Skip to main content

Liberalisasi pangan membuka peluang terjadi pasar monopoli dan oligopoli. Karena itu, kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus diperkuat untuk meminimalisir munculnya persaingan pasar yang tidak sehat. Penguatan kewenangan KPPU juga untuk melindungi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, menegaskan jika pada kenyataannya para pihak terkait penindakan tidak bekerja sebagaimana mestinya, penguatan kewenangan KPPU untuk melakukan penyidikan menjadi pilihan sangat baik.

“Situasi liberalisasi pangan yang melibatkan perusahaan dan pasar memungkinkan praktik monopoli atau oligopoli terjadi makin besar. Dengan demikian, peluang mempermainkan distribusi, stok, harga, dan lainnya makin terbuka,” ungkapnya keada Koran Jakarta, Minggu (8/1).

Belajar dari kasus yang selama ini terjadi, lanjutnya, penguatan kelembagaan itu menjadi opsi. Dia mencontohkan pada kasus minyak goreng, KPPU menjalankan tugasnya mengungkap kasusnya terkait praktik monopolistik tetapi tidak bisa dan punya kekuatan hukum untuk menindak.

“Disinilah peran pengawasan dan penindakan diperlukan yang sangat mungkin ada pada satu lembaga seperti KPPU, namun perlu ada kajian lebih lanjut terkait tumpang tindih kewenangan dan tugas dan kemungkinan penyalahgunaan kewenangan ketika dua hal itu ada pada satu lembaga,” ungkap Said.

Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengatakan berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, kewenangan KPPU di antaranya menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggarketentuan undang-undang.

“Kewenangan ini memang tidak begitu memiliki dampak hukum terhadap pelaku usaha yang menjadi objek pengawasan KPPU menjadi relevan ide penguatan kewenangan KPPU,”

Badiul Hadi, Manager Data dan Riset Seknas FITRA

Secara terpisah, Pengamat Anti Korupsi Felisianus Novandri Rahmat menegaskan kewenangan KPPU memang perlu diperkuat seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain untuk mengurangi praktik perdagangan tidak sehat, penguatan kelembagaan juga diperlukan untuk melindungi UMKM.

“Biar pengusaha kecil/UMKM bisa dilindungi dari pengusaha dan penguasa di pasar. Tak hanya itu, untuk pasar digital juga mestinya mereka (KPPU) bisa kontrol karena UMKM sulit bersaing di pasar digital karena kuatnya penguasaan pengusaha skala besar,” pungkas Felisianus.

Ketimpangan Penguasaan

Seperti dketahui, ide penguatan kelembagaan KPPU ini disampaikan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) akhir pekan lalu. Ekonom Senior Indef, Didin S Damanhuri, menegaskan penguatan KPPU dengan kewenangan penegakan hukum seperti penyadapan perlu dilakukan agar dapat segera mengumpulkan dua alat bukti, sehingga proses penanganan perkara bisa berlangsung lebih cepat.

Guru Besar bidang Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menilai penguatan KPPU merupakan salah satu solusi bagi Indonesia agar terhindar jebakan negara berpendapatan menengah atau middle-income trap.

Didin merekomendasikan agar pemerintah berani melakukan berbagai reformasi, khususnya di bidang ekonomi untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang disebabkan oleh konsentrasi ekonomi pada beberapa pelaku usaha besar.

Berdasarkan data, nilai Material Power Index Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain karena aset nasional dikuasai oleh 40 orang terkaya nasional.

“Secara komparatif, Indonesia, khususnya KPPU, sebagai satu-satunya otoritas persaingan usaha dari 10 negara Asean yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan dan/atau sita dokumen dalam proses pengumpulan bukti atas pelanggaran hukum persaingan usahanya,” katanya.

Sumber: https://koran-jakarta.com/penguatan-kewenangan-kppu-atasi-ancaman-liberalisasi-pangan?page=all