FITRA Terus Mendorong Peran Desa dalam Pembangunan yang Responsif Gender
Perencanaan dan penganggaran yang Responsif Gender (PPRG), partisipatif, dan pro poor merupakan pendekatan yang memastikan adanya pelibatan warga (laki-laki, perempuan, anak, kelompok disabilitas, lansia) dalam mengidentifikasi apa yang menjadi prioritas pembangunan, kebijakan, program dan kegiatan yang membutuhkan alokasi anggaran atau sumber daya.
Seknas FITRA dan FITRA Sumut dengan dukungan FES (Friedrich Ebert Stiftung) bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PMDP2A), Dinas BPKAD Kabupaten Karo memandang penting untuk mendorong kebijakan perencanaan dan penganggaran desa yang responsif gender dan inklusif. Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari, 6-7 November 2018 bertempat di Hotel Sinabung Hills ini diikuti oleh 35 peserta terdiri atas perwakilan tokoh masyarakat desa, BPD, Kepala Desa, Sekretaris Desa, tokoh perempuan, didampingi juga oleh dinas-dinas terkait anggaran responsif gender.
Peluang penerapan perencanaan dan penganggaran responsif gender sangat terbuka dengan otonomi desa yang diatur berdasarkan UU 6 tahun 2014 tentang Desa. UU Desa memberi amanah bahwa Pemerintah Desa mempunyai kewenangan memberi perhatian khusus bagi pelaksanaan pelayanan publik di desa. Desa juga mesti memenuhi kebutuhan khusus perempuan, anak dan orang miskin terutama terkait pendidikan dan kesehatan. Landasan hukumnya sudah yang cukup kuat, diatur dalam pasal 18 hingga pasal 22 UU Desa. Pada peraturan pelaksanaan tentang desa sebagaimana PP 47 tahun 2015 perubahan atas PP 43 tahun 2014 khususnya pasal 33 hingga pasal 39, juga memberikan jaminan terkait kewenangan desa tersebut. Bahkan pedoman kewenangan desa diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Desa dan Transmigrasi yakni Permendes Nomor 1 tahun 2015.
Melalui kegiatan ini, kami berharap adanya peningkatan pengetahuan mengenai proses perencanaan dan penganggaran desa yang responsif gender (alur/proses, kebijakan yang mengatur, membaca/analisis anggaran). Di samping itu, dengan praktik dan simulasi yang dilakukan oleh peserta, pemahaman dan keterampilan turut meningkat dalam menyusun RPJM-Desa, RKP-Desa, dan APB-Desa yang responsif gender.*