Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai lonjakan dana reses tahun 2014 patut diawasi. Uchok menduga peningkatan alokasi dana itu terkait dengan momen politik, yaitu pemilu yang digelar tahun 2014.
”Anggaran reses bisa dipakai untuk kampanye bagi legislator saat pemilu. Seolah-olah untuk reses, padahal untuk kampanye. Jadi, supaya ada keadilan bagi peserta pemilu, Badan Pengawas Pemilu perlu mengeluarkan surat edaran tentang pelarangan anggota Dewan melaksanakan program reses selama atau jelang pemilu,” katanya. Tiga tahun terakhir, dana reses naik turun tanpa alasan yang transparan. Hal ini, kata Uchok, mengonfirmasikan bahwa anggaran reses tidak punya standar baku.
Seperti diketahui dana reses, kegiatan di luar masa sidang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta meningkat pada tahun 2014. Nilai dana tersebut terbesar selama tiga tahun terakhir, yaitu sekitar Rp 20 miliar. Dana reses dua tahun sebelumnya adalah Rp 13,9 miliar tahun 2012 dan Rp 18,5 miliar tahun 2013.
Selain dana reses, DPRD DKI juga mengusulkan paling tidak sekitar 3.000 mata anggaran. Hal itu terkait dengan perbaikan infrastruktur di setiap daerah pemilihan mereka. Kepala Bidang Program dan Pembiayaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Wahyu Wijayanto menilai wajar bila dalam kaidah penganggaran anggota Dewan mengusulkan program untuk daerah pemilihannya dia juga menolak angka itu dikait-kaitkan dengan tahun politik. Dia juga menambahkan, peningkatan tersebut sudah disepakati tim anggaran.
Redaksi: FITRA