Skip to main content

Oleh: Siska Baringbing

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan tambahan Bantuan Keuangan Partai Politik (Banpol) untuk mengurangi ketergantung Parpol (Partai Politik) terhadap penyandang dana dan politik transaksional. FITRA mendukung usulan ini dengan sejumlah catatan penting untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitas penggunaan dana tersebut.

FITRA menilai kenaikan anggaran banpol relevan mengingat peran strategis partai politik dalam iklim demokrasi. Berdasarkan PP No. 1 Tahun 2018, bantuan keuangan untuk partai politik di tingkat DPR sebesar Rp1.000 per suara sah, DPRD Provinsi Rp1.200 per suara sah, dan DPRD Kabupaten/Kota Rp1.500 per suara sah. Semakin banyak kursi yang diraih, semakin besar pula dana yang diterima. Namun, sistem partai politik dan pemilu yang kurang efisien, ditambah bertambahnya jumlah provinsi (38), kabupaten (416), dan kota (98), telah meningkatkan beban operasional partai politik.

Berdasarkan temuan FITRA terdapat beberapa hal yang harus menjadi catatan jika kenaikan banpol dilakukan; pertama, masih lemahnya pengawasan terhadap penggunaan banpol oleh pemerintah. Meskipun banyak kasus korupsi yang melibatkan kader partai telah diproses hukum, transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana masih jauh dari optimal. Informasi banpol sebagai informasi publik sering kali sulit diakses masyarakat, dan audit yang dilakukan belum menyeluruh. Ditingkat daerah tidak semua kader/Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) parpol mengerti mandat UU KIP No 16 tahun 2008, hal ini membuat akses masyarakat menjadi terbatas. Kedua, Di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat (4,87%) dan beban APBN yang meningkat akibat program populis seperti IKN dan MBG, FITRA menilai usulan penambahan banpol perlu dipertimbangkan dengan hati-hati. Keniakan Banpol pada 2026 tersebut berpotensi menambah beban APBN dan APBD serta mengurangi alokasi untuk belanja publik disektor yang lebih strategis seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. FITRA menilai penambahan banpol dapat dilakukan secara bertahap atau memperhatikan kemampuan keuangan negara.

Meski demikian, FITRA menegaskan bahwa peningkatan banpol tidak secara otomatis mencegah korupsi. Laporan dari Think Policy dan What Is Up Indonesia (WIUI) sejak 2011 hingga 2023 menunjukkan maraknya kasus korupsi yang melibatkan partai politik. Banpol tidak bisa menjadi satu-satunya solusi untuk penguatan demokrasi partai politik. Oleh karena itu, FITRA mengusulkan empat rekomendasi:

  • Pengelolaan banpol harus transparan dan akuntabel. Parpol perlu membuat dashboard laporan keuangan partai yang dapat diakses oleh publik. Parpol juga harus menyampaikan hasil audit yang dilakukan oleh Auditor Independen. Saat ini, laporan penggunaan dana hibah banpol sering kali tidak rinci, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya bersifat uji petik, dan akses masyarakat terhadap informasi banpol melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) partai politik masih terbatas.
  • Dana banpol harus diearmark penggunaannya untuk meningkatkan kualitas kader terutama kader perempuan. Hal ini menjadi penting agar parpol dapat menghasilkan calon pemimpin berkualitas bukan yang muncul karena kemampuan finansial. Selain itu, dana banpol juga tidak boleh didominasi untuk kebutuhan operasional parpol.
  • Penyaluran banpol harus disertai indikator kinerja sebagai tambahan, tidak hanya melihat jumlah kursi di DPR. Hal ini menjadi penting agar partai-partai kecil (kursi di DPR terbatas) tetap bisa mendapatan banpol yang sesuai dengan indikator kinerja, seperti keaktifan dalam rapat, kinerja legislasi, penerimaan aspirasi masyarakat melalui audiensi dan transparansi laporan keuangan.
  • Perlu punishment yang berat bila terjadi penyimpangan keuangan yang bersumber dari Banpol (APBN). Misalnya, didiskualifikasi dari Pemilu berikutnya.
  • Perbaikan sistem partai politik dan pemilu diperlukan untuk memastikan pembiayaan yang lebih efektif dan efisien. Hal ini menjadi penting agar dapat memperbaiki kualitas demokrasi dan parpol tidak tersandra dengan ongkos pemilu yang besar.