Direktur Advokasi & Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi menilai masuknya anggaran siluman sebesar Rp 27 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang sebelumnya telah disahkan oleh DPR merupakan bentuk penyelewengan uang negara dan pembajakan anggaran.
Uchok memaparkan, anggaran tersebut diduga digunakan untuk menghadapi pemilihan legislatif (Pileg) 2014 mendatang. “Rp 27 triliun, tanpa dihapus oleh dewan. Sebagai indikasi pertama, dewan bukan lagi wakil rakyat, pengawas anggaran, tetapi sudah menjelma menjadi pembajak anggaran untuk kepentingaan tahun 2014,” kata Uchok, Selain itu menurutnya mark up anggaran ini selalu melibatkan orang banyak dan pihak tertentu agar terlihat legal. Sehingga sudah ada konspirasi didalamnya baik legislatif sebagai pengawas dan pemerintah sebagai pengguna anggaran.
“Kedua, keberadaan dana siluman ini mengkonfirmasikan kepada publik bahwa eksekutif dan legislatif bekerjasama untuk kongkalingkong untuk ‘merampok’ uang pajak rakyat dengan seolah-olah legal,” Tegas Uchok. Berdasarkan analisanya anggaran tersebut diduga digunakan untuk menghadapi Pileg 2014 agar dapat dipilih kembali. Sehingga peluang untuk calon legislatif (Caleg) baru dan idealis tertutup peluangnya. “Dengan anggaran siluman ini maka Caleg miskin, Caleg idealis atau anggota dewan bisa keok atau kalah,” katanya. Dia menambahkan, dengan jumlah anggaran yang besar tersebut bukan tidak mungkin dapat menyuap pelih dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Pileg 2014 nanti. Yang lebih mencengangkan anggaran tersebut menjadi dana pensiun Anggota Dewan bila tidak terpilih kembali. “Karena tujuan anggaran siluman untuk menyuap pemilih dan KPU serta dana pensiun ketika tidak terpilih kembali,” imbuhnya.
Uchok juga menjelaskan dalam perumusan rancangan Undang-undang APBN (RUU APBN) tidak dapat anggaran tersebut diaudit, namun setelah menjadi UU APBN hal tersebut masih bisa diblokir oleh DPR sendiri dan Kementrian Keuangan. “Kalau perencanaan tidak bisa diaudit. Bisa diblokir oleh DPR atau Kementerian Keuangaan,” jelasnya. Untuk mengetahui penggunaan anggaran tersebut, Uchok menrangkan dapat terlihat setelah adanya pelaksanaan program yang menyedot anggaran tersebut. “Pertanggungjawaban setelah dilaksanakan anggaran tersebut,” terangnya.
Sebelumnya Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) menilai DPR tidak serius membahas Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2014. Menurut pantauan FITRA, peserta sidang rapat hanya dihadiri oleh Dewan yang sama, rapat tidak dilakukan serius karena banyak anggota DPR yang bergantian keluar masuk ruang rapat. Menurut Uchok, pemantauan awal yang dilakukan oleh FITRA terhadap proses persidangan dengan agenda membahas RAPBN 2014 terhadap 93 sidang anggaran di Badan Anggaran dan Komisi-Komisi DPR sepanjang 16 Agustus hingga 12 September 2013, menunjukkan rata-rata kehadiran anggota DPR dalam sidang membahas RAPBN 2014 hanya sebesar 35 persen.
Pembahasan RAPBN, dilakukan secara tertutup menurutnya pembahasan RAPBN harusnya bersifat terbuka. Selama pemantauan yang dilakukan oleh FITRA, jelasnya, ditemukan 20 sidang yang dilakukan secara tertutup. Padahal, mandat konstitusi menjelaskan pembahasan anggaran dilaksanakan secara terbuka. Adapun bentuk penyelewengan anggaran berdasarkan temuan FITRA seperti untuk kendaraan dinas 2014 menghabisakan anggaran sebesar Rp. 509 miliar untuk 3.794 unit kendaraan. Untuk tahun 2013 anggaran kendaraan dinas menelan biaya Rp. 2,57 triliun untuk 18.502 unit.