Jakarta, 3 Agustus 2020
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menilai, langkah pemerintah mencabut larangan perjalanan dinas bagi aparatur sipil negara ( ASN) ke luar daerah berisiko tinggi terhadap penyebaran Covid-19.
Apalagi, ASN yang banyak melakukan perjalanan dinas berasal dari daerah-daerah zona merah Covid-19, antara lain wilayah Jabodetabek.
”Pencabutan larangan perjalanan dinas berisiko tinggi. Pertimbangan yang diambil terlihat hanya soal ekonomi, bukan kesehatan,” kata Misbah dilansir dari Kompas.id, Senin (3/7/2020).
Menurut Misbah, pencabutan larangan perjalanan dinas ASN rawan menciptakan kluster baru penyebaran Covid-19, terutama di daerah tujuan.
Risiko juga kian menguat jika kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan masih rendah.
Misbah berpendapat, pemerintah terlalu terobsesi pada penanganan ekonomi ketimbangan kesehatan. Sebaliknya, kesan tidak serius dalam penanganan krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 tecermin dari rendahnya serapan anggaran bidang kesehatan.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan per 22 Juli 2020, realisasi penyerapan anggaran kesehatan hanya Rp 6,78 triliun atau 7,74 persen dari pagu yang mencapai Rp 87,55 triliun.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng berpendapat, pencabutan larangan perjalanan dinas sebenarnya dapat mendorong serapan belanja pemerintah daerah.
Sebab, porsi belanja operasional pemda termasuk perjalanan dinas dan penyelenggaraan rapat mencapai 20-30 persen dari total belanja.
Namun demikian, pencabutan larangan itu bertentangan dengan semangat pemerintah melawan pandemi. ”Namun, pencabutan larangan perjalanan dinas ini kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah memerangi Covid-19 dan menggerakkan ekonomi lokal,” kata Robert.
Padahal, kata Robert, yang diperlukan saat ini adalah menggerakkan ekonomi lokal, sedangkan anggaran sebaiknya digunakan untuk merealisasikan program padat karya di daerah untuk mengatasi lonjakan angka pengangguran akibat pandemi Covid-19.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang menyebutkan, perjalanan dinas ke luar kota bagi ASN tidak signifikan meningkatkan gairah bisnis transportasi.
Sebab, moda yang digunakan hanya sebatas angkutan udara. Sebaliknya, dampak positifnya tidak sebanding dengan risiko kesehatan berupa penularan Covid-19. Menurut Deddy, risiko kluster baru di angkutan umum akan meningkat seiring relaksasi perjalanan dinas bagi ASN ini.
Pencabutan larangan perjalanan dinas itu juga dinilai bertentangan dengan kebijakan penghematan anggaran yang dideklarasikan pemerintah. Oleh karenanya, untuk menggerakan roda ekonomi, pemerintah justru disarankan mengubah skema belanja, seperti memperbesar anggaran dekonsentrasi, tugas perbantuan, atau meningkatkan transfer ke daerah.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo akhirnya memperbolehkan ASN untuk kembali melakukan perjalanan dinas.
Tjahjo pun menerbitkan surat edaran (SE) kegiatan perjalanan dinas bagi ASN dalam tatanan normal baru (new normal). Hal ini tertuang pada SE Menpan RB Nomor 64 Tahun 2020.
Dalam SE tersebut diatur beberapa persyaratan bagi ASN yang akan melakukan tugas perjalanan dinas, antara lain memperhatikan status penyebaran Covid-19 di daerah tujuan perjalanan dinas berdasarkan peta zonasi risiko yang ditetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
ASN juga diharuskan memiliki Surat Tugas yang ditandatangani pejabat setingkat Eselon II atau Kepala Kantor.
“Dalam pelaksanaan perjalanan dinas, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) diminta untuk memastikan agar penugasan dan penerbitan surat tugas perjalanan dinas kepada ASN dilakukan secara selektif, akuntabel, serta penuh kehati-hatian sesuai tingkat urgensinya,” tulis keterangan resmi dari Kemenpan RB, Selasa (14/7/2020).