Jakarta, 10 Oktober 2021 – Sekretaris Jenderal Forum Indonesia Transparansi Anggaran atau Fitra, Misbah Hasan, menyebut beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bakal semakin berat apabila harus membantu menanggung proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
“Pasti akan sangat membebani APBN, mengingat APBN kita juga belum ‘sembuh’ total akibat dampak pandemi Covid-19,” ujar Misbah kepada Tempo, Ahad, 10 September 2021.
Selain itu, penggunaan APBN menandakan ada yang salah dari awal perencanaan kereta cepat Jakarta-Bandung ini. Biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diestimasikan membengkak sekitar US$ 1,9 miliar atau Rp 27,17 triliun, menjadi Rp 113,9 triliun.
“Ini baru estimasi untuk penyelesaian proyek, belum lagi nanti pasti minta subsidi APBN saat kereta cepat ini beroperasi untuk menekan harga tiket. Beban APBN akan semakin berat,” kata Misbah.
Ia mengatakan dibukanya peluang pendanaan melalui APBN membuka potensi pembengkakan nilai proyek yang lebih besar lagi dan tidak hanya untuk penyelesaian proyek. Karena itu, ia meminta pemerintah memperjelas informasi mengenai besaran dukungan APBN ini kepada publik secara menyeluruh.
“Harusnya, sebelum diputuskan pendanaan dari APBN, dilakukan audit dulu secara keseluruhan atas dana yang sudah digunakan,” kata Misbah.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 6 Oktober lalu meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang mengatur pelaksanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Perpres ini menggantikan Perpres 107 Tahun 2015.
Dalam perpres lama, pendanaan proyek kereta cepat tidak menggunakan dana APBN. Namun di aturan baru, pemerintah mengizinkan APBN mendanai kereta cepat dengan memperhatikan kesinambungan fiskal.