Jakarta, 11 September 2019
“Panggil dulu Pak Firdaus-nya sini, tadi enggak ngeh.” Kalimat itu keluar dari mulut Syahrial, Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta seusai rapat pembahasan dan pendalaman KUA-PPAS Kamis 15 Agustus lalu. Ia bingung ketika ditanyai wartawan soal anggaran sebesar Rp934 miliar dalam APBD Perubahan 2019.
Ia pun meminta stafnya memanggil Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Achmad Firdaus yang ada di sana.
“Ini [Rp] 934 miliar apa, nih?” tanya Syahrial begitu Firdaus datang. “Ini untuk [tahun] 2020, 22 juta pounds untuk penyelenggaraan, terus 35 juta euro untuk asuransi,” jawab Firdaus.
“Yang bayar siapa?”
“Dari kita.”
“Wuiss,” jawab Syahrial dengan tatapan keheranan ke arah Firdaus.
“Begini, kita lihat ini [Jakarta Fun Race 2020 sebesar Rp600 juta] sukses apa enggak. Kalau sukses pelaksanaannya, mungkin bisa. Ini saja sudah banyak pertanyaan oleh wartawan, apa dampak buat kita. Apalagi dengan anggaran Rp900 miliar, hampir satu triliun, lho. Ini menjadi PM aja, pre-memory, jadi enggak sekian jumlahnya,” Syahrial melanjutkan.
Cerita ini adalah satu dari beberapa kejanggalan dalam pembahasan KUA-PPAS 2019. Anggaran yang sebegitu besar bisa muncul tanpa menjadi perhatian. Beruntung, sisipan anggaran tersebut segera diketahui. DPRD pun mencoret biaya asuransi formula E sebesar 35 juta euro.
Anggaran lain yang tak kalah fantastis jumlahnya adalah penyertaan modal daerah (PMD) untuk BUMD PT Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp800 miliar. Dana itu diajukan untuk pengadaan lahan hunian DP 0 rupiah. Lagi-lagi, anggaran itu lolos begitu saja.
Kejanggalan lainnya terlihat pada anggaran untuk TGUPP yang dicantumkan anggaran untuk lima bidang. Padahal TGUPP yang dibentuk Gubernur Anies Baswedan hanya ada empat bidang. Kelebihan hitungan bidang ini pun lolos tanpa kritikan.
Meski terlihat ada penambahan anggaran, akan tetapi sebenarnya APBD Perubahan 2019 itu sejak awal sudah tetapkan akan turun anggarannya. Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah memaparkan bahwa APBD-P tersebut turun sekitar Rp2,55 triliun dari APBD 2019 yang sudah ditetapkan akhir tahun lalu.
Penurunan anggaran APBD-P ini juga diiringi berkurangnya target pendapatan pada APBD-P 2019 ini. Pada APBD 2019, target pendapatannya Rp74,77 triliun menjadi Rp74,63 triliun atau turun Rp142 miliar.
Rampung Dua Hari
Semua kejanggalan anggaran itu diduga bermuara dari sistem kebut pembahasan APBD Perubahan 2019. Bayangkan, semua itu hanya dikerjakan dalam waktu dua hari.
Padahal banyak hal penting yang harusnya dibahas detail oleh DPRD DKI Jakarta. Misalnya perubahan pendapatan dan penerimaan pembiayaan daerah, perubahan plafon sementara per urusan dan SKPD/UKPD, program dan kegiatan, belanja tidak langsung, serta rencana pengeluaran daerah Tahun Anggaran 2019.
Pembahasan APBD Perubahan itu dimulai pada Selasa 13 Agustus. Hari itu semua komisi DPRD DKI Jakarta menggelar rapat bersama para dinas terkait. Dua anggaran besar untuk Formula E dan PMD hunian DP 0 rupiah termasuk yang dibahas saat itu.
Keesokan paginya, Rabu 14 Agustus, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Pimpinan DPRD Provinsi DKI Jakarta sudah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) mengenai KUPA-PPAS 2019 dan ABPD-P 2019.
Hasilnya Perubahan APBD Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp86,89 triliun. Angka ini turun dari anggaran penetapan awal yaitu sebesar Rp89 triliun.
KUPA-PPAS 2019 dan ABPD-P 2019 yang telah disepakati itu kemudian dibahas dalam rapat Raperda APBDP 2019 pada Jumat 16 Agustus siang. Rapat ini semacam pratinjau anggaran secara keseluruhan.
Tiga hari setelahnya, Senin 19 Agustus, DPRD DKI menggelar rapat pandangan umum setiap fraksi tentang APBD Perubahan 2019. Semua berakhir pada Kamis 22 Agustus, APBD Perubahan 2019 disahkan menjadi Raperda. Ini sekaligus menjadi kerja terakhir DPRD DKI Jakarta 2014-2019.
KUA-PPAS 2020 Juga Dikebut
Saat pembahasan KUPA-PPAS 2019 dan APBD-P 2019 rampung pada Selasa 13 Agustus sore, tak lama setelah itu semua komisi DPRD DKI Jakarta dan dinas terkait langsung membahas KUA-PPAS 2020 hingga malam hari.
Keesokan harinya pun begitu. Rabu pagi, saat penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) mengenai KUPA-PPAS 2019 dan ABPD-P 2019 antara Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta, siang harinya semua komisi dan dinas terkait melanjutkan pembahasan KUA-PPAS 2020 hingga malam hari.
Ada indikasi DPRD DKI Jakarta ingin merampungkan segalanya jelang lengser pada 26 Agustus 2019.
Dari draf yang diterima wartawan Tirto, pengajuan anggaran KUA-PPAS 2020 untuk rancangan APBD 2020 tersebut naik Rp6,9 triliun dari APBD 2019. Jika APBD 2019 sebesar Rp89,08 triliun maka anggaran KUA-PPAS 2020 yang diajukan adalah Rp95,99 triliun.
Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan kenaikan signifikan terjadi di anggaran belanja langsung yang diusulkan hampir seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di masing-masing bidang, pada Kamis (15/8/2019) pagi.
Rinciannya, kegiatan di Komisi A bidang pemerintahan sebesar Rp5,52 triliun, Komisi B bidang perekonomian Rp4,11 triliun, Komisi C bidang keuangan sebesar Rp699 miliar, Komisi D bidang pembangunan sebesar Rp17,79 triliun, dan Komisi E bidang kesejahteraan rakyat sebesar Rp18,70 triliun. Dengan total belanja langsung Rp95,99 triliun.
Agenda sistem kebut ini mendapat kritikan dari politisi Partai Solidaritas Indonesia, Idris Ahmad. Sejak awal ia sudah tidak setuju dengan rencana DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 yang akan membahas beberapa kebijakan strategis jelang lengser 26 Agustus 2019.
“Kemarin Bamus DPRD memutuskan akan mengebut tiga agenda besar sekaligus, yaitu KUPA-PPAS Perubahan 2019, APBD-Perubahan 2019, dan KUA-PPAS 2020. Ini semua dokumen besar terkait dengan anggaran DKI Jakarta yang nilainya hampir 100 triliun [rupiah]. Apakah realistis, tiga hal ini bisa dikebut secara bersamaan di sisa dua minggu terakhir?” kata Idris sesudah mendengar rencana itu.
Tapi kritikan itu tidak digubris.
Rentan Politik Uang
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan, mempertanyakan mengapa pembahasan APBDP 2019 dan APBD 2020 DKI Jakarta berlangsung cepat dan terkesan “kejar tayang”. Ia yakin betul bahwa pembahasan dengan singkat seperti itu tidak akan menghasilkan anggaran yang berkualitas.
“Kalau dari angka-angka yang muncul di atas, metode yang digunakan oleh dewan sangat incremental, hanya menambah/mengurangi sedikit dari alokasi APBD tahun sebelumnya, bukan pendekatan substansial,” kata Misbah saat dihubungi wartawan Tirto, Minggu 1 September.
Padahal, kata Misbah, secara normatif dan idealnya KUA-PPAS dan RAPBD dibahas dalam minimal tiga bulan karena butuh alur dan pembahasan yang panjang.
Sistem “kejar tayang” yang dilakukan DPRD DKI Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta, kata Misbah, membuat persoalan-persoalan substansial atau isu strategis DKI yang seharusnya dijawab melalui pengalokasian APBD justru terabaikan.
“Misalnya, bagaimana dewan men-tracking anggaran di semua OPD/Dinas untuk mengurangi polusi di DKI, untuk menyelesaikan kemacetan, masalah sampah, masalah kebakaran yang sering terjadi di kawasan padat penduduk, dan seterusnya,” katanya.
“Yang muncul kemudian justru persetujuan anggaran oleh DPRD DKI untuk penyelenggaraan Formula E yang semula tidak pernah dirumuskan dalam RPJMD, dan pendanaannya membengkak dari estimasi awal,” lanjutnya.
Pembahasan agenda-agenda besar yang “kejar tayang” jelang DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 lengser tersebut, kata Misbah, rentan disusupi kepentingan dewan lama yang ingin tetap memasukan kepentingannya dalam APBD-P 2019 dan APBD 2020.
“Kita semua tahu, pasca-pemilu kemarin, banyak anggota dewan yang mencari peluang pengembalian modal politik. Di banyak daerah, peluang APBD-P digunakan oleh dewan untuk ‘plesiran’ dengan alasan kunjungan kerja,” katanya.
“Di sinilah nanti peran audit BPK harus maksimal. BPK harus melacak konsistensi substansial antara isu strategis perencanaan dan alokasi anggaran dalam RPJMD, RKPD, KUA-PPAS, dan APBD DKI yang ditetapkan,” lanjutnya.
Sumber: https://tirto.id/meragukan-kualitas-apbd-perubahan-dki-yang-dikebut-dua-hari-ehR1