Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara ( RAPBN) 2019 akan menaikkan anggaran belanja pegawai sebesar lima persen. “Pada 2019, pemerintah akan menaikkan gaji pokok dan pensiun pokok bagi aparatur negara serta pensiunan sebesar rata-rata 5 persen,” kata Presiden dalam Rapat Paripurna RAPBN 2019 di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018). Pada RAPBN 2019, anggaran belanja pegawai ditetapkan mencapai Rp 368,6 triliun atau naik sekitar Rp 26,1 triliun jika dibandingkan tahun 2018.
Deputi Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra) Misbah Hasan, dalam diskusi Seknas Fitra “Menakar Politik Anggaran RAPBN 2019” di Jakarta, Minggu (19/8/2018), mengatakan, secara rata-rata belanja pegawai di era Kabinet Kerja mencapai 24 persen dari total APBN. Menurut Misbah, meski Jokowi baru dua kali menaikkan gaji pegawai selama periode pemerintahannya, persentase belanja pegawainya di atas era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I dan II yang rata-rata mencapain 17 persen dan 20 persen. “Kenaikan gaji pegawai pada akhir periode terkesan sebagai upaya pencitraan di tahun politik. Perlu evaluasi menyeluruh terhadap implementasi reformasi birokrasi di Indonesia,” ujar Misbah. Dia menambahkan, kenaikan nominal belanja pegawai 2019 sebesar lima persen bisa dimaknai politis karena masuk tahun politik, meski secara persentase justru turun dibanding tahun 2018. Sementara itu, Staf Khusus Presiden Jokowi Ahmad Erani Yustika mengatakan, belanja pegawai dari tahun ke tahun memang meningkat. Hal tersebut karena ada peningkatan APBN sebesar 10 persen untuk 2019. “Belanja pegawai dari tahun ke tahun meningkat, jadi tidak benar jika belanja pegawai meningkat itu terjadi hanya pada tahun politik. Pertumbuhannya ada tiap tahun karena APBN juga mengalami pertumbuhan,” kata Ahmad dalam kesempatan yang sama. Dia menjelaskan, jika pemerintah memikirkan soal pencitraan, pertumbuhan untuk belanja pegawai bisa dinaikkan lebih dari 10 persen karena APBN pun meningkat sebesar 10 persen. “Kita tidak bisa mengatakan pencitraan jika belanja pegawai itu hanya separuh dari pertumbuhan APBN,” ujar dia. Dia mengambil contoh dari dana desa yang tumbuh cukup tinggi saat ini, selain itu pada tahun 2015-2016 Dana Desa pernah naik 125 persen. “Tidak bisa juga mengatakan dana desa dipakai untuk pencitraan. Semua bisa dilacak kok, bisa di cek,” kata Ahmad. Dia mengungkapkan, dana kesehatan dan pendidikan juga tumbuh karena APBN ikut tumbuh. Menurut Ahmad yang paling penting adalah terukur. “Pertumbuhan yang terbesar itu bukan belanja pegawai,” ujar Ahmad.
Sumber: https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/19/184545526/kenaikan-belanja-pegawai-di-rapbn-2019-upaya-pencitraan-pemerintah