Jakarta, 1 Mei 2020
International Budget Partnership (IBP) kembali merilis hasil survei keterbukaan anggaran atau Open Budget Survey (OBS) tahun 2019, pada Kamis (30/4) waktu setempat. Launching tersebut dilakukan secara virtual, sehingga dapat diakses oleh seluruh dunia.
OBS adalah satu-satunya instrumen penelitian independen, komparatif dan berbasis fakta di dunia yang menggunakan kriteria yang diterima secara internasional untuk menilai akses publik ke informasi anggaran pemerintah pusat. Juga untuk menilai kesempatan bagi publik untuk berpartisipasi dalam proses anggaran tingkat nasional, dan peran lembaga pengawas anggaran seperti legislatif dan auditor dalam proses penganggaran.
Survei ini dilakukan oleh IBP dan organisasi mitra mereka setiap dua tahun. Survei tahun 2019 adalah survei ketujuh dengan cakupan mencapai 117 negara di dunia. Indonesia sendiri telah mengikuti survei ini selama lima kali yaitu sejak 2010, 2012, 2015, 2017, dan 2019. Adapun mitra IBP yang menjalankan survei di Indonesia adalah Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA).
Pada periode sama, ketika pemerintah terus membuat kemajuan dalam transparansi anggaran, masyarakat sipil telah memperluas penggunaan data anggaran mereka. Mitra IBP pada Survey Transparansi Anggaran di Indonesia, Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (SEKNAS FITRA) adalah bagian dari koalisi masyarakat sipil yang bekerja pada upaya anti-korupsi dan menyerukan transparansi keuangan. Semakin banyak informasi anggaran dikeluarkan, FITRA mulai melatih kelompok wanita, dan pendidikan untuk lebih memahami anggaran.
dan menganalisis informasi anggaran. Dalam satu contoh, FITRA bekerja dengan kelompok isu HIV untuk memeriksa anggaran kesehatan dan menyerukan penurunan harga obat-obatan antiretroviral (ARV), dengan alasan bahwa harga yang lebih tinggi kemungkinan disebabkan oleh masalah pengadaan.
Namun, tantangan tetap ada meskipun akses ke data diperluas. Meskipun para peneliti, akademisi, dan jurnalis telah mendapat manfaat dari peningkatan informasi anggaran, menghubungkan informasi ini dengan prioritas nyata dan kebutuhan masyarakat terus menjadi sulit. Masyarakat sipil juga menyerukan untuk membangun norma dan standar transparansi di semua tingkat pemerintahan Indonesia yang beragam secara geografis, termasuk 34 kementerian, 34 provinsi, dan 540 kota dan kotamadya, karena praktik transparansi pemerintah daerah kurang konsisten dan kurang peraturan yang jelas jika dibandingkan dengan level pusat.
Khususnya, pemerintah telah menunjukkan komitmen untuk terus meningkatkan, paling baru dengan berkolaborasi dengan FITRA dan kelompok masyarakat sipil lainnya untuk menjadi tuan rumah forum “Literasi Anggaran Goes to Campus”, di mana mereka membahas proses anggaran dengan akademisi dan mahasiswa. Mereka telah menyelenggarakan kompetisi “Open Data Day” di kalangan siswa untuk menggunakan data anggaran, dan pelatihan “Olimpiade Anggaran” online tentang cara memahami aliran dana publik ke kesehatan, infrastruktur, dan pendidikan. Acara-acara ini menunjukkan bahwa transparansi anggaran di Indonesia bukan hanya formalitas – ini adalah dialog aktif dan berkelanjutan antara pemerintah dan masyarakat terkait mengapa anggaran penting dan bagaimana orang dapat mengakses dan menggunakan informasi anggaran dengan lebih baik untuk memahami layanan publik.
Dalam aporan OBS 2019 terdapat lima kategori yaitu Informasi Tersedia Secara Luas (skor 81-100), Informasi Penting Tersedia (skor 61-80), Informasi yang Tersedia bersifat Terbatas (skor 41-60), Informasi Tersedia hanya Minimal (21-40), dan Sedikit atau Tidak Ada Informasi Yang Tersedia (0-20). Kategori pertama dengan skor 81-100 ditempati oleh Selandia Baru (87), Afrika Selatan (87), Swedia (86), Mexico (82), Georgia (81), dan Brazil (81). Kategori kedua dengan skor 61-80 ditempati 25 negara, dimana salah satunya adalah Indonesia dengan skor 70 sama dengan skor Inggris.
Kategori ketiga ditempati 35 negara, dan kategori keempat ditempat 31 negara. Adapun kategori kelima dengan skor 0-20 ditempati 20 negara, dimana terdapat China dan Tanzania di dalamnya. Sedangkan tiga negara yang menempati ranking paling bawah dinyatakan tidak mendapatkan skor yaitu Yaman, Venezuela dan Comoros.
Dibandingkan dengan 116 negara lainnya, perolehan skor 70 tersebut mengukuhkan Indonesia berada pada ranking ke-18 dunia. Selain itu, perolehan skor Indonesia juga mengalami kenaikan 6 poin dibandingkan survei tahun 2017 yaitu 64.
Di Kawasan ASEAN, skor yang diperoleh Indonesia menempatkan negara ini berada di ranking ke-2 di bawah Filipina yang berhasil mendapatkan skor 76. Meskipun masih berada pada kategori kedua, tetapi perolehan skor Indonesia transparansi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan skor transparansi rata-rata dunia yang hanya 45.
Selain skor transparansi, OBS juga berhasil menilai aspek partisipasi publik dalam perencanaan penganggaran tingkat nasional, dan juga aspek pengawasan anggaran. Pada aspek partisipasi publik, skor yang diperoleh Indonesia adalah 20, atau masih lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata partisipasi publik secara global yaitu 14.
Pada aspek pengawasan anggaran skor yang diperoleh Indonesia sangat tinggi yaitu 82. Skor tersebut menunjukkan pengawasan anggaran nasional di Indonesia telah masuk dalam kategori memadai yang merupakan kategori tertinggi pada aspek ini. Skor ini diperoleh dari dua sub-kategori yaitu pengawasan melalui lembaga legislatif 83, dan pengawasan oleh lembaga auditor 78.
Kebijakan Anggaran Di Tengah COVID-19
Senior Direktur Kebijakan IBP, Vivek Ramkumar mengatakan bahwa temuan OBS dapat dikaitkan dengan kondisi kebijakan selama masa pandemi COVID-19. Menurutnya, pemerintah cenderung lebih terbuka pada proses perencanaan anggaran, tetapi pada tahap pelaksanaan mulai berkurang.
“Pemerintah lebih transparan dalam tahap perencanaan anggaran daripada pada tahap pelaksanaan, hal ini membuat belanja darurat untuk COVID-19 menjadi lebih sulit untuk dilacak”. Kata Vivek Ramkumar.
Oleh karena itu, ia memberika lima langkah sebagai kiat untuk mengurangi resiko salah kelola anggaran COVID-19. Pertama, publikasikan data anggaran darurat COVID-19; Kedua, lakukan pemeriksaan mendadak untuk memastikan dana darurat COVID19 menyasar pada penerima manfaat yang dituju secara tepat, dan memastikan adanya umpan balik dari publik tentang kendala dalam mengakses dana tersebut.
“Langkah ketiga, buka sepenuhnya dana dana khusus yang disalurkan untuk membiayai belanja darurat COVID-19”. Tutur Vivek.
Langkah keempat adalah melakukan audit dan menerbitkan laporan, dengan bantuan dari organisasi masyarakat sipil sesuai kebutuhan. Dan langkah kelima yaitu membuka secara transparan hutang baru yang timbul untuk membiayai penanganan COVID-19, termasuk dari mana saja asalnya.