Jakarta, 20 Juli 2020
Presiden Joko Widodo pesimistis investasi yang jadi andalannya selama ini bisa menyelamatkan pertumbuhan ekonomi. Jokowi bilang mau tidak mau sumbangan pertumbuhan ekonomi harus datang dari belanja pemerintah sendiri. Jika tidak, ia khawatir pertumbuhan ekonomi bisa minus.
“Enggak bisa lagi kita mengharapkan sekali lagi, investasi, swasta, enggak. Karena ini munculnya memang harus dari belanja pemerintah,” kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/7/2020).
Bak gayung bersambut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sudah duluan meminta seluruh kementerian/lembaga (K/L) yang ia bawahi menggenjot perjalanan dinas dan mengadakan rapat di luar kota. Dari hitung-hitungannya, ada Rp4,1 triliun anggaran perjalanan dinas di 7 K/L yang bisa digelontorkan.
Sasarannya daerah yang bergantung pada industri pariwisata dan kebetulan cukup terdampak akibat perlambatan aktivitas ekonomi selama COVID-19. Di sisi lain ada maskapai penerbangan yang juga bisa terbantu karena peningkatan perjalanan dinas ini. Daerah yang disebut Luhut adalah Banyuwangi, Bali, Borobudur, Danau Toba, Kepulauan Riau, Labuan Bajo, Likupang, dan Mandalika.
“Setiap K/L agar dapat mempersiapkan matrik/skema (termasuk anggaran) pelaksanaan perjalanan dinas,” bunyi surat tertanggal 6 Juli 2020 itu.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan kebijakan itu dapat dipahami karena kontribusi perjalanan dinas paling besar dalam okupansi dengan kisaran 30-40 persen. Namun, rencana ini perlu dipikirkan ulang karena dinilai tidak adil.
Ia bilang dari 8 tujuan, 5 di antaranya adalah daerah destinasi wisata super prioritas yang notabene sasaran proyek strategis nasional (PSN). Antara lain Borobudur, Danau Toba, Likupang, Mandalika dan Labuan Bajo.
Yusran mempertanyakan nasib destinasi lainnya di luar 8 tujuan itu yang tersebar di 34 provinsi. Ia pun meminta pemerintah fokus menyelamatkan industri pariwisata lebih dulu ketimbang menganakemaskan proyek pemerintah.
“Itu enggak fair. Di masa COVID-19 ini jangan pikirin 5 itu dulu. Saat ini yang bermasalah 34 provinsi. Di luar 5 itu mau diapain,” ucap Yusran saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (15/7/2020).
Saat pemerintah sibuk memulihkan ekonomi sektor pariwisata dengan cara perjalanan dinas, delapan pegawai Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang bertugas ke Solo dinyatakan positif COVID-19 setelah hasil uji swab secara polymerase chain reaction (PCR) keluar pada Rabu (15/7/2020).
Dampaknya, dua hotel berbintang di Solo ditutup sementara selama sepekan. Penutupan ini diambil Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Solo guna memutus rantai penyebaran COVID-19. Sementara itu, delapan pegawai Kemenparekraf- salah satu Kementerian di bawah Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi- dirawat disalah satu rumah sakit di Solo.
Gugus Tugas kemudian melakukan tracing dengan menyasar tamu yang menginap di dua hotel itu, termasuk pegawai hotel dari front office sampai dengan office boy. Para tamu hotel dilarang kembali ke domisili atau melanjutkan perjalanan kembali sebelum uji swab menunjukkan hasil negatif.
Anggaran Dinas Dipangkas
Sikap berbeda ditujukan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia masih mengharapkan K/L terus memangkas belanja yang tidak perlu. Menurutnya, kelebihan anggaran seharusnya bisa dialihkan bagi keperluan kesehatan dan bantuan sosial serta penanganan COVID-19.
Dalam konferensi pers, Selasa (16/6/2020) Sri Mulyani mengaku puas dengan anjloknya belanja barang sampai minus 30,3 persen year on year (yoy) dan perjalanan dinas yang turun 58,8 persen yoy pada Mei 2020 lalu.
“Perjalanan dinas, pertemuan yang lain-lain itu merosot. Tidak ada. Semua sudah jadi video conference itu bagus, berarti terjadi efisiensi,” ucap Sri Mulyani.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menilai kebijakan ini tentu bertolak belakang dengan semangat penghematan anggaran sejak awal digembar-gemborkan pemerintah. Menurutnya, semua belanja seharusnya difokuskan pada penanganan COVID-19 lebih dulu.
Misbah bilang kebijakan terbaru Luhut ini juga menunjukkan langkah pemerintah dalam merespons COVID-19 tak memiliki desain yang jelas. Sebaliknya kebijakan penanganan COVID-19 masih parsial seperti keputusan menggenjot perjalanan dinas yang berlaku di 7 K/L di bawah Luhut.
“Sebaiknya konsisten dengan kebijakan pemerintah sendiri untuk penghematan anggaran, perjalanan dinas. Apalagi, perjalanan dinas yang tidak terlalu signifikan untuk percepatan penanganan COVID-19,” ucap Misbah kepada Tirto, Rabu (15/7/2020).
Sumber: https://tirto.id/fRCH