Setahun Kepemimpian Joko Widodo (Jokowi)- Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) menilai Pemprov DKI Jakarta belum mampu mengoptimalkan serapan anggaran dari APBD DKI. Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA Uchok Sky Khadafi mengatakan terkait satu tahun kepemimpinan Jokowi-Ahok bahwa penyerapan anggaran di tingkat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di DKI Jakarta masih rendah.
“Ini mengkonfirmasi bahwa SKPD lamban dalam mengeksekusi anggaran. Penyebabnya adalah rendahnya kapasitas PNS DKI Jakarta,” tutur Uchok. Uchok juga melihat sejumlah faktor yang menyebabkan lambannya penyerapan anggaran oleh SKPD, di antaranya pengawasan yang lemah karena tidak adanya monitoring pimpinan maupun DPRD DKI. Menurutnya, bisa dilihat dari laporan realisasi anggaran yang hanya disampaikan setiap enam bulan. Seharusnya Pemprov DKI mengefektifkan laporan realisasi anggaran per 3 bulan sekali kepada DPRD. Dengan begitu dewan bisa mendorong bila ada target minimal penyerapan anggaran yang tak tercapai.
“Jadi, selama satu tahun ini birokrasi Jokowi belum ada perbaikan di internal mereka. Seharusnya diperbaiki dulu birokrasi agar bisa meningkatkan pelayanan masyarakat. ketika meningkat pelayanan publik, pasti dampak kepada penyerapan anggaran yang tinggi,” ujar Uchok. Kemudian setahun kepemimpinan Jokowi-Ahok, FITRA juga menilai kinerja pimpinan Jakarta baru itu bersifat sporadis dan sekedar merespon persoalan yang secara cepat bisa diselesaikan, misalnya relokasi waduk pluit, waduk ria rio dan relokasi PKL Tanah Abang.
Namun, Uchok mengapresiasi terobosan Pemprov DKI yang telah membuka APBD lewat internet dan papan di kelurahan. Begitu juga lelang jabatan lurah, camat, kepala dinas yang dianggap reformis untuk penata kelolaan pemerintahan kemudian soal reformasi birokrasi, Uchok melihat sudah disentuh dengan lelang jabatan. Tapi harus diakui lelang jabatan itu masih belum fokus untuk membenahi birokrasi di Pemprov DKI. Selain itu, program-program tahunan untuk pemenuhan hak dasar pendidikan, kesehatan dan perumahan proses penyusunannya dinilai masih minim partisipasi publik.
“Seharusnya agar alokasi yang sangat besar tersebut dapat dipastikan tepat sasaran, maka perlu terobosan partisipasi ala metropolitan. Contohnya menggelar Musrenbang online selama 1 bulan dari tingkat kelurahan sampai Propinsi,” tandasnya.