Melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS ke level terendah hingga mencapai Rp 13.150 sejak awal 2015 disinyalir penyebabnya adanya faktor eksternal dari adanya kenaikan suku bunga “The Fed” di Amerika. Pemerintah mengesampingkan faktor lain yang mempengaruhi pelemahan rupiah.
Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) bersama Koalisi Anti Utang (KAU) pada (19/3) menggelar Konferensi Pers bertajuk “Krisis Rupiah dan Kejahatan Ekonomi, Belajar dari Kasus Korupsi BLBI” Dalam Konferensi Persnya, Sekjend FITRA Yenny Sucipto menegaskan pelemahan rupiah terhadap USD saat ini akan memicu krisis “ Potensi itu jelas tetap ada bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah memberikan warning atas lemahnya angka rupiah di level terendah yang dampaknya akan terasa pada permodalan perbangkan di Indonesia” terang Yenny.
Hasil stress test BI yang menyatakan perekonomian akan tahan hingga Rp15.500,- per USD pun keluar ke public diakui oleh Apung Widadi Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA merupakan pernyataan yang sangat semborono, dengan membuka ke publik batas atas kemampuan ekonomi nasional. “Apa tidak takut ada banyak spekulan yang akan mempermainkan rupiah di pasar valas? Dapat dilihat pada per 12 Maret aliran modal keluar sudah mencapai 13,5 triliun rupiah dan yield obligasi sudah naik ke level 7,9 persen dari sebelumnya 7 persen. Padahal The Fed belum menaikan suku bunganya” Kata Apung.
Yenny menambahkan, bayang-bayang krisis ekonomi akibat aksi korporasi saat ini menjadi tren permanen setiap tahun yang menuntut pemerintah untuk terus melakukan upaya pencegahan dan penjaminan. lebih berbahaya, dalam setiap krisis ekonomi di Indonesia selalu ada aksi kejahatan ekonomi dan korupsi misalnya BLBI 1999 dan Bailout Century 2009. “BLBI saja, hutangya akan kita bayarkan hingga umur 100 tahun Indonesia Merdeka. Pada tahun 2045 total keseluruhan beserta bunga yang mencapai 14.000 Triliun yang kesemuanya itu merupakan uang rakyat” imbuhnya.
Direktur Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan menyebutkan ada 4 tuntutan yang FITRA dan KAU layangkan yang diantaranya Pemerintah memperbaiki paket kebijakan penanganan pemelahan rupiah yang tidak terlalu kuat jurus lama dan tidak bertahan lama. “Pemerintah dalam hal ini harus mengambil langkah lain untuk menguatkan cadangan APBN dengan menyetop pembayaran bunga BLBI yang terus melambung tinggi akibat pemelahan rupiah” terangnya. Selain itu Dani menambahkan Pemerintah dan penegak hukum harus serius menangani kasus BLBI, menyita asset yang masih dioperasikan oleh konglomerat BLBI sehingga menjadi preseden dan efek jera terhadap kejahatan ekonomi “Pemerintah harus mencegah secara internal agar pelemahan rupiah dan potensi krisis tidak menjadi trend permanen yang menjadi sumber permainan spekulan dan konglomerat” ungkap Dani. /RedaksiFITRA
Jakarta 19 Maret 2015