18 triliun pada satu dekade lalu.
Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1189406/bunga-utang-terus-meningkat-pemerintah-diminta-waspada