Jakarta, 8 September 2021 – Masuknya kandidat yang tak memenuhi syarat dalam uji kepatutan dan kelayakan calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dinilai berpotensi menimbulkan persoalan di kemudian hari. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan, mengatakan masuknya kandidat yang belum lama menanggalkan status sebagai pengelola keuangan negara bakal memicu konflik kepentingan.
Menurut Misbah, fokus utama dalam uji kepatutan dan kelayakan calon anggota BPK adalah penilaian integritas. BPK saat ini saja masih banyak dihadapkan pada persoalan integritas auditornya dan sering terkena kasus suap, sehingga menjadi pekerjaan rumah yang harus diperhatikan,” kata dia, kemarin.
Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa ihwal seleksi calon anggota BPK. Dalam surat bernomor 183/KMA/HK.06/08/2021 tanggal 25 Agustus 2021 disebutkan tiga hal. Pertama, MA menyatakan berwenang memberikan pertimbangan hukum, baik diminta maupun tidak diminta, kepada lembaga negara lain, mengacu pada Pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA.
Kedua, MA menyatakan, berdasarkan penafsiran Pasal 13 Huruf J Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, calon anggota BPK yang pernah menjabat pengelola keuangan negara harus memenuhi syarat masa jabatan terakhir. Untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK, syaratnya adalah minimal dua tahun meninggalkan jabatan pengelola keuangan negara.
Pada poin ketiga, MA menyatakan syarat itu dimaksudkan agar calon anggota BPK tidak terjerat konflik kepentingan. Meski begitu, MA menyatakan keputusan lebih lanjut menjadi kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dalam berkas kajian Badan Keahlian DPR, salah satu kandidat anggota BPK, yaitu Nyoman Adhi Suryadnyana, diketahui menjabat Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea-Cukai Manado hingga Desember 2019. Kandidat lain, yaitu Harry Z. Soeratin, dilantik sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan pada Juli 2020.
Masuknya Nyoman dan Harry dipersoalkan berbagai lembaga. Koalisi Mahasiswa Indonesia (KMI) menyayangkan sikap sebagian besar fraksi di Komisi Keuangan DPR yang tetap menyertakan dua kandidat itu dalam uji kelayakan dan kepatutan. Ini pemilihan anggota BPK yang terburuk sepanjang sejarah karena terang-terangan melanggar aturan, kata koordinator KMI, Abraham.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pun pernah menggugat Ketua DPR Puan Maharani ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terkait dengan hal ini. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan gugatan dilayangkan kepada Puan karena sebagai pemimpin DPR dia telah menerbitkan surat tentang 16 kandidat anggota BPK, termasuk Harry dan Nyoman. Gugatan ini bertujuan untuk membatalkan surat DPR tersebut, kata Boyamin.