Oleh: Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
Keluarnya Inpres No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025 yang ditindaklanjuti melalui Keputusan Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja K/L dalam Pelaksanaan APBN 2025 menandakan bahwa:
1. Banyak Belanja K/L dan Pemda yang disinyalir ‘boros’, digunakan untuk kepentingan administratif, dan hanya ‘dinikmati’ oleh birokrasi;
2. Istilah bahwa anggaran K/L dan Pemda ‘terbatas’ saat dituntut untuk memprioritaskan bagi kepentingan rakyat ternyata ‘gimmick’, karena terbukti bahwa Belanja K/L tersebut dapat disisir dan diefisiensikan bila ada kemauan;
3. Banyak Belanja K/L dan Pemda yang tidak berpihak atau tidak memberi manfaat kepada masyarat – terutama masyarakat miskin dan kelompok rentan (perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dll);
4. Banyak Belanja K/L dan Pemda yang rawan penyimpangan dan berpotensi fraud karena banyak yang berulang (redundant), tidak transparan, dan kurang akuntabel;
5. Efisiensi Belanja K/L baru menyasar pada 16 item kegiatan yang tercantum dalam Surat Menteri Keuangan tentang Efisiensi Belanja K/L di atas, padahal masih banyak item kegiatan K/L yang dapat diefisiensikan lebih lanjut;
6. Bahwa semangat efisiensi anggaran (APBN/APBD) bertolak belakang dengan kebijakan penambahan jumlah Kementerian, Menteri, dan Wakil Menteri;
7. Bahwa semangat otonomi keuangan daerah ‘tercederai’ oleh sentralisasi kebijakan keuangan negara;
8. Daerah dengan kapasitas fiskal sedang dan rendah akan sangat ‘terbebani’ dalam mewujudkan target capaian pembangunan berdasarkan visi-misi Kepala Daerah yang baru saja terpilih dalam Pilkada dan prioritas daerahnya.
Untuk itu, Seknas FITRA merekomendasikan :
1. Reformasi menyeluruh terhadap tata kelola keuangan negara, terutama skema Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer Ke Daerah, agar lebih mengedepankan otonomi keuangan daerah;
2. Reformulasi nomenklatur program, kegiatan, klasifikasi rincian output, rincian output, hingga level komponen (satuan belanja) pada K/L agar tidak terjadi redundant, potensi pemborosan, dan peluang penyimpangan anggaran;
3. Transparansi penggunaan Belanja hasil efisiensi anggaran, agar digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, diantaranya: Peningkatan akses dan kualitas pelayanan publik dasar, akuntabilitas implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG), pengurangan kemiskinan dan kesenjangan, serta kelestarian lingkungan hidup dan SDA;
4. Melakukan perampingan kabinet, terutama bagi Menteri dan Wakil Menteri yang tidak perform hingga 100 hari kerja pemerintah saat ini;
5. Peningkatan fleksibilitas pengelolaan anggaran daerah. Sentralisasi prioritas anggaran perlu diimbangi dengan fleksibilitas pengelolaan di daerah agar kebutuhan spesifik daerah dapat terpenuhi dan pertumbuhan ekonomi daerah tidak terhambat. Fleksibilitas juga dapat mencegah terjadinya peningkatan ketimpangan antarwilayah terutama daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) yang membutuhkan anggaran besar.
6. Efisiensi Belanja K/L dapat diperluas selain 16 item yang tercantum dalam Surat Menteri Keuangan tentang Efisiensi Belanja K/L di atas, seperti: Efisiensi terhadap Belanja Pengadaan Mobil Dinas, Belanja Rehab Rumah Dinas Pejabat, Belanja Penggunaan Voorijder, Belanja Makan-Minum, dll, serta dilanjutkan untuk Tahun Anggaran berikutnya;
7. Efisiensi Belanja K/L dan Pemda dapat di’realokasi’ untuk memenuhi kebutuhan