Skip to main content

Penetapan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan sebagai tersangka korupsi terjadi di tengah kebijakan efisiensi anggaran besar yang dilakukan pemerintah. Meski secara teknis tidak banyak mengganggu pelaksanaan efisiensi, kasus tersebut bisa turut menggerus citra dan akuntabilitas Kemenkeu.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung pada Jumat (7/2/2025) malam. Isa langsung ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya pada period 2008-2018. 

Penetapan Isa sebagai tersangka bersangkutan dengan keputusan yang ia buat ketika masih menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada periode 2006-2012. 

Meski tidak berkaitan langsung dengan jabatannya saat ini di Kemenkeu, kasus tersebut dinilai akan tetap berdampak pada kredibilitas dan akuntabilitas Kemenkeu. Terutama, direktorat yang dipimpin oleh Isa kini sedang mengawal pelaksanaan efisiensi anggaran jumbo yang diperintahkan Presiden Prabowo Subianto kepada seluruh jajaran pemerintahan pusat dan daerah.

Menurut peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas) Fitra), Gulfino Guevarrato, Sabtu (8/2/2025), kasus itu mengindikasikan bahwa Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) yang notabene adalah ”jantung” pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini dipimpin sosok yang tidak berintegritas. 

”Sangat mungkin ini bisa memicu resistensi dari kementerian dan lembaga (K/L) lain karena di saat KL-KL diharuskan memotong anggaran untuk efisiensi, pemimpin direktorat yang mengurusi efisiensi justru terlibat korupsi meski kasusnya tidak berkaitan dengan jabatan sebagai Dirjen Anggaran,” katanya. 

Menurut dia, secara teknis pelaksanaan, kasus itu tidak banyak yang terdampak. Kemenkeu bisa cepat menindaklanjuti kasus korupsi Isa dengan segera memilih penggantinya untuk mengisi kekosongan kursi Direktur Jenderal Anggaran. Namun, dari sisi akuntabilitas dan moralitas, kelembagaan Kemenkeu sekaligus pelaksanaan kebijakan efisiensi sudah telanjur terganggu.

”Ada banyak orang berkompeten di DJA sehingga semestinya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bisa dengan cepat mengatasi masalah itu. Namun, secara moralitas, kelembagaan Kemenkeu dan proses efisiensi anggaran yang ini saat ini dijalankan dapat tercoreng dengan adanya kasus ini,” ujar Gulfino. 

Mencari Pengganti

Kemenkeu perlu segera mencari pengganti Isa dan memastikan rekam jejak sosok tersebut benar-benar bersih. ”DJA ini jantung pengelolaan APBN. Mesti diisi orang yang bukan hanya kompeten dan paham politik anggaran, tetapi track record-nya juga tidak mencederai nilai transparansi, akuntabilitas, dan integritas yang semestinya dijunjung di Kemenkeu,” katanya.

Saat ini, proses efisiensi anggaran senilai Rp 306,7 triliun yang diperintahkan Prabowo lewat Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 sudah berlangsung. Sebagian besar K/L kini sudah memetakan rencana efisiensi anggarannya masing-masing dan mengajukan usulan itu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk persetujuan blokir anggaran. 

Pelaksanaan efisiensi anggaran sempat memancing reaksi yang beragam dari berbagai K/L lain. Meski sejauh ini pemangkasan anggaran tetap dijalankan sesuai instruksi Prabowo dan besaran nilai yang ditetapkan oleh Kemenkeu, banyak instansi yang mengeluhkan dampak efisiensi itu terhadap operasional sehari-hari hingga pelaksanaan sejumlah program penting. 

Dari segi teknis, peneliti Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Riza Annisa Pujarama, menilai, tugas dan fungsi DJA, termasuk urusan efisiensi anggaran Rp 306 triliun, semestinya tetap bisa berjalan karena struktur organisasi di Kemenkeu sudah jelas. 

”Hanya saja, yang berkaitan dengan keputusan strategis Dirjen Anggaran Kemenkeu perlu dialihkan ke struktur yang lebih tinggi atau perlu segera ada pejabat pengganti sementara,” kata Riza saat dihubungi, Sabtu. 

Menurut ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, penangkapan Dirjen Anggaran akan sedikit mengganggu karena DJA adalah pengampu untuk finalisasi proses efisiensi anggaran. Namun, mengingat saat ini K/L sudah dalam tahap menyusun perencanaan dan berkonsultasi dengan DPR, secara teknis urusan efisiensi anggaran bisa cepat diselesaikan.

”Terlebih, tugas dirjen lebih bersifat administratif. Kalaupun ke depan ada perubahan signifikan, misalnya perbedaan antara penghitungan tiap K/L dengan target besaran yang harus dihemat, itu merupakan wilayah kewenangan Menkeu dan Presiden, bukan level Dirjen Anggaran,” ujar Awalil. 

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro memastikan pihaknya akan segera mencari pengganti Isa. Terlebih, saat ini DJA sedang mengemban pekerjaan besar untuk memantau dan mengeksekusi pelaksanaan efisiensi anggaran di seluruh K/L. Namun, siapa sosok tersebut, untuk saat ini ia belum bisa memastikan. 

”Belum ada untuk sekarang. Nanti ditunggu saja, ya, segera akan kami sampaikan. Pada intinya kami di Kemenkeu menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” ujarnya singkat.

Bukan kali pertama

Ini bukan kali pertama ada kasus korupsi yang menyangkut pejabat tinggi di lingkungan Kemenkeu. Sebelumnya, pada 2023, bekas pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo, juga terbukti menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menyamarkan hasil korupsi. Ia dihukum pidana penjara 14 tahun. 

Saat kasus itu mencuat dulu, penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap Kemenkeu pada periode 2007-2023 menemukan, terdapat 964 pegawai di Kemenkeu yang memiliki harta kekayaan tidak wajar. 

Adapun berdasarkan data laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) periode terbaru pada 2023, Isa Rachmatarwata dilaporkan memiliki harta kekayaan senilai Rp 38,97 miliar. Ia memiliki aset tanah dan bangunan di enam lokasi dengan total nilai Rp 8,83 miliar. 

Ia juga dilaporkan memiliki tiga kendaraan roda empat, yakni Toyota Camry tahun 2011 senilai Rp 100 juta, Mazda CX9 tahun 2011 senilai Rp 650 juta, dan Hyundai Ioniq 5 EV tahun 2023 senilai Rp 750 juta. 

Selain itu, Isa memiliki harta bergerak lain senilai Rp 504 juta, surat beharga senilai Rp 19,52 miliar, serta kas dan setara kas senilai Rp 5,79 miliar. Ia juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 302,91 juta.

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/dirjen-anggaran-kemenkeu-tersangka-korupsi-apa-dampaknya-ke-pelaksanaan-efisiensi-anggaran