Sensus sosial ekonomi 2022 telah berakhir 14 November lalu. Pelaksanaannya diwarnai kerja potong kompas petugas Badan Pusat Statistik (BPS). Petugas sensus di Kabupaten Tangerang tak melakukan metode pengumpulan data sebagaimana mestinya. Ada dugaan mereka mengarang data.
Terungkapnya praktik potong kompas petugas sensus ini mendapat tanggapan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Sekretaris Jenderal FITRA Misbah Hasan menilai petugas sensus yang tidak jujur dan mengarang data menyebabkan data yang dihasilkan diragukan keakuratannya. Hal ini dapat menyebabkan pemborosan uang negara.
Diketahui, pemerintah mengucurkan dana Rp4,17 triliun untuk program sensus nasional tersebut. Sebagian besarnya yakni Rp3,3 triliun digunakan untuk mengupah para petugas pendataan.
Misbah Hasan menilai, proses pendataan yang asal-asalan dapat menimbulkan kekacauan data yang nantinya digunakan sebagai acuan pemerintah dalam membuat kebijakan penanganan kemiskinan. Kacau data di hulu, semrawut program di hilir.
“Regsosek ini sudah diberi anggaran sangat besar dari APBN, Rp4,17 triliun, maka seharusnya dapat dijaga betul proses dan kualitas datanya,”
Misbah Hasan, Sekretaris Jenderal FITRA
Misbah mendorong agar dilakukan audit menyeluruh terhadap penyerapan anggaran Regsosek 2022 ini. Tak cuma audit keuangan. Tetapi juga audit kinerjanya. Selain itu, Misbah berharap agar masyarakat turut ikut dalam pengawasannya. Sebab, data yang tengah dicacah ini bakal menjadi pedoman pemerintah menangani permasalahan sosial dan ekonomi rakyat.
“Badan Pemeriksa Keuangan wajib melakukan audit keuangan pelaksanaan program Regsosek ini secara keseluruhan. Organisasi masyarakat sipil juga penting melakukan audit sosial untuk melihat kualitas pendataan regsosek ini,”
Misbah Hasan, Sekretaris Jenderal FITRA
Misbah mengatakan kasus pendataan di Kabupaten Tangerang itu merupakan bentuk kelalaian BPS yang tidak bisa mengantisipasi sejak awal. Tidak matang diawal, maka menimbulkan polemik kemudian.
“Kasus semacam ini seharusnya sudah diantisipasi sejak awal, harus ada petugas yang kroscek ke lapangan secara langsung, tidak perlu menunggu laporan warga,”
Misbah Hasan, Sekretaris Jenderal FITRA
Sementara itu, Kepala BPS Kabupaten Tangerang Husin menuturkan dari 5.600 petugas Regsosek yang dikerahkan, sebanyak 1.086 petugas di antaranya memiliki fungsi pengawasan. Sedangkan 58 lainnya menjadi koordinator kecamatan.
Meski sudah memiliki petugas pengawasan, BPS masih mengalami kesulitan dalam mendeteksi data yang diperoleh dengan tidak benar. Satu pengawas mengawasi empat sampai lima petugas pendataan.
Menurut Husin, seharusnya pengawas pendataan sudah bisa mendeteksi data yang diperoleh oleh petugas nakal.
“Harusnya pengawas itu sudah bisa mendeteksi, harusnya tidak sampai menunggu laporan dari masyarakat, pengawas sudah harus bisa mendeteksi, Mungkin kesulitan mereka (pengawas) itu karena mereka harus mengawasi tempat yang lain begitu”
Misbah Hasan, Sekreatis Jenderal FITRA
Sebelumnya, kerja potong kompas petugas BPS ini ditemukan di Perumahan Griya Artha Sepatan, Desa Gintung, Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang. Mereka mengambil jalan pintas saat mendata objek sensus. Petugas sensus tak melakukan metode pengumpulan data sebagaimana mestinya.
Tak ada wawancara terstruktur. Tak ada pengisian kuesioner secara sistematik. Petugas hanya meminta tanda tangan warga pada lembar kertas yang disediakan. Ada dugaan petugas mengarang isian lembar kuisioner setelah mendapat data penduduk dari perangkat wilayah setempat.
“Datanya mungkin sudah ada semua dari Pak RT. Saya hanya tinggal tanda tangan di lembar kertas yang sudah disediakan,” kata Sukardi, warga Griya Artha Sepatan, Jumat (11/11/2022).
Menurut Sukardi, petugas yang berjumlah dua orang itu bahkan tak sampai melepas alas kaki untuk masuk ke rumahnya. Tanda tangan dilakukan di depan rumah. Di pinggir jalan.
Bahkan ada warga yang tak didata. Pendataan terhadap dirinya ternyata sudah diwakilkan oleh ketua RT setempat.
Pemerintah sebelumnya telah meminta agar petugas Regsosek melakukan pendataan dengan teliti untuk menghasilkan data yang berkualitas. Sebab data hasil Regsosek ini akan digunakan untuk meningkatkan kualitas berbagai layanan pemerintah seperti pendidikan, bantuan sosial, kesehatan, hingga administrasi kependudukan.
Adapun informasi yang seharusnya dikumpulkan antara lain data terkait kependudukan dan ketenagakerjaan, kondisi perumahan, kesehatan dan disabilitas, perlindungan sosial, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi. Selain mengumpulkan data, petugas juga harus menyertakan geotag dan foto untuk pendataan keluarga miskin.
Proses pengumpulan data tersebut wajib dilakukan dari rumah ke rumah atau door to door. Petugas juga wajib melakukan wawancara dengan salah satu anggota keluarga untuk mengisi kuisioner yang telah disiapkan. Metode ini disebut Paper and Pencil Interviewing (PAPI). Ada 4 lembar daftar pertanyaan yang akan ditanya kepada setiap keluarga.