Skip to main content

Jakarta, 16 Desember 2019

Pemerintah mengucurkan anggaran nyaris Rp330 triliun untuk program Dana Desa dalam lima tahun terakhir. Namun, uang sebanyak itu rupanya belum dimanfaatkan optimal, terutama oleh Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).

Dalam rapat terbatas soal Dana Desa di Istana, Jakarta, Rabu (11/12/2019), Presiden Joko Widodo mengatakan ada 2.188 BUM Desa mangkrak alias terbengkalai alias tidak beroperasi. Ada juga, kata Jokowi, 1.670 BUM Desa yang berjalan tapi belum optimal berkontribusi menggerakkan ekonomi desa.

Oleh karenanya dia mengatakan BUM Desa “harus direvitalisasi”. Salah satu caranya adalah dengan masuk ke sektor-sektor produktif seperti bisnis pasca-panen atau pariwisata.

Memperbaiki kinerja BUM Desa penting dan mendesak karena Dana Desa setiap tahun terus meningkat. Tahun depan, pemerintah mengalokasikan anggaran mencapai Rp72 triliun.

Masalah BUM Desa
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan mengaku tidak heran dengan pernyataan Jokowi. Kepada reporter Tirto, Jumat (13/12/2019) lalu, Misbah mengatakan “BUMDes ini sekadar dibentuk. Setelah itu tidak dikelola dengan baik.”

Misbah menerangkan berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 (PDF), BUM Desa adalah salah satu sektor yang prioritas dibiayai oleh Dana Desa. Meski demikian, tak ada konsekuensi atau sanksi apa pun bagi BUM Desa yang menggunakan Dana Desa tapi ternyata tak mampu berkontribusi banyak.

Karena itu pada akhirnya pengelola BUM Desa bekerja serampangan. Bukan tidak mungkin pula yang terjadi adalah praktik KKN, misalnya BUM Desa dikelola orang dekat atau keluarga petinggi desa setempat, kata Misbah.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga pernah menemukan hal serupa. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2018, penggunaan Dana Desa oleh BUM Desa bermasalah.

BPK menyebut banyak BUM Desa yang tidak beroperasi, tidak menyampaikan laporan, pendiriannya tidak didukung dengan studi kelaikan, dan belum tertib dalam hal tata usaha serta laporan.

Ditemukan pula BUM Desa yang tidak dikelola orang yang kompeten, bidang usaha BUM Desa yang ternyata tidak sesuai dengan potensi unggulan desa, serta kontribusi BUM Desa terhadap pendapatan desa yang masih minim.

Tak hanya itu, BPK bahkan menemukan adanya penyalahgunaan dana BUM Desa di dua desa di Lombok Tengah.

Berkaca dari temuan BPK, peneliti dari Institute for Development and Economics and Finance Rusli Abdullah ragu instruksi Presiden yang ingin swasta terlibat membuat BUM Desa lebih baik.

“Tidak ada jaminan BUM Desa bisa berkembang setelah dibantu swasta,” kata Rusli kepada reporter Tirto. “Usaha BUM Desa saat ini hanya akan tetap begitu-begitu saja.”

Tak Semua Gagal

Di antara ribuan BUM Desa yang bermasalah, ada juga yang berhasil. Lihat saja BUM Desa dari Desa Kutuh, Kabupaten Badung, Bali, bernama Bagha Utsaha Manunggal Desa Adat (BUMDA).

BUMDA memiliki 11 lini bisnis yang bergerak di antaranya di bidang pembiayaan, air minum, pariwisata, transportasi, dan keamanan. Total laba bersih BUMDA tahun lalu mencapai Rp14,5 miliar dari total pendapatan sekitar Rp50 miliar.

“Sekitar 60 persen dari total pendapatan disumbang dari objek wisata Pantai Pandawa,” kata Kepala Desa Adat Kutuh yang juga Direktur Utama BUMDA Made Wena, September lalu, seperti dikutip dari Antara.

Menteri Desa dan PDTT Abdul Halim Iskandar ingin lebih banyak BUM Desa yang berhasil seperti BUMDA. Oleh karenanya dia mengatakan siap menjalankan instruksi Jokowi untuk merevitalisasi BUM Desa dengan memberi mereka tambahan modal, jaringan, sampai pendampingan.

“Kami tidak bisa menutup BUMDes. Pemerintah fungsinya memfasilitasi dan merevitalisasi. [Targetnya] Mungkin sama dengan target pengentasan 10 ribu desa tertinggal menjadi desa maju,” kata Abdul Halim, seperti dikutip dari laman Setkab.
Sumber: https://tirto.id/enpb

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.