Peneliti Forum Indonesia Transparasi Anggaran (FITRA) Gunardi Ridwan menanggapi temuan harta kekayaan pejabat eselon II di Pemprov DKI Jakarta mencapai di atas Rp 20 miliar. Gunadi mengatakan harta kekayaan pejabat negara bisa didapatkan dari berbagai sumber.
“Kami belum bisa ngomong ya, karena kan bagaimana pun biasanya harta itu bisa didapat dari banyak hal, misalnya, warisan, bisnis dan sebagainya,”
Gurnadi Ridwan, Peneliti Seknas FITRA
Hal itu disampaikan Gunadi menanggapi heboh harta kekayaan Kepala Satpol PP DKI Arifin yang mencapai Rp 24,59 miliar. Nilai hartanya yang fantastis itu membuat Arifin menjadi pejabat DKI paling tajir. Namun belakangan Kasatpol PP DKI itu menyebut salah isi LHKPN.
Meski asal usul harta pejabat belum diketahui, Gunadi menyoroti bahwa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) memiliki fungsi yang cukup baik.
“LHKPN juga memiliki peran pencegahan dan penindakan, menurut saya itu pointnya,”.
Gurnadi Ridwan, Peneliti Seknas FITRA
Peneliti FITRA itu menilai LKHPN merupakan suatu instrumen yang sangat penting untuk pencegahan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau instansi dan juga publik secara tidak langsung bisa memberikan respons penindakan, salah satunya crosscheck data.
“Hal ini menunjukan penerapan LKHPN ini menjadi penting, menjadi sebuah syarat bagi perbaikan tata kelola dan juga pencengahan korupsi,” ujarnya.
Soal struktur gaji pejabat eselon II lebih tinggi dari gaji pejabat eselon I, Gunadi menyebutkan formulasi gaji mengikuti perundang-undangan atau kondisi regional di wilayah tersebut.
“Artinya bisa jadi memang berubah atau berbeda yang satu dengan yang lainnya, Karena salah satu fungsinya kan tadi ya, bagaimana agar kemudian kerja dan bebannya bisa sesuai”
Gurnadi Ridwan, Peneliti Seknas FITRA
Namun, sepengetahuan Gunardi, beberapa jabatan strategis dapat memiliki imbalan gaji atau insentif yang besar sehingga menambah harta kekayaan sang pejabat.